Covid-19 Belum Terkendali, Pemulihan Ekonomi Indonesia Lambat
Indonesia dinilai belum berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. Situasi ini menempatkan Indonesia pada risiko pemulihan ekonomi yang berjalan lambat dibandingkan dengan negara-negara lain.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menghadapi risiko pemulihan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Penyebabnya, kurva kasus positif Covid-19 yang belum melandai, menyertai berbagai permasalahan kronis yang sudah ada sebelum pandemi.
Risiko trajektori atau lintasan pemulihan ekonomi yang berbeda ini mesti diwaspadai.
Dalam laporan prospek ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik yang dirilis Selasa (29/9/2020), Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menjadi negatif 1,6 persen. Bank Dunia menyebutkan skenario terburuk hingga minus 2 persen dalam laporan itu.
Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan kembali tumbuh positif, yakni berkisar 3-4 persen, pada 2021. Namun, perbaikan ekonomi sangat bergantung pada keberhasilan Indonesia menangani Covid-19 dan mereformasi perekonomian domestik.
Pada proyeksi Juli 2020, Indonesia masih bisa tumbuh 0 persen pada tahun ini.
Laporan Bank Dunia menyebutkan, hampir semua negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh minus pada tahun ini. Pengecualian berlaku pada Vietnam, yang diprediksi tumbuh 1,5-2,8 persen.
Namun, perbaikan ekonomi sangat bergantung pada keberhasilan Indonesia menangani Covid-19 dan mereformasi perekonomian domestik.
Perekonomian kawasan Asia Pasifik dan Timur di luar China diproyeksikan terkontraksi 3,5-4,8 persen, tetapi pada 2021 diperkirakan kembali positif 3,4-5,1 persen.
Bank Dunia menyoroti ketidakpastian prospek pemulihan ekonomi di Indonesia dan Filipina, yang dinilai belum berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo memaparkan, penanganan Covid-19 bukan satu-satunya masalah yang memperlambat pemulihan ekonomi. Indonesia juga dihadapkan pada sejumlah persoalan pascakrisis keuangan Asia 1997-1998. Masalah yang berisiko memperlambat pemulihan ekonomi tersebut di antaranya kontribusi sektor manufaktur yang merosot, tidak terlibat aktif dalam rantai nilai global, dan kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) yang rendah.
”Jika Indonesia memanfaatkan kesempatan selama pandemi untuk melaksanakan reformasi yang lebih dalam, akan sangat baik bagi perekonomian,” ujar Mattoo.
Jaminan perlindungan
Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia Ralph van Doorn menambahkan, Indonesia tengah mereformasi sejumlah regulasi. Akan tetapi, beberapa langkah reformasi itu justru menjadi isu yang sensitif, misalnya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Padahal, hal terpenting dalam setiap reformasi adalah menjamin perlindungan sosial bagi masyarakat. Apalagi, akibat Covid-19 dalam jangka panjang berisiko mengurangi pertumbuhan ekonomi kawasan sebesar 1 persen per tahun selama satu dekade.
Padahal, hal terpenting dalam setiap reformasi adalah menjamin perlindungan sosial bagi masyarakat.
Situasi ini berdampak paling besar terhadap keluarga miskin dengan keterbatasan akses layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan keuangan.
Mattoo menuturkan, Indonesia, seperti halnya negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik, akan menghadapi ancaman peningkatan kemiskinan.
”Prioritas saat ini menjamin sekolah aman untuk menjaga modal manusia, memperluas basis pajak yang sempit untuk menghindari pemotongan investasi publik, dan mereformasi sektor-sektor layanan yang dilindungi untuk mendapatkan manfaat dari berbagai peluang digital yang muncul,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perekonomian RI ditargetkan tumbuh 5 persen dalam UU APBN 2021. Namun, target pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pengendalian Covid-19, penemuan dan distribusi vaksin, serta persaingan tekanan global antara Amerika Serikat dan China.
Pemerintah menggunakan instrumen fiskal untuk memitigasi risiko dan memulihkan kondisi ekonomi. Pemerintah akan menjaga momentum pemulihan ekonomi pada 2021 dengan tetap melonggarkan defisit APBN 2021 sebesar 5,7 persen. Selain itu, beberapa prioritas belanja dipertahankan, termasuk program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
”Konsolidasi fiskal tidak akan terburu-buru agar pemulihan ekonomi tidak terdisrupsi,” kata Sri Mulyani.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, berpendapat, target pertumbuhan ekonomi pada 2021 terlalu optimistis. Sebab, tahun depan adalah masa transisi yang fokus pada pengendalian virus dan pelaksanaan vaksinasi.
Pemerintah sebaiknya fokus melindungi masyarakat agar bertahan di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi tinggi jangan dijadikan target utama. ”Perekonomian tumbuh positif saja sudah bagus berapa pun angkanya. Yang penting, ada sinyal perbaikan,” kata Teguh.