BUMN ”Kebanjiran” Dana, Waspadai Defisit Arus Kas
BUMN ”kebanjiran” dana guna mempercepat pemulihan ekonomi. Di sisi lain, sejumlah BUMN dibayangi defisit arus kas.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menempatkan dana Rp 30 triliun di empat bank badan usaha milik negara. Penempatan uang negara itu diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Keempat bank badan usaha milik negara (BUMN) itu adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penempatan dana di bank rutin dilakukan pemerintah. Akan tetapi, saat ini, konteksnya khusus untuk pemulihan ekonomi. Aktivitas ekonomi pada April-Mei 2020 merosot tajam sehingga langkah-langkah pemulihan ekonomi nasional mesti dipercepat.
”Kami sudah bersurat ke Gubernur Bank Indonesia untuk memindahkan dana pemerintah yang ada di Bank Indonesia ke bank umum nasional. Tujuannya khusus untuk mendorong ekonomi dan sektor riil agar kembali pulih,” ujarnya dalam telekonferensi pers, Rabu (24/6/2020).
Menurut Sri Mulyani, penempatan dana di bank umum sebesar Rp 30 triliun itu di luar program subsidi bunga dan restrukturisasi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tambahan likuiditas dapat digunakan untuk berbagai program bank yang target sasarannya sektor riil.
Penempatan dana di bank umum sebesar Rp 30 triliun itu di luar program subsidi bunga dan restrukturisasi kredit UMKM. Tambahan likuiditas dapat digunakan untuk berbagai program bank yang target sasarannya sektor riil.
Bank diharapkan mampu mendorong ekonomi lebih ekspansif dengan suku bunga rendah itu. Jangka waktu penempatan uang negara di bank umum paling lama enam bulan. Pemerintah dapat menarik penempatan dana sebelum jatuh tempo jika ada kebutuhan likuiditas mendesak yang harus dipenuhi atau meningkatnya risiko pada bank umum.
”Evaluasi berkala akan dilakukan setiap tiga bulan oleh Kementerian Keuangan. Penggunaan uang negara oleh bank akan dipantau ketat oleh Kementerian BUMN,” kata Sri Mulyani.
Ketentuan penempatan uang negara di bank umum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2020. Regulasi itu menyebutkan, bank dilarang menggunakan uang negara untuk membeli surat berharga negara dan transaksi valuta asing. Bank juga dilarang memotong remunerasi yang diperoleh dari penempatan uang negara.
Penempatan uang negara di bank BUMN ini bukan tanpa syarat. Bank harus melipatgandakan suntikan likuiditas dari pemerintah paling tidak tiga kali lipat dalam kurun waktu tiga bulan terhitung sejak Juli 2020. Kebijakan itu untuk menjamin suntikan likuditas benar-benar digunakan untuk memutar roda ekonomi.
Baca juga : Pemerintah Tempatkan Dana Rp 30 Triliun di Bank BUMN
Sektor riil
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, penempatan uang negara memperkuat likuiditas bank. BRI akan menggunakan uang negara itu untuk meningkatkan penyaluran kredit UMKM yang fokus pada sektor pangan dan pertanian serta kesehatan.
Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan, program restrukturisasi kredit berjalan pada Maret-Juni 2020. Setelah itu, program dilanjutkan dengan ekspansi kredit ke daerah-daerah dengan potensi pariwisata dan perdagangan tinggi. Penempatan uang negara akan digunakan untuk menghidupkan kembali aktivitas ekonomi di sejumlah daerah wisata.
Direktur Utama BTN Pahala Mansury menambahkan, sekitar 40 persen dari penempatan uang negara akan disalurkan untuk KPR bersubsidi. Sampai dengan akhir tahun diperkirakan ada 146.000 rumah bersubsidi dengan total kredit Rp 18 triliun-Rp 20 triliun. Penempatan uang negara juga akan digunakan untuk kredit konstruksi terkait KPR bersubsidi dan KPR nonsubsidi.
Defisit arus kas
Sebelumnya, pemerintah akan menggelontorkan dana sekitar Rp 142,25 triliun untuk menopang kinerja 11 BUMN. Rinciannya, Rp 116,98 triliun sebagai kompensasi, dana talangan, dan subsidi serta Rp 25,27 triliun sebagai penyertaan modal negara (PMN). Injeksi dana yang cukup besar tersebut juga merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional.
Baca juga : BUMN dan Gelontoran Dana Jumbo
Sejumlah perusahaan pelat merah penerima penyertaan modal negara dibayangi defisit arus kas perusahaan pada akhir tahun. Meskipun mendapat suntikan dana, perseroan sulit membukukan laba. Dalam kondisi dibayangi utang jatuh tempo dan proyek penugasan pemerintah yang tertunda, setoran dividen dari badan usaha milik negara diprediksi akan merosot.
Sebagai salah satu perseroan yang menerima suntikan PMN sebesar Rp 7,5 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Tbk memperkirakan, laba bersihnya akan tetap menurun 50 persen pada 2021 menjadi sebesar Rp 700 miliar dibandingkan dengan proyeksi laba bersih tahun 2020 sebesar Rp 1,4 triliun.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu, Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto mengatakan, pendapatan BUMN diperkirakan akan meningkat mulai tahun depan dengan dibantu suntikan dana PMN dari pemerintah. Tahun 2021, pendapatan PT Hutama Karya diproyeksikan Rp 47,4 triliun, naik 16,46 persen dari perkiraan tahun ini sebesar Rp 40,7 triliun.
Namun, peningkatan pendapatan itu tidak sejalan dengan peningkatan laba bersih. Laba bersih PT Hutama Karya diperkirakan akan tetap menurun menjadi Rp 700 miliar. Tanpa suntikan PMN, PT Hutama Karya bisa lebih terpuruk dengan perkiraan mengalami kerugian Rp 800 miliar pada 2021.
”Kami harap kondisi pada triwulan II tahun ini lebih baik. Dengan ekonomi yang dibuka lagi, harapan kami, pendapatan tol bisa meningkat sehingga kondisi keuangan membaik,” ujarnya.
Laba bersih PT Hutama Karya diperkirakan akan tetap menurun menjadi Rp 700 miliar. Tanpa suntikan PMN, PT Hutama Karya bisa lebih terpuruk dengan perkiraan mengalami kerugian Rp 800 miliar pada 2021.
Adapun suntikan dana PMN sebesar Rp 7,5 triliun itu akan digunakan untuk menyelesaikan proyek pembangunan ruas Jalan Tol Trans-Sumatera yang tertunda. Kedua ruas tol itu adalah ruas Simpang Indralaya-Muara Enim sepanjang 119 kilometer yang akan menggunakan dana Rp 3,2 triliun dan ruas Pekanbaru-Pangkalan sepanjang 95 kilometer yang membutuhkan dana Rp 4,3 triliun.
Ia beralasan, penyelesaian pembangunan ruas jalan tol itu bisa membantu peningkatan ekonomi di Sumatera yang ikut terdampak pandemi Covid-19.
PT Permodalan Nasional Madani (Persero) Tbk juga berdalih akan dibayangi kondisi kas yang minus akhir tahun ini jika tidak mendapat suntikan dana pemerintah. Menurut Direktur Utama PT PNM Arief Mulyadi, PMN Rp 1,5 triliun digunakan untuk menjaga keberlangsungan program Meekar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) yang dinilai penting untuk menggerakkan perekonomian masyarakat kecil.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 ikut berdampak pada kinerja sektor keuangan. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) mengalami tekanan hingga 7,8 kali pada Mei 2020. Tanpa suntikan dana dari pemerintah, rasio utang akan semakin membengkak hingga melampaui 12,3 kali pada 2024.
”Kalau begitu, kami tidak mungkin dapat pendanaan dari kreditor dan investor. Ini salah satu alasan utama kenapa kami mengajukan PMN,” ujar Arief.
Dengan tekanan rasio utang terhadap ekuitas yang membengkak itu, tanpa PMN, ia mengatakan, pihaknya tidak bisa maksimal menyalurkan bantuan pembiayaan kepada kelompok masyarakat kecil lewat program Meekar. Dengan PMN, penyaluran modal kepada nasabah pada tahun 2020 bisa mencapai Rp 14,7 triliun. Tanpa PMN, hanya Rp 12 triliun pembiayaan khusus Meekar yang bisa disalurkan.
Ia memastikan, utang PT PNM sebesar Rp 20,8 triliun yang akan jatuh tempo pada Desember 2020 dan April 2021 tidak akan dibayar dengan menggunakan uang PMN.
”Utang akan dibayar dari aliran kasperseroan, bukan dari PMN. Oleh karena itu, kami harap tambahan PMN bisa kami dapatkan pada September karena pandemi ini sangat berdampak pada arus kas kami yang sudah minus,” katanya.
Kondisi serupa ditemukan di PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC. Perseroan ini menurut rencana mendapat alokasi PMN Rp 500 miliar. Suntikan modal ini, ujar Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer, diusulkan agar saldo kas perseroan pada akhir 2020 tidak mencapai minus Rp 115,044 miliar.
”Ini hal yang membuat kami harus memohon PMN di 2020 ini karena bisa dilihat, di akhir tahun ini, kami sudah jadi minus. Jika diizinkan PMN Rp 500 miliar, kami bisa selesaikan proyek seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dan menyelamatkan cashflow kami,” katanya.
Baca juga : Jangan Memancing di Air Keruh
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima mengatakan, dengan kondisi kas perseroan yang buruk, setoran dividen BUMN pada 2021 diprediksi akan merosot dibandingkan sebelumnya. Hal itu dimaklumi karena, di tengah kondisi pandemi ini, BUMN diharapkan lebih fokus pada tugas menggerakkan perekonomian negara yang terpukul Covid-19, bukan mengejar laba.
”Akan ada penurunan dividen, tetapi kita tidak bisa terlalu banyak berharap dari dividen. Fokusnya adalah menggerakkan lagi perekonomian nasional,” kata Aria. (DIMAS WARADITYA NUGRAHA/FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA)