Konsumsi Merosot, Pertumbuhan Ekonomi Bisa Melorot
Konsumsi rumah tangga, sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, dijaga. Dengan cara itu, pertumbuhan ekonomi tidak semakin melorot.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang anjlok pada triwulan I-2020 membuat proyeksi keseluruhan tahun ini berubah. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi masuk ke skenario paling berat, yaitu minus 0,4 persen.
Pada triwulan I-2020, perekonomian Indonesia tumbuh 2,97 persen secara tahunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka pertumbuhan ini merupakan yang terendah dalam dua dasawarsa terakhir atau sejak triwulan I-2001.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 lebih rendah dari proyeksi karena konsumsi rumah tangga merosot. Biasanya, konsumsi rumah tangga tumbuh di atas 5 persen. Namun, pada triwulan I-2020, pertumbuhan konsumsi relatif rendah, yakni 2,84 persen, kendati penanganan Covid-19 baru dimulai pada akhir Maret.
Tekanan terhadap konsumsi akan lebih besar pada triwulan II dan III-2020 karena pembatasan sosial berskala besar meluas ke sejumlah daerah. Kontribusi konsumsi terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 57 persen atau Rp 9.000 triliun. Dari angka itu, sekitar Rp 5.000 triliun disumbang oleh Jawa, terutama DKI Jakarta.
”Tekanan terhadap konsumsi pada triwulan II-2020 akan berlanjut ke triwulan III-2020 sehingga kemungkinan (pertumbuhan ekonomi) masuk ke skenario sangat besar sangat mungkin terjadi,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Sebagaimana disampaikan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, awal April, pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 dalam skenario berat sebesar 2,3 persen. Adapun berdasarkan skenario sangat berat bisa minus 0,4 persen.
Sri Mulyani menyampaikan, tambahan anggaran jaring pengaman sosial sebesar Rp 110 triliun tentu tidak mampu menyubstitusi penurunan konsumsi. Namun, tambahan anggaran itu setidaknya dapat menahan konsumsi rumah tangga masyarakat kelas menengah bawah agar tidak semakin merosot.
”Stimulus yang diberikan pemerintah adalah bantalan sosial, bukan menyubstitusi angka konsumsi, tetapi untuk mengurangi dampak pemutusan hubungan kerja dan kehilangan pekerjaan,” kata Sri Mulyani.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, penanganan Covid-19 berupa pembatasan sosial berskala besar, termasuk bekerja dari rumah, berdampak besar terhadap kegiatan ekonomi, baik konsumsi, produksi, investasi, maupun ekspor dan impor. Dampak Covid-19 diperkirakan mencapai puncaknya pada April, Mei, dan awal Juni.
Proyeksi BI terbaru, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 sebesar 0,4 persen, triwulan III-2020 sebesar 1,2 persen, dan triwulan IV-2020 sebesar 3,1 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global minus 2 persen serta puncak dampak Covid-19.
”Pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua akan lebih baik,” kata Perry.
Menurut Perry, pemulihan ekonomi diperkirakan terjadi mulai tahun 2021. Pemangku kebijakan kini tengah merumuskan kebijakan pemulihan ekonomi nasional, antara lain berupa restrukturisasi kredit, penundaan angsuran pokok dan bunga kredit selama enam bulan, serta tambahan plafon kredit untuk dunia usaha.
Jaga konsumsi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Rabu, menyebutkan, konsumsi rumah tangga yang merosot perlu diantisipasi. Untuk mendorong konsumsi, bantuan sosial bagi 40 persen penduduk mesti diperbesar dan diperluas untuk menjangkau korban pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan tanpa dibayar.
Perluasan bantuan sosial tidak mudah karena selama ini terkendala data. Namun, perluasan bantuan sosial tetap harus dilakukan karena dampak penurunan daya beli akan mulai terasa pada triwulan II dan III-2020.
”Masyarakat cenderung masih bisa menahan daya beli pada triwulan I-2020 kendati sudah kehilangan penghasilan. Namun, hal itu tidak bisa dibiarkan terlalu lama,” ujar Tauhid.
Pada triwulan I-2020, konsumsi rumah tangga yang tumbuh 2,84 persen secara tahunan memiliki andil 58,14 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun berdasarkan lapangan usaha, sektor informasi dan komunikasi menjadi penyumbang terbesar, dengan andil 0,53 persen pada triwulan I-2020.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, berpendapat, penajaman dan realokasi anggaran juga harus benar-benar menitikberatkan pada penanganan Covid-19. Penghematan belanja pemerintah pusat perlu ditingkatkan kembali untuk menyokong konsumsi rumah tangga. Daya beli masyarakat tetap harus dipertahankan agar pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap positif.
Mengutip data Kementerian Keuangan, sejauh ini total penghematan belanja kementerian/lembaga mencapai Rp 145,7 triliun. Penghematan dilakukan pada belanja barang, perjalanan dinas, biaya rapat, honorarium, dan belanja non-operasional.