Barang Bergejolak Kontributor Utama Inflasi November 2020
Badan Pusat Statistik mencatat inflasi 0,28 persen pada November 2020. Kelompok bergejolak atau ”volatile food” memberikan andil 0,21 persen pada inflasi bulan lalu.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pada November 2020 dipicu oleh kenaikan harga barang bergejolak seperti bahan pangan. Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi pada November 2020 mencapai 0,28 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Harga sejumlah komoditas pangan seperti telur dan daging ayam ras serta cabai tercatat naik pada periode tersebut. ”Penyebab utama inflasi bulan (November) ini ialah komponen barang bergejolak,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto dalam konferensi pers, Selasa (1/12/2020).
Berdasarkan komponennya, inflasi barang bergejolak pada November 2020 mencapai 1,31 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Andil komponen ini mencapai 0,21 persen.
Adapun komponen lain, yakni komponen inti, inflasinya tercatat 0,06 persen, sementara komponen harga diatur pemerintah inflasinya 0,16 persen. Sementara andil komponen inti dalam inflasi November 2020 mencapai 0,04 persen, sementara andil harga diatur pemerintah 0,03 persen.
Berdasarkan pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi tertinggi pada November 2020, yakni 0,86 persen secara bulanan. Andilnya menyentuh angka 0,22 persen. Komoditas yang menyumbang inflasi pada kelompok ini adalah telur dan daging ayam ras, cabai merah, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, cabai rawit, dan tomat.
Pada awal November 2020, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, rata-rata harga daging ayam ras di tingkat pasar tradisonal Rp 34.100 per kilogram (kg). Pada akhir bulan, harganya naik menjadi Rp 35.050 per kg.
Secara keseluruhan, inflasi pada November 2020 mencapai 1,59 persen dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Sementara menurut tahun kalender (ytd), inflasi mencapai 1,23 persen terhadap posisi Desember 2019.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengadakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Barang Kebutuhan Pokok menjelang Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, terdapat potensi kenaikan permintaan barang kebutuhan pokok jelang akhir tahun.
Akan tetapi, potensi tersebut berhadapan dengan kondisi rendahnya harga di tingkat petani selama pandemi Covid-19. Dalam jangka menengah, rendahnya harga di tingkat petani berpotensi menyebabkan penurunan pasokan karena insentif untuk berproduksi berkurang. Situasi ini mesti diantisipasi dari jauh-jauh hari.
Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania, mengatakan, harga komoditas pangan berpotensi naik pada 2021. Pandemi Covid-19 yang belum kunjung reda menjadi salah satu penyebabnya.
Selain itu, berkaca pada pergerakan harga pada tahun-tahun sebelumnya, sejumlah provinsi mengalami defisit sejumlah komoditas pangan, seperti beras, jagung, gula, cabai, bawang putih, bawah merah, dan telur. Defisit cenderung terjadi pada awal tahun hingga periode Ramadhan-Lebaran.