Hasil Kajian KPK: Kartu Prakerja Sarat Konflik Kepentingan
Hasil kajian KPK menemukan konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital. Metode program pelatihan secara daring pun berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan negara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Kartu Prakerja yang dikeluarkan oleh pemerintah dinilai sarat dengan permasalahan. Dari kajian yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, salah satu permasalahan dari program tersebut yakni adanya konflik kepentingan. Karena itu, pelatihan yang terindikasi konflik kepentingan harus dihentikan.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/6/2020), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, ada konflik kepentingan dalam kerja sama kemitraan pada program Kartu Prakerja. ”Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan,” katanya.
Ia menjelaskan, 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital. Dalam kajian KPK disebutkan, kelima platform digital tersebut adalah Skill Academy (177 pelatihan), Pintaria (69), Sekolah.mu (25), Maubelajarapa (28), dan Pijarmahir (11).
Mereka memiliki kesamaan, mulai dari pemilik hingga badan usaha dan berada dalam perusahaan yang sama. Konflik kepentingan tersebut bisa terjadi karena kerja sama dengan kedelapan platform digital tersebut tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah.
Selain memiliki peran sebagai lembaga pelatihan, mereka juga berperan dalam melakukan kurasi. Akibatnya, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Dari 1.895 pelatihan, hanya 13 persen yang memenuhi syarat dari materi ataupun penyampaiannya secara daring.
Lebih buruknya lagi, 89 persen materi pelatihan yang ada sudah tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Persentase tersebut diambil dari 327 sampel pelatihan.
Alex mengungkapkan, metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. Sebab, metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol.
Hal tersebut terlihat dari lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Selain itu, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli. Alhasil, negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.
Berdasarkan kajian tersebut, KPK merekomendasikan agar platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan. Karena itu, 250 pelatihan yang terindikasi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya.
Selain itu, KPK menganjurkan agar Komite Cipta Kerja sebagai penanggung jawab program Kartu Prakerja yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta pendapat hukum ke Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung. Pendapat hukum dibutuhkan terkait kerja sama dengan delapan platform digital tersebut, apakah masuk dalam cakupan PBJ pemerintah.
Penundaan program
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian dan pemangku kepentingan terkait dalam rapat pada 28 Mei 2020.
Salah satu kesepakatan dalam rapat yang telah dilaksanakan adalah penundaan pelaksanaan gelombang keempat. Penundaan tersebut dilakukan sampai dengan dilaksanakan perbaikan tata kelola program Kartu Prakerja.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Wana Alamsyah, dalam kajian Kartu Prakerja yang dilakukan ICW, juga ditemukan potensi konflik kepentingan dalam program Kartu Prakerja. Konflik kepentingan tersebut terjadi dalam proses kurasi dan pengawasan penyelenggaraan pelatihan daring.
Pada Skill Academy, misalnya, portal pembelajaran ini digagas oleh Ruangguru yang tercatat dalam Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai PT Ruang Raya Indonesia.
Salah satu pendiri Ruangguru adalah Adamas Belva Syah Devara yang merupakan mantan Staf Khusus Presiden Joko Widodo. Belva mundur dari jabatannya sebagai staf khusus setelah muncul polemik Kartu Prakerja. Ia diduga memiliki konflik kepentingan dalam program Kartu Prakerja karena masih menjabat posisi Direktur Utama PT Ruang Raya Indonesia.