Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta melambat akibat pandemi Covid-19. Terlebih, selama ini ekonomi DIY digerakkan pariwisata dan pendidikan. Target penurunan kemiskinan di provinsi itu pun sulit dicapai.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berdampak besar pada perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini, antara lain, terlihat dari naiknya persentase penduduk miskin di DIY dari 11,44 persen pada September 2019 menjadi 12,28 persen pada Maret 2020. Target penurunan penduduk miskin menjadi 7 persen pada 2022 dinilai sulit tercapai.
”Target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen dilupakan saja karena sangat sulit tercapai dengan kondisi sekarang,” ujar ekonom Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Murti Lestari, Senin (20/7/2020), di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY yang dirilis pada 15 Juli 2020, jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2020 sebanyak 475.720 orang. Jumlah itu bertambah 34.830 orang dibandingkan jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2019 sebanyak 440.890 orang.
Sementara itu, persentase penduduk miskin di DIY pada Maret 2020 sebesar 12,28 persen atau naik 0,84 poin dibandingkan September 2019. Dalam dokumen ”Profil Kemiskinan DIY Maret 2020”, BPS DIY menyebut peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin tersebut diduga terkait pandemi Covid-19 yang menyebabkan perlambatan ekonomi di berbagai sektor.
Di sisi lain, Pemda DIY awalnya menargetkan persentase penduduk miskin di provinsi tersebut turun menjadi 7 persen pada 2022. Target tersebut tercantum dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 3 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY Tahun 2017-2022.
Menurut Murti, kenaikan angka kemiskinan di DIY pada Maret 2020 tak bisa dilepaskan dari pandemi Covid-19. Hal ini karena pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan DIY. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi DIY pada triwulan pertama tahun 2020 pun minus 0,17 persen.
Pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan DIY.
”Perekonomian DIY, kan, lebih dibangkitkan sektor pariwisata. Sementara karena pandemi Covid-19, sektor pariwisata lumpuh total. Ini semua akan berdampak pada kemiskinan,” tuturnya.
Murti menambahkan, pertumbuhan ekonomi DIY pada triwulan pertama tahun 2020 lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan pertama 2020 sebesar 2,97 persen. ”Kalau triwulan pertama ekonomi nasional masih mampu tumbuh positif, DIY sudah minus. Jadi, wajar kalau kemiskinannya naik,” katanya.
Menurut Murti, pertumbuhan ekonomi DIY kemungkinan masih akan minus pada triwulan kedua tahun 2020. Hal ini karena dampak ekonomi pandemi Covid-19 justru akan lebih terasa pada triwulan kedua dibandingkan triwulan pertama. Dengan kondisi itu, angka kemiskinan kemungkinan bakal kembali naik.
Apalagi, sampai saat ini, sektor pariwisata di DIY belum pulih meski sejumlah obyek wisata dan hotel sudah kembali dibuka. Selain itu, aktivitas perkuliahan di kampus-kampus di DIY juga belum kembali normal sehingga kegiatan perekonomian yang digerakkan sektor pendidikan belum pulih.
”Selain oleh pariwisata, DIY juga digerakkan sektor pendidikan. Sementara kampus-kampus belum ada kepastian kapan mau mulai kuliah offline (tatap muka). Selama masih kuliah online (daring), mahasiswa ada di daerah masing-masing sehingga kos-kosan, laundry (jasa cuci pakaian), dan warung makan sekitar kampus tidak hidup,” papar Murti.
Aktivitas perkuliahan di kampus-kampus di DIY juga belum kembali normal sehingga kegiatan perekonomian yang digerakkan sektor pendidikan belum pulih.
Revisi target
Dengan kondisi tersebut, Murti berpendapat target penurunan angka kemiskinan di DIY perlu direvisi. ”Target itu harus direvisi total dan ibaratnya mulai dari nol lagi,” ungkapnya.
Apalagi, peningkatan angka kemiskinan pada Maret 2020 itu memutus tren penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di DIY pada Maret 2016 sampai September 2019. Persentase penduduk miskin DIY pada Maret 2020 juga mendekati kondisi September 2017 yang sebesar 12,36 persen. Bahkan, jumlah penduduk miskin DIY pada Maret 2020 lebih banyak dibandingkan September 2017 yang sebesar 466.330 orang.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Ardito Bhinadi, juga berpendapat target penurunan angka kemiskinan di DIY sulit dicapai. Menurut Ardito, tanpa pandemi Covid-19 saja, target penurunan persentase penduduk miskin menjadi 7 persen pada 2022 sulit dipenuhi.
”Sebenarnya tanpa pandemi Covid-19, target itu sangat-sangat berat. Ini karena turunnya angka kemiskinan hanya sedikit setiap tahun,” ujar Ardito.
Ardito menambahkan, setelah pandemi Covid-19, target penurunan kemiskinan tersebut menjadi kian sulit dicapai. Apalagi, kondisi perekonomian kemungkinan baru bisa benar-benar pulih pada 2022.
”Tahun depan pun belum akan sepenuhnya pulih. Baru tahun 2022 paling cepat karena untuk kasus-kasus wabah, butuh dua tahun untuk ekonomi kembali pulih,” ungkap Ardito.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengakui target penurunan persentase penduduk miskin menjadi 7 persen pada 2022 sulit tercapai. Hal ini karena angka kemiskinan di DIY pada 2020 justru meningkat akibat pandemi Covid-19.
”Ya jelas kami sulit mencapai target itu. Lha wong tahun 2020 angka kemiskinan DIY cukup tinggi dan meningkat dibandingkan sebelumnya. Jadi, kalau tahun 2022 ingin sampai pada angka 7 persen, tentu berat,” tutur Kadarmanta.
Oleh karena itu, Kadarmanta menyebut Pemda DIY akan melakukan rasionalisasi target penurunan persentase penduduk miskin yang tercantum dalam RPJMD DIY 2017-2022. Rasionalisasi akan dilakukan mengacu sejumlah indikator ekonomi setelah adanya pandemi Covid-19. Namun, besaran angka target baru tersebut belum bisa dipastikan.
”Target-target dalam RPJMD harus kami rasionalisasi kembali dengan indikator-indikator dampak Covid-19,” ujarnya.
Menurut Kadarmanta, saat ini yang terpenting adalah mendorong kembali pertumbuhan ekonomi di DIY. Dengan mendorong pertumbuhan ekonomi, diharapkan penghasilan warga di kalangan menengah ke bawah bisa bertambah sehingga angka kemiskinan menurun. ”Saat ini yang penting untuk dikejar adalah tumbuh kembali,” katanya.