Kondisi perekonomian global membaik akibat sentimen negatif yang berkurang. Namun, pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 akan lebih lambat dari perkiraan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fundamen perekonomian domestik mesti diperkuat untuk mendukung dampak perbaikan kondisi global. Dengan cara itu, risiko volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi rendah yang membayangi perekonomian Indonesia pada 2021 bisa ditekan.
Perbaikan kondisi perekonomian global, antara lain, didukung sentimen pasar modal dan keuangan global pascakemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Sentimen negatif dari perang dagang AS-China diperkirakan berkurang.
Perbaikan juga didukung penemuan vaksin Covid-19 yang memberi harapan. Arus modal yang semula bergerak ke saham teknologi kini kembali mengarah ke saham konvensional, termasuk kesehatan dan produk farmasi.
”Secara keseluruhan, dampak ke pasar modal akan lebih positif pada 2021 kendati belum kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19,” kata Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual dalam webinar bertema ”Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi” yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (18/11/2020).
Kondisi global diperkirakan lebih kondusif karena era suku bunga rendah diperkirakan masih akan berlangsung dalam beberapa tahun mendatang. Era suku bunga rendah didukung inflasi global yang juga rendah. Inflasi rendah ini dipengaruhi peningkatan inovasi digital dan penggunaan teknologi.
Menurut David, perbaikan kondisi global berdampak positif terhadap pasar modal dan keuangan Indonesia. Ia mencontohkan, arus modal masuk ke pasar obligasi setelah Biden memenangi pilpres AS mencapai 800 juta dollar AS, sedangkan ke pasar saham sekitar 350 juta dollar AS. Surplus neraca modal diharapkan dapat menutup defisit neraca perdagangan.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menuturkan, perbaikan kondisi global harus didukung penguatan fundamen ekonomi domestik. Penguatan fundamen ekonomi tidak terlepas dari efektivitas pengendalian pandemi Covid-19.
Jika pengendalian Covid-19 tidak efektif, risiko volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi rendah akan membayangi sektor keuangan Indonesia pada 2021.
Menurut dia, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS saat ini tidak akan berlangsung lama. Ia membandingkan, nilai tukar rupiah paling fluktuatif dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara tetangga di ASEAN.
”Nilai tukar beberapa negara sudah kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19, sedangkan Indonesia belum. Pengendalian Covid-19 merupakan kunci stabilitas,” ujar Eko.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu, nilai tukar Rp 14.118 per dollar AS. Adapun dalam asumsi makro APBN 2021, nilai tukar Rp 14.600 per dollar AS.
Nilai tukar rupiah paling fluktuatif dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara tetangga di ASEAN.
Eko menambahkan, fundamen ekonomi yang belum kuat juga tecermin dari kenaikan cadangan devisa yang dipengaruhi peningkatan pinjaman luar negeri, bukan kinerja ekspor. Pemerintah dan otoritas moneter mesti mengantisipasi kondisi ini karena investor kerap melihat kerentanan suatu negara melalui perbandingan cadangan devisa dengan utang luar negeri.
Mengutip laman BI, cadangan devisa Indonesia per akhir Oktober 2020 sebesar 133,663 miliar dollar AS. Nilai tersebut setara dengan 9,7 bulan impor atau 9,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Pemulihan ekonomi
David menyampaikan, pola pemulihan ekonomi saat ini masih menimbulkan perdebatan. Di kalangan ekonom, sekitar 70 persen berpendapat pemulihan ekonomi akan terjadi sesaat, diikuti stagnasi perekonomian dalam jangka pendek. Adapun 20 persen ekonom menilai pemulihan ekonomi Indonesia akan menyerupai tanda centang.
”Mereka yang berpendapat pemulihan akan berbentuk V atau U hanya sekitar 0-5 persen,” kata David.
Pemulihan ekonomi lebih lambat dari perkiraan karena banyak negara mengalami gelombang kedua pandemi Covid-19. Akibatnya, pembatasan sosial dan karantina wilayah kembali diterapkan secara parsial. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi kondisi perekonomian.
Pola pemulihan ekonomi saat ini masih menimbulkan perdebatan.
Pelaksana Tugas Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan, pemulihan ekonomi Indonesia turut dipengaruhi pemulihan ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar. Kondisi ini akan mendorong ekspor energi dan mineral dari Indonesia ke China, terutama batubara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang diolah Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan Indonesia-China pada September 2020 sebesar 50,27 miliar dollar AS.