Pemerintah diingatkan untuk berpikir dua kali dan mengkaji dengan matang sebelum menerapkan normal baru. Sejumlah sektor dikhawatirkan belum siap memasuki kondisi normal baru.
Oleh
Agnes Theodora/karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun angka penularan Covid-19 belum menurun, pemerintah tetap menyeriusi skenario transisi kehidupan normal baru demi menggerakkan ekonomi. Saat ini beberapa kementerian mulai bersiap memberi panduan penerapan kondisi normal baru untuk menggerakkan lagi roda ekonomi.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara, misalnya, mengeluarkan Surat Menteri BUMN Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN yang meminta perusahaan pelat merah membuat protokol kesehatan baru.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) gencar menggelar operasi pasar gula pasir, memantau persiapan pasar rakyat memasuki normal baru, dan mengecek harga komoditas pokok. Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan flexible working space (FWS) untuk pegawainya berupa perubahan pola kerja dengan fleksibilitas lokasi bekerja dan memaksimalkan penggunaan teknologi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, Senin (18/5/2020), mengingatkan pemerintah agar berhati-hati mengkaji rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan normal baru dalam kegiatan usaha. Kondisi di lapangan menunjukkan, banyak sektor yang sebenarnya tidak siap menerapkan protokol kesehatan yang ketat sebagai syarat normal baru.
Sebagai contoh, pasar tradisional yang kini banyak tidak menerapkan protokol kesehatan dasar, seperti penggunaan masker, pembatasan jarak fisik, dan fasilitas mencuci tangan. Padahal, beberapa pasar rakyat masih ramai dikunjungi masyarakat dan menjadi kluster penularan Covid-19 yang baru.
Enny menilai, sejak awal, penerapan PSBB sudah tidak optimal sehingga tidak menekan angka penyebaran virus dan menekan roda ekonomi. ”Pelonggaran PSBB bisa dilakukan asal ada jaminan diikuti protokol Covid-19 yang ketat. Sekarang saja banyak yang tidak patuh, apalagi jika dilonggarkan. Begitu kebijakan salah langkah di awal, setelahnya juga akan blunder,” katanya di Jakarta.
Dalam beberapa kasus, pemerintah juga terkesan tidak konsisten dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi. Ia menilai itu terjadi karena pemerintah belum memiliki konsep strategi yang jelas untuk memasuki normal baru.
Menurut dia, strategi pemulihan ekonomi tidak menunjukkan pemetaan masalah yang mendetail dan menghitung peluang dalam ekosistem ekonomi yang baru usai pandemi. ”Jangan sampai yang dimaksud dengan new normal itu hanya kondisi normal seperti sebelum pandemi, tetapi sekadar ditambah protokol kesehatan, tanpa ada strategi besar. Itu bisa berujung fatal,” ujar Enny.
Jangan sampai, yang dimaksud dengan new normal itu hanya kondisi normal seperti sebelum pandemi, tetapi sekadar ditambah protokol kesehatan, tanpa ada strategi besar. Itu bisa berujung fatal. (Enny Sri Hartati)
Inkonsistensi pemerintah, misalnya, tampak dari rangkaian operasi pasar gula pasir yang dilakukan Kemendag. Penerapan pembatasan fisik atau jaga jarak tidak terlihat dalam kunjungan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan rombongan. Kunjungan yang termasuk seremoni penyerahan bantuan itu justru akhirnya memunculkan kerumunan di pasar.
Di sisi lain, belum ada petunjuk pelaksanaan teknis terkait normal baru yang dikeluarkan Kemendag untuk mempersiapkan pasar tradisional memasuki era normal baru. Kemendag menyerahkan kewenangan untuk pengelolaan pasar di tengah pandemi pada pemerintah daerah dan aparat setempat.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, dengan kunjungan ke pasar, Kemendag ingin memastikan pemerintah daerah dan pasar rakyat sudah menerapkan protokol kesehatan dan siap memasuki normal baru. Dari hasil kunjungan, sejumlah pasar sudah menerapkan protokol kesehatan.
”Memang ada daerah-daerah yang belum optimal, tetapi temuan-temuan itu akan kami tanggapi dengan cepat, kami ajak bicara pemerintah daerah,” katanya.
Menurut Jerry, pemerintah tetap berusaha menerapkan pembatasan fisik selama kunjungan. ”Kami sendiri internal jelas menerapkan protokol itu, seperti menggunakan masker, sarung tangan, jaga jarak, dan menghindari kerumunan,” ujarnya.
Antisipasi pelonggaran
Sementara itu, beberapa kementerian mulai bersiap memasuki normal baru. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN Alex Denni mengatakan, perusahaan pelat merah diminta menyiapkan protokol baru seminggu sebelum penerapan normal baru. Namun, sejauh ini belum ada skenario tetap karena masih menunggu kajian dan keputusan pemerintah pusat dan daerah.
”Kita ingin segera mendorong ekonomi dengan skenario new normal, tetapi jangan menunggu ada pelonggaran PSBB baru bersiap. Ini harus diantisipasi seminggu dari perkiraan pemerintah agar ada waktu untuk sosialisasi,” kata Alex.
Kita ingin segera mendorong ekonomi dengan skenario new normal, tapi jangan menunggu ada pelonggaran PSBB baru bersiap. Ini harus diantisipasi seminggu dari perkiraan pemerintah agar ada waktu untuk sosialisasi. (Alex Denni)
Alex menambahkan, setiap sektor dan perusahaan akan memiliki standar protokol kesehatan yang berbeda tapi saling melengkapi. Penerapan ini harus disesuaikan konteksnya karena ada perusahaan yang lebih berat ke layanan publik dan ada yang tidak. Standarnya pasti berbeda-beda.
Sejumlah perusahaan BUMN mulai mempersiapkan skenario normal baru dengan mengacu pada tahapan yang terlampir di surat Menteri itu. Misalnya, PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mulai menyiapkan protokol untuk mengatur pekerja berusia di bawah 45 tahun kembali masuk kantor. Demikian juga PT Pertamina (Persero) yang akan mengubah beberapa standar layanan publiknya.
Kemenkeu juga mulai merespons era normal baru. Dalam akun Instagramnya, Menkeu Sri Mulyani mengumumkan pemberlakukan FWS untuk pegawai Kemenkeu. FWS berupa perubahan pola kerja pegawai dengan memberikan fleksibilitas lokasi bekerja dan memaksimalkan penggunaan teknologi. Kebijakan ini berlaku sejak 6 Mei 2020.
FWS dapat diterapkan oleh seluruh pegawai Kemenkeu, baik pegawai negeri sipil (PNS), non-PNS, maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pegawai untuk menjalani FWS, antara lain, nilai prestasi kerja minimal bernilai baik, dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin.