Tidak Semua Pengusaha Kecil Cepat Beradaptasi di Era Pandemi
Adaptasi digital berhadapan dengan tingkat literasi para pelaku UMKM dan petani yang rendah. Padahal, teknologi digital punya celah untuk membantu mereka dari segi pemasaran dan permodalan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dan petani kesulitan menggunakan teknologi digital saat pandemi Covid-19. Hal ini terjadi karena literasi digital kelompok warga ini masih rendah. Padahal, teknologi digital dapat menjadi penolong mereka memasarkan produk hingga mencari permodalan.
Hal itu mengemuka dalam sesi webinar bertema ”Menciptakan Ketangguhan UMKM Perempuan dan Petani” dari perusahaan sosial Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB Foundation), Rabu (29/7/2020). Pendiri YCAB Foundation Veronica Colondam menuturkan, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pertanian pangan yang diunggulkan negara selalu mengalami masalah klasik soal produktivitas.
”Saya pikir kedua sektor ini selalu bermasalah dalam perihal produktivitas. Padahal, sejumlah teknologi digital saat ini dapat membantu mereka untuk menemukan pasar yang tepat dan akses permodalan,” ujar Vera.
Kebutuhan adaptasi digital tersebut pun semakin mendesak saat pandemi Covid-19. Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Barat Atalia Ridwan Kamil, dalam webinar, bercerita bahwa banyak usaha di daerah terpuruk. Produk kerajinan tidak laku dan sebagian besar tutup, sedangkan harga sebagian produk pangan juga sempat melonjak karena jumlah permintaan.
Atalia mengatakan, sejumlah gerai produk kerajinan dari Dekranasda pun tutup karena dampak pandemi Covid-19. Kondisi yang tidak bisa ditampik adalah daya beli masyarakat yang menurun dan berprioritas pada kebutuhan primer.
Walakin, sejumlah sektor, seperti penjualan ritel dan produk pangan, meningkat. Atalia menekankan agar para pelaku UMKM dan petani bisa memanfaatkan teknologi digital untuk menemukan pasar konsumen yang lebih luas.
”Hal yang menjadi permasalahan adalah tidak semua kalangan mampu untuk menjangkau teknologi, baik dari akses maupun edukasinya. Sebab, tidak semua terkoneksi dengan teknologi sehingga perlu banyak sekali pendekatan,” kata Atalia.
Tanijoy, perusahaan rintisan digital untuk pendanaan pertanian, juga melihat fenomena serupa. CEO Tanijoy Muhammad Nanda Putra menjelaskan, ada pergeseran pesanan produk pangan yang terjadi saat pandemi Covid-19. Ketika sektor hotel, restoran, dan katering (horeka) tidak dapat membeli produk pangan yang sudah mulai panen, sebagian pesanan justru berpindah ke sektor ritel.
Menurut Nanda, kondisi tersebut dapat dipahami karena permintaan produk pangan tersebut berasal dari sektor perumahan warga. Jumlah permintaan tersebut belum banyak hingga menutupi permintaan sektor horeka. Namun, skema penjualan produk secara digital semestinya bisa melancarkan permintaan itu.
”Permintaan produk pangan yang kami lihat sejauh ini meningkat empat kali lipat dari permintaan sektor hotel dan restoran. Hal tersebut mestinya bisa ditingkatkan melalui pemasaran digital,” ucapnya.
Selain itu, perusahaan rintisan digital untuk pendanaan pertanian juga terus bermunculan. Kanal penandaan semacam ini baik untuk membantu para petani.
Menurut Ketua Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi, digitalisasi menjadi faktor kunci agar UMKM bisa bertahan dan berkembang di tengah pandemi Covid-19. Namun, pelaku UMKM tidak bisa diharapkan terjun ke ekosistem digital tanpa pendampingan dan pelatihan.
”UMKM lebih fleksibel merespons perubahan dibandingkan korporasi besar. Namun, UMKM sering kali kalah dari segi kapasitas, kualitas, dan akses pasar,” kata Samsul (Kompas, 29/7/2020).
Bantuan pemerintah
Sementara pemerintah mulai mengalokasikan Rp 123,46 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM. Program pemulihan mencakup pemberian subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi kredit, penjaminan modal kerja, insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM, belanja imbal jasa penjaminan, dan pembiayaan investasi kepada korporasi.
Data Kementerian Keuangan, realisasi stimulus UMKM hingga 22 Juli 2020 mencapai Rp 30,21 triliun atau 25,3 persen dari pagu. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu, penyerapan anggaran stimulus UMKM cukup baik.
Selain stimulus, pemerintah juga menggelar sejumlah program untuk membantu UMKM di tengah pandemi. Kementerian Koperasi dan UKM, misalnya, menggelar pelatihan manajerial, vokasional, dan kewirausahaan melalui e-learning di edukumkm.id. Ada pula program Kakak Asuh untuk UMKM, Belanja di Warung Tetangga, Masker untuk Semua, dan pembelian produk UMKM.
Terkait itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, berbagai stimulus harus segera diserap agar UMKM tidak semakin tertekan akibat Covid-19. Sebab, UMKM justru menjadi pihak yang terdampak paling awal selama pandemi Covid-19.