Semester Pertama, 34 Pekerja Migran Indonesia dari NTT Meninggal di Luar Negeri
Dalam enam bulan terakhir, 34 pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri. Jumlah ini yang dilaporkan ke konsulat RI di luar negeri, padahal masih banyak PMI yang berangkat secara ilegal.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Dalam enam bulan terakhir, 34 pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri. Jumlah ini yang dilaporkan ke kantor konsulat RI di luar negeri. Masih banyak pekerja migran Indonesia ilegal asal NTT tidak melaporkan kematian itu. Sementara jumlah pekerja migran Indonesia yang pulang ke NTT karena pandemi Covid-19 sebanyak 88 orang.
Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) NTT Siwa di Kupang, Selasa (30/6/2020), mengatakan, kasus pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal asal NTT tidak pernah selesai. Pada masa pandemi Covid-19 berlangsung, yakni Maret-Mei 2020, enam PMI asal NTT meninggal di Malaysia, kemudian dimakamkan di negara itu karena tidak ada penerbangan ke Indonesia.
Jumlah PMI asal NTT yang meninggal di Malaysia sejak Januari hingga Juni 2020 mencapai 34 orang karena kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sakit. Sebanyak 33 orang berangkat secara ilegal. ”Hanya satu PMI berangkat secara resmi, tetapi melewati waktu tinggal enam bulan. Meski demikian, pihak perusahaan tetap memproses kepulangannya ke NTT,” kata Siwa.
Gius Riung (46) adalah korban meninggal terakhir, Kamis (25/6/2020), di Tawao, Malaysia Barat, karena kecelakaan lalu lintas di jalan. Korban ditabrak saat menyeberangi jalan pada malam hari. Ketika itu, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan kondisi jalan gelap. Jenazah korban tiba di Bandara El Tari, Kupang, Senin (29/6/2020).
Hanya satu PMI berangkat secara resmi, tetapi melewati waktu tinggal enam bulan. Meski demikian, pihak perusahaan tetap memproses kepulangannya ke NTT. (Siwa)
Korban berasal dari Kelurahan Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Ia bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia sejak 2017. Korban memiliki seorang istri dan tiga anak di kampung halaman mereka di Lewoleba. Jenazah korban dikirim BP3TKI NTT ke Lewoleba dengan feri.
Jumlah 34 orang meninggal ini yang dilaporkan ke BP3TKI NTT. Masih ada puluhan, bahkan ratusan PMI ilegal asal NTT yang meninggal di luar negeri tetapi tidak dilaporkan ke kantor konsulat RI setempat untuk diteruskan ke BP3TKI. Sebagian besar dari mereka dimakamkan secara diam-diam di Malaysia, terutama mereka yang sudah puluhan tahun di sana, dan beberapa di antaranya dikirim ke NTT.
Tanpa santunan
Marice (35), PMI asal NTT yang berangkat secara legal, berasal dari Amfoang, Kabupaten Kupang. Ia tidak mendapatkan santunan asuransi kematian karena sudah lewat waktu tinggal. Namun, pihak perusahaan membayar gajinya senilai Rp 100 juta, yang diterima pihak keluarga di Amfoang.
Siwa mengatakan, jumlah PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri dalam enam bulan terakhir tahun 2020 jauh lebih kecil dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 sebanyak 58 orang. Namun, ledakan angka kematian sering terjadi memasuki bulan Juli-Desember.
Dalam tiga tahun terakhir, PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri sebanyak 339 orang, yakni tahun 2017 sebanyak 105 orang, tahun 2018 sebanyak 115 orang, dan tahun 2019 sebanyak 119 orang. Jika ditambah 34 orang terakhir, menjadi 373 orang.
Kepala Bidang Penempatan dan Perlindungan Balai Penyuluhan Penempatan dan Perlindungan PMI NTT Timotius Suban mengatakan, kepulangan PMI asal NTT oleh Pemerintah Malaysia sampai hari ini sebanyak 88 orang, dengan menggunakan pesawat dan kapal laut. Mereka dideportasi melalui Batam dan Nunukan.
”Sebelum BP3TKI NTT melanjutkan keberangkatan mereka ke kabupaten asal, mereka harus menjalani rapid test dan pengadaan tiket keberangkatan. Ini semua ditanggung BP3TKI NTT, termasuk biaya penginapan selama di Kupang,” kata Timotius.
Proses penjemputan PMI NTT di Bandara El Tari sampai pengiriman ke tempat tujuan tetap mengikuti prosedur tetap kesehatan. Di Kupang, sebagian dari mereka diinapkan beberapa hari di ruang khusus Kantor BP3TKI Kupang sebelum diberangkatkan ke kabupaten tujuan.
Sebelum tiba di Kupang, mereka menjalani karantina dua kali, yakni di Nunukan dan Makassar. Sebelum sampai di kampung asal, para PMI juga dikarantina oleh pemerintah kabupaten setempat, seperti dilakukan di Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, dan Timor Tengah Utara.
Empat PMI asal Sumba Barat terpapar Covid-19 setelah menjalani pemeriksaan spesimen di RSUD Yohannes, Kupang. Saat ini mereka sedang diisolasi di RSUD Waikabubak untuk menjalani perawatan Covid-19 oleh tim medis.
Awal Juli 2020 akan datang 12 orang dari Malaysia Barat melalui Makassar. Saat ini mereka masih menjalani uji cepat di Makassar. Ke-12 orang ini berasal dari Timor Tengah Utara, Lembata, Ende, Kabupaten Kupang, dan Flores Timur.