Penanganan aspek kesehatan dan program bantuan sosial bagi masyarakat tetap merupakan kunci utama keberhasilan pemulihan ekonomi nasional.
Oleh
AGNES THEODORA/KARINA ISNA IRAWAN
·5 menit baca
Penanganan aspek kesehatan dan program bantuan sosial bagi masyarakat tetap merupakan kunci utama keberhasilan pemulihan ekonomi nasional. Program perbaikan ekonomi tidak akan maksimal selama konsumsi masyarakat masih rendah dan kepercayaan dunia usaha belum pulih akibat pengendalian Covid-19 yang tidak maksimal.
Sebagai bekal pemulihan ekonomi secara jangka panjang, pemerintah, melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, diminta tetap memprioritaskan penanganan kesehatan serta memulihkan daya beli masyarakat melalui skema program bantuan langsung tunai.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W Kamdani, Rabu (22/7/2020), pengusaha menyambut baik pembentukan komite baru yang menggabungkan penanganan kebijakan kesehatan dan ekonomi.
Komite itu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tanggal 20 Juli 2020. Komite tersebut terdiri dari Komite Kebijakan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, serta Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.
Ketua Pelaksana Komite adalah Menteri BUMN Erick Thohir, sedangkan Ketua Komite Kebijakan adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Sementara, Satgas Penanganan Covid-10 diketuai Doni Monardo (Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana) serta Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional diketuai Budi Gunadi Sadikin (Wakil Menteri BUMN).
Meski demikian, menurut Shinta, diperlukan strategi yang lebih terukur untuk menjaga perekonomian sembari memerangi virus. Sebab, penanganan kesehatan tetap jadi kunci utama yang menentukan pemulihan ekonomi.
”Penanganan kesehatan itu tetap kunci. Kalau kita tidak bisa mengendalikan Covid-19, ekonomi tetap akan lebih lama pulihnya,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
Aspek penting lain untuk memulihkan ekonomi secara jangka panjang adalah mendorong permintaan. Saat ini, ujarnya, permintaan masih rendah sehingga meskipun kegiatan ekonomi dibuka dan pembatasan sosial dilonggarkan, dampaknya tidak terlalu signifikan.
”Kami minta pemerintah mengeluarkan stimulus untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong belanja pemerintah. Kita tidak bisa mengontrol permintaan dari luar negeri, tetapi kalau permintaan dalam negeri itu, kan, masih di dalam kendali kita,” katanya.
Aspek penting lain untuk memulihkan ekonomi secara jangka panjang adalah mendorong permintaan.
Sebelumnya, pemerintah menegaskan, pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional oleh Presiden Joko Widodo tidak dimaksudkan untuk mendahulukan kepentingan ekonomi. Komite dibentuk untuk menyinergikan kebijakan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19.
”Kesehatan tetap prioritas. Sebab, dengan sehat, persoalan ekonomi menjadi lebih mudah penanganannya. Jadi, dua-duanya mendapatkan penekanan yang sama,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo dalam jumpa wartawan yang disiarkan secara virtual dari Kantor Presiden.
Keputusan membentuk komite itu, kata Pramono, diambil karena Presiden melihat persoalan kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan dalam penanganan Covid-19. Pengalaman sejumlah negara menjadi pelajaran bagi pemerintah. Tidak sedikit negara yang lebih mengutamakan penanganan kesehatan pada akhirnya menghadapi persoalan ekonomi yang kompleks, bahkan sampai mengalami resesi.
Bantuan langsung tunai
Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri, mengatakan, kendati kegiatan ekonomi sudah dibuka bertahap, situasi perekonomian belum normal. Kunjungan ke pusat perbelanjaan atau toko relatif masih rendah atau kurang dari 50 persen dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
Laporan mobilitas penduduk per 12 Juli 2020 yang dirilis Google menyebutkan, kegiatan ekonomi sudah berjalan, tetapi masih 20 persen di bawah normal. Geliat di sektor makanan dan obat-obatan juga 23 persen di bawah normal. Penduduk yang bekerja dari rumah mulai berkurang dibandingkan dengan Maret.
Di tengah kondisi itu, efektivitas stimulus dunia usaha tetap terbatas karena tidak ada permintaan. Produktivitas perusahaan yang rendah, misalnya, membuat tidak ada urgensi mengajukan insentif pajak.
Oleh karena itu, menurut dia, jalan panjang pemulihan ekonomi nasional mesti diawali dengan menumbuhkan daya beli masyarakat terlebih dahulu.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) dana desa per 21 Juli 2020 mencapai Rp 10,83 triliun atau meliputi 98 persen dari target 74.877 desa. Sejauh ini, mayoritas penerima BLT adalah masyarakat miskin yang seharusnya mendapat jaring pengaman sosial.
Jalan panjang pemulihan ekonomi nasional mesti diawali dengan menumbuhkan daya beli masyarakat terlebih dahulu.
Sementara, berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penyerapan insentif dunia usaha per 17 Juli 2020 baru Rp 13,53 triliun atau 11,22 persen dari pagu.
Chatib mengatakan, untuk menggerakkan perekonomian, program bantuan langsung tunai sebaiknya tidak hanya diberikan kepada penduduk miskin, tetapi penduduk kelas menengah ke bawah sebagai penggerak konsumsi masyarakat. Kelompok itu kini juga ikut merasakan dampak Covid-19 akibat pendapatan yang merosot serta sumber nafkah yang hilang di tengah sejumlah kasus pemutusan hubungan kerja dan pekerja yang dirumahkan tanpa upah.
Dalam jangka panjang, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia, bukan sebaliknya. Jika konsumsi tumbuh, investasi pada triwulan depan dipastikan ikut tumbuh.
”Jadi, perlu dievaluasi lagi apakah insentif dunia usaha efektif atau tidak. Kalau tidak efektif, alihkan saja sebagian dananya untuk bantuan langsung tunai,” kata Chatib.
Menjaga daya beli
Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin mengatakan, garis besar program pemulihan ekonomi nasional adalah menjaga ketersediaan lapangan kerja dan menjaga kemampuan belanja masyarakat. Oleh karena itu, program-program seperti bantuan sosial, program padat karya, dan program lain untuk menjaga pendapatan pekerja akan diprioritaskan.
Meski demikian, komite masih menyusun program kerja. ”Ekonomi dan kesehatan harus berjalan seiring. Kita juga tidak mau normal baru disalahartikan masyarakat melakukan kegiatan secara bebas tanpa disiplin protokol,” katanya.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kendati komite sudah dibentuk, pada akhirnya implementasi dan realisasi kebijakan tetap bergantung pada langkah kementerian teknis. Selama ini, koordinasi lintas kementerian/lembaga serta menjadi sebagian penghambat realisasi sejumlah program pemulihan ekonomi nasional.
Tanpa perbaikan koordinasi, pembentukan komite baru diragukan akan membawa terobosan. ”Kalau hanya dalam bentuk ucapan dan program di atas kertas, tidak akan berjalan. Masalah utama koordinasi dan kerja cepat kementerian teknis tetap jadi penentu berbagai program pemulihan ekonomi ke depan,” kata Piter.