Bertahan dari Badai Covid-19, Garuda Indonesia Rumahkan Sementara Karyawan Kontrak
Maskapai Garuda Indonesia merumahkan sementara waktu sekitar 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak. Kebijakan ini ditempuh untuk mempertahankan maskapai nasional tersebut dari badai pandemi Covid-19.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maskapai Garuda Indonesia merumahkan sementara waktu sekitar 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu. Kebijakan ini ditempuh untuk mempertahankan maskapai nasional tersebut dari badai pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut akan dilakukan selama tiga bulan terhitung sejak 14 Mei 2020. Saat ini, total terdapat 25.000 karyawan yang bekerja pada seluruh perusahaan di grup Garuda Indonesia.
”Penerbangan belum normal. Jadi, kebijakan merumahkan karyawan dengan status PKWT tersebut merupakan upaya lanjutan yang perlu kami tempuh,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Minggu (17/5/2020) kepada Kompas.
Menurut Irfan, kebanyakan yang terkena kebijakan tersebut adalah kru di bagian operasional. ”Karena banyak juga PKWT di area tersebut,” ujarnya.
”Kebijakan ini telah diambil dengan pertimbangan matang dengan memperhatikan kepentingan karyawan ataupun Garuda. Ini juga dalam rangka menghindari pemutusan hubungan kerja,” kata Irfan.
Irfan mengatakan, ”Kebijakan ini juga telah melalui kesepakatan dan diskusi dua arah antara karyawan dan perusahaan.” Ditambahkannya, ”Selama periode tersebut, karyawan yang dirumahkan tetap mendapatkan hak kepegawaian berupa asuransi kesehatan ataupun tunjangan hari raya yang sebelumnya telah dibayarkan.”
Sebelumnya, Garuda Indonesia telah melaksanakan sejumlah upaya strategis berkelanjutan dalam memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan. Di antaranya, dengan renegosiasi sewa pesawat, restrukturisasi rute penerbangan, efisiensi biaya produksi, dan termasuk penyesuaian gaji jajaran komisaris, direksi hingga staf secara proporsional serta tidak memberikan tunjangan hari raya kepada direksi dan komisaris.
Mulai Kamis (7/5/2020) pukul 00.01, Garuda Indonesia sebenarnya mulai terbang. Layanan itu menindaklanjuti kebijakan pengendalian transportasi selama Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H, yang mengacu pada ketentuan Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020.
Walau demikian, belum seluruh rute penerbangan dilayani. Jumlah penumpang juga masih dibatasi sesuai dengan protokol kesehatan. Minggu lalu, Irfan juga mengatakan tingkat keterisian pesawat juga maksimal hanya 50 persen demi mematuhi protokol kesehatan.
Tingkat keterisian pesawat juga maksimal hanya 50 persen demi mematuhi protokol kesehatan.
Pukulan bagi maskapai
Tidak hanya Garuda yang mengalami kesulitan. Secara global, berkurangnya pergerakan pesawat menyebabkan berkurangnya pendapatan maskapai global. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mencatat, maskapai penerbangan sedunia dapat merugi hingga 113 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp 1.948 triliun.
Temuan serupa juga tergambar dari hasil riset McKinsey yang dipublikasikan pada 5 Maret 2020. Industri penerbangan mengalami rata-rata penurunan harga saham 44 persen. Menurut Reuters, 2 Mei 2020, investor Warren Buffett bahkan telah melepas seluruh saham pada empat maskapai terbesar Amerika.
”Ini kesalahan saya,” ujar Buffett, dikutip dari Reuters. Dengan percaya diri, Buffett berinvestasi di maskapai Amerika, sektor yang selama ini dia hindari, sejak tahun 2016 yang akhirnya dihantam oleh badai Covid-19.