Susi Pudjiastuti: Kepemimpinan Kuat Mampu Cegah Pencurian Ikan
Faktor utama mencegah pencurian ikan di perairan Indonesia adalah kepemimpinan yang kuat dan penegakan aturan dengan konsisten. Adapun sumber daya laut Indonesia masih dikuasai kartel.
Oleh
ARIS PRASETYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti mengingatkan bahwa faktor utama mencegah pencurian ikan di perairan Indonesia adalah kepemimpinan yang kuat dan penegakan aturan dengan konsisten. Sumber daya laut Indonesia masih dikuasai kartel yang menyebabkan hilangnya peneriman negara dari pajak ataupun bukan pajak.
Selain itu, ancaman di laut bukan hanya soal pencurian ikan, melainkan juga perbudakan dan transaksi barang-barang terlarang.
”Sepinya pencurian itu karena kepemimpinan yang kuat. Tak ada lagi kesempatan (bagi pencuri ikan). Mereka akan pergi dengan sendirinya,” ujar Susi dalam webinar bertajuk ”Tantangan Indonesia untuk Mengakhiri Praktik Illegal Fishing”, Jumat (12/6/2020).
Susi menambahkan, kontrol negara dijalankan oleh faktor arah politik dan kepemimpinan. Negara yang dikendalikan oleh kepemimpinan yang kuat, semua instrumen negara yang ada di bawah akan patuh mengikuti. Selain itu, pemberantasan illegal fishing juga membutuhkan niat politik yang kuat.
”Dengan kebijakan yang kuat, laut kita aman. Singapura tidak meletakkan armada kapal perangnya di pinggir laut, tetapi tak ada yang berani masuk ke sana untuk menyelundupkan apa pun (karena penegakan hukum yang tegas),” kata Susi.
Negara yang dikendalikan oleh kepemimpinan yang kuat, semua instrumen negara yang ada di bawah akan patuh mengikuti.
Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Aan Kurnia menambahkan, ruang lingkup keamanan maritim di Indonesia sangat luas. Bahkan, ada 32 undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut.
Luasnya ruang lingkup tersebut membutuhkan banyak keterlibatan pemangku kepentingan, baik di tingkat kementerian maupun lembaga.
”Untuk permasalahan penegakan hukum, sekarang belum ada ’ketua kelas’-nya, (pelopor). Mudah-mudahan segera keluar regulasinya sehingga akan jelas siapa yang akan memimpin untuk masalah kemaritiman kita karena sekarang terlalu banyak (pemangku kepentingan yang terlibat),” ucap Aan.
Pola yang digunakan dalam praktik ini antara lain kapal tanpa dokumen, pemalsuan dokumen, pelanggaran batas laut, berbendera ganda, dan transhipment. (Arif Satria)
Sementara itu, menurut Rektor IPB University Arif Satria, kerugian yang timbul akibat praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) menghasilkan angka yang luar biasa besar. Beberapa sumber menyebutkan nilai 1,8 miliar dollar AS per tahun dan sumber lainnya menyebut 3 miliar dollar AS per tahun.
Pola yang digunakan dalam praktik ini, ujarnya, antara lain kapal tanpa dokumen, pemalsuan dokumen, pelanggaran batas laut, berbendera ganda, dan transhipment.
”Apa yang sudah dilakukan Indonesia di zaman Bu Susi sebagai menteri itu sudah bagus sekali. Meningkatkan kedaulatan negara, tata kelola pemerintahan yang lebih baik, tata kelola perusahaan, dan upaya pemulihan sumber daya laut yang berkelanjutan. Green market (pasar hijau atau yang memedulikan lingkungan) dan reputasi internasional bisa tercipta,” ujar Arif.