Tanggung Jawab Peserta Versus Imunitas Pengelola Kartu Prakerja
Namun, alih-alih ada klausul yang mengatur pertanggungjawaban pemerintah dan manajemen pelaksana, Perpres No 76/2020 justru memunculkan pasal yang memberikan semacam imunitas bagi pengelola.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
Peserta Kartu Prakerja yang tidak memenuhi persyaratan diwajibkan mengembalikan uang yang telanjur diterima kepada negara serta harus menghadapi gugatan jika gagal membayar dalam waktu 60 hari. Alih-alih menggugat peserta, pemerintah diminta memperketat proses seleksi untuk mengantisipasi terulangnya kasus penyaluran yang meleset di kemudian hari.
Kewajiban peserta Kartu Prakerja untuk mengembalikan uang itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja.
Perpres Nomor 36/2020 sebelumnya dievaluasi setelah menerima masukan dan rekomendasi dari sejumlah lembaga pengawas, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satu poin yang disoroti KPK adalah penyaluran program yang tidak tepat sasaran. Adapun perpres hasil revisi terbaru diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020.
Dalam Perpres No 76/2020 terdapat Pasal 31C yang mengatur soal pengembalian uang. Penerima Kartu Prakerja yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan, tetapi telah menerima bantuan biaya pelatihan dan insentif wajib mengembalikan uang itu kepada negara. Jika peserta tidak mengembalikan dalam waktu 60 hari, manajemen pelaksana Kartu Prakerja dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada penerima yang bersangkutan.
Adapun peserta yang memenuhi ketentuan adalah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja (termasuk pekerja yang dirumahkan dan pelaku usaha mikro dan kecil), serta WNI berusia minimal 18 tahun dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal.
Peserta juga tidak boleh berasal dari latar belakang aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, perangkat desa, anggota DPRD, serta pengurus badan usaha milik negara dan daerah.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Sabtu (11/7/2020), mengatakan, daripada meminta peserta untuk mengembalikan uang, apalagi menggugat mereka, pemerintah seharusnya memperketat proses seleksi. Mekanisme seleksi ini sebelumnya beberapa kali mendapat sorotan karena muncul sejumlah kasus, di antaranya peserta yang masih memiliki pekerjaan bisa lolos penjaringan.
Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja beberapa kali menjelaskan sulitnya menyalurkan program semi-bantuan sosial ini secara tepat karena kendala klasik pendataan tentang angka pengangguran yang buruk.
”Penyaluran yang tidak tepat sasaran itu tidak bisa dijadikan beban tanggung jawab peserta. Ada andil pemerintah sebagai penyelenggara program yang tidak teliti dalam penjaringan peserta sehingga program tersasar,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
Penyaluran yang tidak tepat sasaran itu tidak bisa dijadikan beban tanggung jawab peserta. Ada andil pemerintah sebagai penyelenggara program yang tidak teliti dalam penjaringan peserta sehingga program tersasar. (Timboel Siregar)
Timboel menilai, Perpres No 76/2020 sebenarnya sudah menunjukkan ikhtiar perbaikan proses seleksi yang lebih ketat dengan beberapa klausul ketentuan syarat yang ditambahkan. Ada pula ketentuan lain yang menegaskan komite kerja untuk bekerja sama dengan lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Dengan ketentuan-ketentuan itu saja seharusnya komite kerja sudah mampu melakukan proses yang ketat. Kalau ada peserta yang tetap tidak memenuhi syarat, itu adalah kesalahan penyelenggara sehingga justru komite cipta kerja yang diberi sanksi, bukan peserta yang harus mengembalikan, apalagi digugat.
”Jangan salahkan peserta karena mereka seharusnya sudah diseleksi ketat oleh komite cipta kerja,” kata Timboel.
Pasal imunitas pengelola
Timboel menambahkan, lain halnya jika peserta memang memiliki itikad buruk untuk memalsukan data dan identitas demi mendapatkan program bantuan pelatihan dan insentif. Untuk kasus ini, Perpres No 76/2020 juga sudah mengatur ketentuan dalam Pasal 31D untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada peserta yang sengaja melakukan pemalsuan.
Namun, alih-alih ada klausul yang mengatur pertanggungjawaban pemerintah dan manajemen pelaksana, Perpres No 76/2020 itu justru memunculkan pasal yang memberikan semacam imunitas bagi pengelola.
Hal itu, kata Timboel, diatur dalam Pasal 31B yang mengatur bahwa kebijakan pemerintah serta tindakan manajemen pelaksana yang ditetapkan dan dilakukan sebelum perpres direvisi dinyatakan sah sepanjang didasarkan pada itikad baik.
”Kalimat ’didasarkan pada itikad baik’ itu bisa secara subyektif diartikan,” ujarnya.
Namun, alih-alih ada klausul yang mengatur pertanggungjawaban pemerintah dan manajemen pelaksana, Perpres No 76/2020 itu justru memunculkan pasal yang memberikan semacam imunitas bagi pengelola.
Berbagai persoalan yang membayangi berjalannya program Kartu Prakerja selama tiga bulan terakhir ini dikhawatirkan bisa ikut dikesampingkan lewat ketentuan baru itu. Timboel menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi serta publik tetap mengawasi pelaksanaan program Kartu Prakerja berhubung uang negara yang dikelola sangat besar.
”Tetap ada potensi besar penyelewengan, khususnya di pembiayaan pelatihan dan kehadiran perusahaan platform digital beserta konten-konten digitalnya. Pasal ini juga berpotensi membuat pemerintah bekerja tanpa beban sehingga pelaksanaan program bisa tidak maksimal,” tutur Timboel.
Terkait dengan hal ini, Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky mengatakan, niat pemerintah tidak untuk mencari ganti rugi dan membebani peserta program. Namun, pasal pengembalian uang pelatihan dan insentif itu justru ditujukan sebagai langkah pencegahan.
”Dengan aturan baru ini, masyarakat yang mau mendaftar diharapkan mengetahui dan mengikuti aturan dengan benar, seperti memberikan informasi data diri yang akurat dan asli,” katanya.
Niat pemerintah bukan untuk mencari ganti rugi dan membebani peserta program. Namun, pasal pengembalian uang pelatihan dan insentif itu justru ditujukan sebagai langkah pencegahan. (Panji W Ruky)
Menurut Panji, aturan itu baru akan berlaku untuk peserta gelombang keempat berikutnya. Untuk saat ini, pendaftaran untuk kepesertaan gelombang keempat belum dibuka karena program masih dalam proses evaluasi. ”Kami tidak menyisir kasus-kasus yang di belakang,” kata Panji.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari mengemukakan, kasus penyaluran yang tidak tepat sasaran hanya sedikit. Hasil penyisiran manajemen pelaksana, dari 680.000 penerima Kartu Prakerja yang terdaftar sejak 11 April 2020, sebanyak 58 persen merupakan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 35 persen adalah pencari kerja (menganggur lama dan baru menganggur).
Sisanya, sebanyak 6 persen, adalah pekerja yang masih bekerja dan 1 persen adalah pelaku usaha mikro kecil (UKM) yang usahanya terdampak. Pekerja yang masih punya pekerjaan bisa lolos karena perpres memang menyatakan pekerja yang mau meningkatkan kompetensi pun boleh mendaftarkan diri.
”Memang tidak semuanya untuk penganggur meski saat Covid-19 ini para penganggur itu menjadi prioritas. Kalau mau verifikasi 100 persen akurat, aduh, cari orang lain saja untuk mikirin itu, saya tidak mengeri,” ujarnya.