Kasus Melonjak, Pengelola Mal Cemas dan Industri Perlu Lindungi Pekerja
Lonjakan kasus Covid-19 membuat pengelola pusat perbelanjaan cemas karena masyarakat kembali membatasi diri berpergian. Sementara, pekerja meminta pengusaha melindungi para pekerja dari penularan Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi harus dibarengi dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. Jika kedua hal itu dapat dilakukan secara konsisten, pemulihan ekonomi dapat tercapai tanpa harus mengorbankan kesehatan masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja mengatakan, pelaksanaan protokol kesehatan yang tidak konsisten dan tidak disiplin membuat pemulihan ekonomi berjalan lambat. Pemerintah harus mempersiapkan segala fasilitas terkait protokol kesehatan dengan baik, serta bersikap tegas terhadap segala pelanggaran.
”Yang jadi masalah saat ini adalah pelaksanaan protokol kesehatan yang tidak disiplin dan tidak konsisten sehingga menyebabkan kasus postif Covid-19 terus meningkat, dan pemulihan ekonomi berjalan sangat lambat,” katanya, Rabu (2/9/2020).
Yang jadi masalah saat ini adalah pelaksanaan protokol kesehatan yang tidak disiplin dan tidak konsisten sehingga menyebabkan kasus postif Covid-19 terus meningkat, dan pemulihan ekonomi berjalan sangat lambat.
Menurut Alphonsus, sekalipun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan, pertumbuhan ekonomi bisa tidak langsung bergerak cepat. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh dunia usaha karena pokok permasalahannya adalah daya beli yang menurun.
Di Jabodetabek, hingga Agustus 2020, rata-rata tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta masih di 30-40 persen dari kondisi normal, dengan tingkat penjualan 60-70 persen. Sementara di kawasan non-CBD dan Bodetabek, rata-rata tingkat kunjungan 40-50 persen, dan tingkat penjualan 30-40 persen.
”Dunia usaha saat ini hanya berupaya untuk bertahan sampai dengan nanti perekonomian mulai gerak kembali,” katanya.
Alphonsus menambahkan, tantangan terberat adalah tidak semua dunia usaha dapat bertahan karena kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, upaya peningkatan daya beli harus dilakukan secara bersamaan dengan stimulus ataupun relaksasi terhadap dunia usaha agar bisa tetap bertahan sampai perekonomian mulai bergerak pulih.
”Pemerintah masih harus terus memberikan stimulus dan bantuan sosial sepanjang perekonomian masih belum pulih. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan sangat membahayakan perekonomian nasional,” ujarnya.
Dewan Penasihat APPBI dan juga Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Stefanus Ridwan menegaskan, pelonggaran PSBB membuat tingkat kunjungan ke mal meningkat, tetapi durasi kunjungan cenderung lebih singkat. Pengunjung cenderung ke mal hanya untuk kepentingan belanja.
”Pelonggaran PSBB membuat usaha-usaha mulai buka dan pembelian ada kenaikan. Akan tetapi, kenaikan tidak terlalu banyak,” katanya.
Ia menilai penambahan kasus Covid-19 secara nasional menghebat membuat orang takut bepergian, termasuk ke mal. Di sisi lain, daya beli masyarakat terus turun sehingga orang membatasi belanja. Penerapan protokol kesehatan seharusnya disertai dengan sanksi yang memberikan efek jera sehingga kontrol kesehatan semakin baik.
Sejak kasus pertama Covid-19 dideteksi di Indonesia awal Maret 2020, penularannya makin cepat. Butuh hampir tiga bulan dari dua kasus pertama menjadi 50.000 kasus. Namun, untuk berlipat menjadi 100.000 kasus hanya butuh satu bulan dan menjadi 150.000 kasus dalam 25 hari.
Tingginya penularan terlihat dengan tren meningkatnya rasio kasus positif (positivity rate), yaitu perbandingan antara jumlah pemeriksaan dan kasus Covid-19 yang ditemukan. Sepekan terakhir, rasio positif 14,8 persen, jauh di atas ambang aman 5 persen yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sementara itu, aktivitas sektor industri di Indonesia belakangan mulai menggeliat seiring implementasi adaptasi normal baru secara bertahap di masing-masing sektor. Di sisi lain penerapan protokol kesehatan harus ditegakkan karena saat ini masih berada pada masa pandemi Covid-19.
Geliat industri tersebut antara lain terlihat dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis IHS Markit. PMI Manufaktur Indonesia pada Agustus 2020 berada pada level 50,8 atau naik dibandingkan Juli 2020 yang di level 46,9.
”Intinya, memasuki Agustus ini PMI manufaktur Indonesia sudah di atas ambang netral 50. Apalagi PMI di Juni 2020 lalu masih di angka sekitar 39,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sanny Iskandar ketika dihubungi, Rabu.
Sanny menambahkan, implementasi adaptasi kebiasaan baru secara bertahap di kegiatan operasional masing-masing industri dinilai mulai membuka lagi kegiatan ekonomi. Permintaan konsumen pun mulai meningkat, khususnya di pasar domestik, tetapi untuk pasar luar negeri masih tergantung negara tujuan ekspor.
Sektor industri dan perekonomian yang mulai bergerak juga terlihat dari kenaikan angkutan barang berbagai komoditas menggunakan kereta api pada Agustus 2020 dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Volume angkutan batubara, misalnya, pada Agustus 2020 sebanyak 2,8 juta ton atau naik dibandingkan Juli 2020 yang 2,7 juta ton.
”Konsumsi industri yang semakin meningkat membuat angkutan batubara kembali stabil setelah sempat turun pada titik terendah, yaitu hanya 2 juta ton, pada Juni 2020,” kata VP Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero) Joni Martinus melalui siaran pers.
PT KAI mencatat, volume angkutan semen dari 333.000 ton pada Juli 2020 menjadi 368.000 ton pada Agustus 2020. Pada periode sama angkutan peti kemas naik dari 315.000 ton menjadi 339.000 ton, CPO (minyak sawit mentah) naik dari 20.000 ton menjadi 24.000 ton, dan bahan bakar minyak dari 178.000 ton menjadi 181.000 ton.
Perlindungan pekerja
Terkait penyebaran Covid-19 yang masih tinggi, Sanny berpendapat, harus ada ketegasan untuk mencegah penularan. Penerapan protokol kesehatan, seperti pengenaan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak, harus terus disosialisasikan.
Demikian pula upaya lain, seperti penyediaan kendaraan antarjemput karyawan dan pembatasan jumlah karyawan dalam satu ruangan, perlu terus dilakukan. ”Kegiatan pemantauan pun harus dijalankan masing-masing kementerian dan lembaga, khususnya Kementerian Perindustrian yang mengeluarkan IOMKI atau izin operasi mobilitas kegiatan industri,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah merilis aturan kepatuhan industri untuk menjalankan IOMKI. Salah satunya dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
Kalangan pengusaha harus memperhatikan dan mengimplementasikan SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/8/HK.04/V/2020. SE tersebut tentang perlindungan pekerja atau buruh dalam program jaminan kecelakaan kerja pada kasus penyakit akibat kerja karena Covid-19.
Ada pula SE Menteri Perindustrian 7/2020 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Berikutnya adalah SE Menteri Perindustrian 8/2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang Memiliki IOMKI.
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga menekankan, kalangan pengusaha harus memperhatikan dan mengimplementasikan SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/8/HK.04/V/2020. SE tersebut tentang perlindungan pekerja atau buruh dalam program jaminan kecelakaan kerja pada kasus penyakit akibat kerja karena Covid-19.
”Menurut kami, surat edaran menteri tersebut merupakan pedoman bagi pengusaha untuk mengantisipasi munculnya kluster baru Covid-19,” ujarnya.