Hadapi Normal Baru, Harga di Tingkat Petani Jadi Sorotan
Era normal baru diharapkan dapat memulihkan permintaan dan harga sejumlah komoditas pertanian di tingkat petani. Pembatasan sosial berskala besar menekan permintaan dan harga sejumlah komoditas dua bulan terakhir.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lemahnya penyerapan komoditas pertanian di tingkat produsen pangan memukul nilai tukar petani atau NTP hingga ke titik impas. Oleh sebab itu, pemerintah akan fokus pada peningkatan NTP selama masa normal baru yang diharapkan dapat memulihkan permintaan dan harga di tingkat petani.
Menurut Badan Pusat Statistik, NTP pada Mei 2020 mencapai 99,47 atau turun 0,85 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Adapun titik impas NTP sebesar 100 yang berarti nilai yang dibayar petani sama dengan nilai yang didapatkan. NTP 99,47 mengindikasikan biaya yang dikeluarkan petani lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatannya.
Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, harga produk pertanian pada panen raya musim tanam pertama tertekan oleh gangguan distribusi akibat pembatasan sosial berskala besar, penurunan daya beli masyarakat, serta melemahnya sektor ekonomi yang berkaitan dengan sektor agrobisnis.
”Jumlah bahan pangan di lapangan banyak, tetapi permintaan berkurang sehingga berakibat langsung terhadap pendapatan petani,” ujarnya melalui keterangan pers yang diterima, Minggu (7/6/2020).
Oleh sebab itu, Kementerian Pertanian tengah berupaya mengendalikan harga di tingkat petani melalui koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog. Pemerintah juga akan menjamin kelancaran distribusi barang yang dikonsumsi petani di tingkat desa.
Dengan adanya konsep normal baru yang diusung pemerintah, Syahrul berharap aktivitas perkantoran serta hotel, restoran, dan kafe dapat pulih sehingga permintaan produk pertanian akan membaik. ”NTP memang turun akibat pandemi Covid-19. Ini hanya sesaat, nanti akan segera naik lagi,” ujarnya.
Di sisi hilir, Kementerian Pertanian mengklaim harga di tingkat konsumen terkendali. Contohnya, stok beras nasional tergolong aman hingga Juni 2020 yang dapat mencapai 16,8 juta ton.
Syahrul menilai pemerintah dapat mengendalikan stok pangan di tingkat konsumen. Hal ini tecermin dari tidak adanya gejolak kenaikan harga dan tersendatnya distribusi 11 bahan pokok selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2020.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menyebutkan, Bulog terus menyerap gabah atau beras produksi petani. Saat ini stok beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 1,4 juta ton.
Stok pangan lain yang disangga Bulog ialah daging kerbau sebagai substitusi daging sapi. Awaludin menyebutkan, kuota impor daging kerbau Bulog sepanjang tahun mencapai 100.000 ton. Bulog sedang memproses importasi lantaran India baru membuka karantina wilayah atau lockdown.
Sementara itu, Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara mengatakan, perusahaan sudah mengantongi izin impor daging kerbau dari India sebanyak 50.000 ton dan dari Brasil sebanyak 10.000 ton. Pada akhir Mei lalu, sebanyak 672 ton daging kerbau dari India telah sampai di Indonesia.
Harry menambahkan, Berdikari telah menyelesaikan negosiasi kontrak dengan sejumlah pemasok daging kerbau. Menurut rencana, sebanyak 1.960 ton daging kerbau akan diimpor dan masuk ke Indonesia secara bertahap hingga akhir Juni 2020.
Musim giling
Memasuki musim giling tebu dalam negeri tahun ini, Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN menargetkan total produksi gula mencapai 1 juta ton. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara Muhammad Abdul Ghani menuturkan, perusahaan telah menyiapkan izin operasional giling dan mobilisasi aktivitas tenaga kerja dalam pemenuhan pangan di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Abdul, dalam menghadapi normal baru, perlindungan terhadap karyawan dan petani menjadi prioritas. Musim giling tebu tahun ini akan dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, misalnya pemberlakuan pembatasan jarak fisik, pengecekan suhu tubuh, kewajiban mengenakan masker, kewajiban cuci tangan, dan menghindari perkumpulan fisik.
Di sisi lain, Awaludin mengatakan, sekitar 28.200 ton gula kristal putih impor dari total kuota sebanyak 50.000 ton akan datang pada pekan kedua Juni ini. ”Kami usahakan agar penyaluran gula ini tidak bertabrakan dengan (gula hasil produksi) musim giling tebu dalam negeri,” ujarnya.