Investor yang hendak berinvestasi di kawasan transmigrasi bisa menggunakan layanan Sipukat. Sipukat juga berguna bagi pemerintah daerah untuk menyusun rencana pengembangan wilayah mereka.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Pemerataan antarwilayah di Indonesia, khususnya Jawa dengan luar Jawa, menjadi salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Program transmigrasi menjadi instrumen untuk mewujudkan pemerataan tersebut. Sistem Informasi Perta Terpadu Kawasan Transmigrasi atau Sipukat kian memudahkan tujuan pemerataan lewat strategi pengembangan wilayah.
Di Nusantara, transmigrasi memiliki kisah yang panjang sejak era kolonialisme Belanda. Dalam buku Transmigrasi: Masa Doeloe, Kini, dan Harapan ke Depan yang diterbitkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) 2015, diceritakan bahwa perpindahan penduduk pertama kali di Nusantara terjadi pada 1905. Saat itu, sebanyak 155 keluarga dari Kedu, Jawa Tengah, dipindahkan ke Lampung bagian selatan.
Disebutkan di buku tersebut bahwa istilah transmigrasi pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno pada tahun 1927 seperti yang tertulis dalam harian Soeloeh Indonesia. Selanjutnya, dalam Konferensi Ekonomi di Kaliurang, Yogyakarta, bersamaan dengan Rapat Panita Siasat Ekonomi pada 3 Februari 1946, Wakil Presiden Mohammad Hatta menyebutkan pentingnya transmigrasi untuk mendukung pembangunan industrialisasi di luar Jawa.
Di masa Orde Baru, program transmigrasi kian berkembang. Hingga 2015, sebanyak 104 kabupaten dan kota di Indonesia lahir dari permukiman transmigrasi. Sementara 383 permukiman transmigrasi lainnya berkembang menjadi ibu kota kecamatan. Adapun dari 3.055 desa di Indonesia dibangun dari 1.183 permukiman transmigrasi hingga menjadi desa definitif, sedangkan sisanya menjadi bagian desa-desa setempat yang terlebih dahulu ada.
Sejarah membuktikan bahwa program transmigrasi berperan penting terhadap pengembangan kawasan di penjuru Nusantara. Kisah transmigran sukses, maupun munculnya kota-kota baru, adalah saksi bahwa pertumbuhan ekonomi baru tercipta lewat program ini. Untuk mendorong pemerataan pembangunan wilayah di masa kini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi.
Sejarah membuktikan bahwa program transmigrasi berperan penting terhadap pengembangan kawasan di penjuru Nusantara.
Optimalisasi potensi
Untuk memudahkan program pengembangan wilayah tersebut, Kementerian Desa PDTT meluncurkan aplikasi yang disebut sebagai Sipukat pada 2019. Sipukat adalah aplikasi berbasis laman yang berisikan informasi tentang kawasan transmigrasi, meliputi potensi, komoditas unggulan, ataupun badan usaha milik desa (BUMDes) di suatu wilayah. Sipukat menyediakan informasi cepat dan akurat yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
”Investor yang hendak berinvestasi di kawasan transmigrasi bisa menggunakan layanan Sipukat. Tinggal klik di laman sipukat.kemendesa.go.id, akan tampak suatu wilayah transmigrasi berikut peta detailnya, potensi di wilayah tersebut, luas wilayah, dan lain sebagainya,” ujar Kepala Sub-Direktorat Identifikasi dan Informasi Potensi Kawasan pada Kementerian Desa PDTT Diah Eka Poespaningroem, yang sekaligus pembuat aplikasi Sipukat, saat dihubungi, Kamis (3/9/2020).
Tak hanya memudahkan calon investor, lanjut Diah, Sipukat juga berguna bagi pemerintah daerah untuk menyusun rencana pengembangan wilayah mereka. Sipukat berupa peta digital detail yang berisikan informasi tentang tata ruang, profil kawasan, termasuk komoditas unggulan. Di kalangan akademisi, Sipukat sudah dijadikan obyek pembelajaran, khususnya di bidang geografi dan pengembangan wilayah.
Investor yang hendak berinvestasi di kawasan transmigrasi bisa menggunakan layanan Sipukat. Sipukat juga berguna bagi pemerintah daerah untuk menyusun rencana pengembangan wilayah mereka.
Lalu, apa manfaat Sipukat bagi transmigran? Diah menuturkan bahwa aplikasi yang dikembangkannya tersebut bersifat interaktif. Transmigran bisa memasukkan data potensi atau komoditas unggulan di wilayah masing-masing ke dalam aplikasi ini. Dengan cara tersebut, transmigran memiliki wadah untuk memasarkan komoditas unggulan yang mereka miliki.
”Manfaatnya dari segi pemasaran. Dengan demikian, tak menutup kemungkinan Sipukat bisa menjadi medium pemasaran komoditas unggulan yang dihasilkan oleh transmigran. Kami sudah meneken nota kerja sama dengan salah satu perusahaan pemasaran daring terkait rencana pemasaran komoditas unggulan dari transmigran,” tutur Diah.
Sementara itu, dalam siaran pers, Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, untuk pengembangan kawasan transmigrasi di Indonesia, ada dua cara yang ditempuh. Cara tersebut adalah, pertama, dengan merespons permintaan daerah yang menginginkan wilayahnya dijadikan kawasan transmigrasi. Kedua, dengan progran intenfisikasi potensi yang sudah ada di kawasan transmigrasi.
”Kami menunggu usulan dari bupati yang menginginkan kawasannya dijadikan kawasan transmigrasi. Ketika lahannya sudah siap, kami akan membantu memobilisasi perpindahan tersebut, baik yang dari dalam provinsi maupun dari luar provinsi,” ucap Abdul Halim.
Untuk cara kedua, lanjut Abdul Halim, intensifikasi dilakukan untuk menaikkan produktivitas komoditas unggulan di kawasan transmigrasi. Ia mencontohkan, apabila suatu wilayah menghasilkan produk pertanian sebanyak 3 ton per tahun, pemerintah akan meningkatkan menjadi 6 ton per tahun. Program tersebut menjadi bagian untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia.
Sipukat adalah cara mudah bagi siapa pun yang berminat untuk mendukung pengembangan kawasan transmigrasi di Indonesia. Termasuk bagi mereka yang sudah lelah hidup berimpitan di Jawa dan ingin mencoba kehidupan baru di kawasan transmigrasi. Sipukat adalah pintunya.