Langgar Protokol Kesehatan, Tempat Hiburan di Surabaya Ditutup
Satu tempat hiburan di Surabaya ditutup setelah diketahui melanggar protokol kesehatan. Pengelola diminta melengkapi fasilitas sesuai protokol yang telah ditetapkan agar diizinkan beroperasi kembali.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Satu tempat hiburan di Surabaya ditutup setelah diketahui melanggar protokol kesehatan di rumah hiburan umum saat razia gabungan tim terpadu, Kamis (19/6/2020) malam. Pengelola diminta melengkapi fasilitas sesuai protokol yang telah ditetapkan agar diizinkan beroperasi kembali.
Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya Pieter Frans Rumaseb di Surabaya, Jumat (19/6/2020), mengatakan, tim gabungan rutin melakukan razia untuk memantau pelaksanaan protokol kesehatan di rumah hiburan umum.
Pada razia oleh tim gabungan semalam, tim memantau sejumlah tempat hiburan. Satu di antaranya diketahui tidak menerapkan protokol kesehatan, antara lain pengunjung tidak jaga jarak, tidak menyediakan sarana mencuci tangan yang memadai, dan tidak membuat pembatas di kasir.
Kami tidak menerapkan sanksi berupa denda karena ingin merangkul warga untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan, bukan memberikan tekanan, seperti memberlakukan denda.
”Tempat hiburan kami tutup sementara hingga pengelola menyediakan fasilitas sesuai protokol kesehatan dan memastikan pengunjung mengikuti protokol yang berlaku sesuai aturan,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya, ada sejumlah protokol yang harus ditaati oleh pengelola tempat hiburan.
Beberapa protokol, antara lain, wajib menyusun protokol kesehatan, memeriksa suhu tubuh pengunjung, menyediakan sarana cuci tangan, membersihkan ruangan secara berkala, serta membatasi jumlah pengunjung hingga 50 persen dari kapasitas. Pengelola juga wajib memastikan semua pengunjung menerapkan protokol penjagaan jarak setidaknya 1 meter.
”Kami menyita kartu tanda penduduk dari tujuh pengunjung yang tidak menjaga jarak saat berada di tempat hiburan. Mereka bisa mengambil dalam waktu 14 hari dengan menyertakan surat pernyataan untuk mematuhi protokol kesehatan,” ujar Pieter.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto menambahkan, pengelola tempat hiburan harus mendapatkan persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata jika ingin kembali membuka saat masa pandemi. Jika dinilai layak dan sesuai protokol kesehatan, persetujuan akan diberikan.
Penyitaan KTP
Jika diketahui melanggar protokol, pengelola akan diberikan sanksi, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, penutupan sementara, hingga pencabutan izin. Kepada masyarakat yang melanggar, sanksi berupa penyitaan KTP.
”Kami tidak menerapkan sanksi berupa denda karena ingin merangkul warga untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan, bukan memberikan tekanan, seperti memberlakukan denda,” kata Irvan.
Berani mengingatkan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, pengelola tempat hiburan, fasilitas umum, hotel, restoran, dana pedagang harus berani mengingatkan pengunjung apabila mereka tidak menerapkan protokol kesehatan. Dia berharap tempat-tempat itu tidak menjadi klustes penularan baru setelah diperbolehkan kembali dibuka agar roda perekonomian kembali berputar.
”Meskipun ada istilah pembeli adalah raja, sebagai pedagang harus berani mengingatkan, bisa berupa imbauan tertulis dan imbauan langsung kepada pembeli,” ujar Risma.
Warga Surabaya hendaknya tidak meremehkan pandemi global ini, karena penyebaran penyakit menular sangat cepat. Untuk itu, warga diminta terus menegakkan protokol kesehatan, seperti jaga jarak dan wajib pakai masker.
Meskipun ada istilah pembeli adalah raja, sebagai pedagang harus berani mengingatkan, bisa berupa imbauan tertulis dan imbauan langsung kepada pembeli.
Penjual atau pengelola toko kelontong wajib menyediakan tempat cuci tangan di depan toko sebelum pembeli masuk. Selain itu, bagian kasir diberi pembatas plastik agar ada sekat antara pedagang dan pembeli. ”Jika memungkinkan, penjual dan pembeli pakai face shield selain masker. Jadi lebih melindungi,” ujar Risma.
Tidak hanya itu, perempuan wali kota pertama ini mengungkapkan, setelah pedagangnya disiplin, maka dia otomatis wajib mengingatkan konsumen apabila ada yang tidak patuh pada protokol kesehatan, seperti tidak mengenakan masker. ”Tetap harus diingatkan. Jangan sampai karena satu pembeli yang lalai akan berdampak pada banyak orang,” katanya.
Untuk itu, Presiden UCLG Aspac ini berharap para pedagang terus berinovasi di tengah keterbatasan yang dihadapi. Ia juga meminta agar saat melayani konsumen, pedagang lebih aktif lagi dalam menjelaskan produk yang dibutuhkan pembeli. Sebisa mungkin konsumen tidak memegang barang jualannya, bahkan saat transaksi pembayaran tidak boleh ada kontak fisik, meletakkan uang menggunakan nampan.