Putaran roda ekonomi global dan nasional semakin bergantung pada perkembangan ekosistem digital. Kebergantungan ini diyakini akan tetap berlanjut meski pandemi Covid-19 berakhir.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem digital diyakini akan menjadi penopang ekonomi di era normal baru. Optimisme tersebut hadir berdasarkan kenyataan akan tetap tingginya nilai transaksi elektronik meski kinerja sektor riil tengah menurun di masa pandemi Covid-19.
Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Mirza Adityaswara memaparkan data Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan adanya kenaikan nilai transaksi sebesar 16,7 persen dari Maret 2020 menuju April 2020 yang mencapai Rp 17,6 triliun. Tidak hanya nilai transaksi, jumlah instrumen uang elektronik bank dan non-bank pada April meningkat dibandingkan Maret, masing-masing sebesar 1,5 persen dan 30,8 persen.
”Artinya telah terjadi perpindahan orang yang biasanya bayar menggunakan tunai pindah ke transaksi digital, baik itu uang elektronik maupun mobile banking, karena Covid-19,” kata Mirza dalam diskusi virtual, Selasa (23/6/2020).
Fenomena ini telah terjadi setidaknya sejak 2016. Mirza mencontohkan, pada 2016, rata-rata transaksi mobile banking Bank Mandiri di setiap triwulan mencapai Rp 55 triliun. Adapun tahun ini, rata-rata transaksi mobile banking Mandiri tiap triwulan mencapai Rp 241 triliun.
Namun, Mirza menilai masyarakat masih butuh edukasi tentang pembayaran digital, khususnya generasi tua. Berbagai tantangan ke depan pembayaran digital juga perlu mendapat perhatian, seperti ancaman pencurian data, perbaikan regulasi dari pemerintah terkait uang digital.
Pada kesempatan yang sama, Vice President Public Policy & Government Relations Tokopedia Astri Wahyuni melihat adanya perubahan perilaku konsumen yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha untuk menarik mereka bergabung ke platform digital.
Berdasarkan riset GDP Venture, 30 persen konsumen memilih akan lebih sering berbelanja secara daring dibandingkan berbelanja ke toko, supermarket, ataupun mal, akibat pandemi Covid-19.
”Sebagian dari konsumen akan memilih platform daring untuk belanja. Dunia usaha perlu memanfaatkan (hal) ini sehingga antara permintaan dan penawaran dapat terhubung dengan baik,” ujarnya.
Tokopedia, lanjut Astri, telah berupaya mendorong UMKM lokal mulai bermigrasi ke platform daring, salah satunya melalui kampanye #SatuDalamKopi yang melibatkan pelaku UKM komoditas kopi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Perindustrian.
”Dalam tujuh hari kampanye, penjualan harian kopi dan produk terkait kopi dari UKM yang terlibat tumbuh hingga 57 persen sehingga di tengah pandemi usaha mereka tetap eksis dan tidak ada pengurangan karyawan,” ujarnya.
Astri menekankan, sesungguhnya banyak sekali fitur-fitur di ekosistem daring yang bisa dimanfaatkan dan dikolaborasikan, terutama untuk pelaku UMKM untuk menyongsong era normal baru. Ia yakin di masa depan, konsumen akan tetap berbelanja secara daring dan justru memaksakan diri untuk lebih memahami fitur-fitur yang terus berkembang karena merasa nyaman dan aman.
”Di sisi lain, teman-teman UMKM banyak merasakan dampak positif setelah bergabung dengan ekosistem daring. Penetrasi pasar ataupun potensi pasar yang bisa dijangkau itu jauh lebih besar dari hanya mengandalkan bisnis luring,” ujar Astri.