Ekspor Ikan Beku Indonesia ke China Terancam Embargo
Ekspor produk perikanan Indonesia ke China terancam dihentikan sementara jika kasus temuan jejak virus korona tipe baru kembali ditemukan. Penerapan protokol kesehatan hulu-hilir produk perikanan mesti diperketat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus temuan jejak virus korona tipe baru pada produk dan kemasan produk perikanan asal Indonesia terjadi berulang. Akibatnya, ekspor produk perikanan beku Indonesia terancam dihentikan sementara atau diembargo oleh otoritas China.
Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) kembali mendeteksi dua kasus kontaminasi virus penyebab Covid-19 pada kemasan produk ikan asal Indonesia pada 2 Desember 2020. Dengan demikian, ada lima kasus serupa. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terbanyak dalam temuan kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada produk perikanan yang dikirim ke China.
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Widodo Sumiyanto menjelaskan, pihaknya menerima notifikasi dari GACC terkait jejak virus korona tipe baru pada sampel kemasan produk ikan yang dikirim PT CKA yang berdomisili di Sumatera Utara dan PT SFI yang berlokasi di Jawa Timur. Perusahaan itu masing-masing mengirim satu kontainer berkapasitas 25 ton.
Dalam perundingan RI-China yang alot, Rabu (2/12/2020), China masih memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mengekspor ikan ke ”Negeri Tirai Bambu” dengan sejumlah persyaratan ketat. Adapun Indonesia menjanjikan pengendalian hulu-hilir perikanan. Pekan lalu, saat merilis temuan kasus ketiga kontaminasi virus korona tipe baru, otoritas China telah memberi peringatan untuk menghentikan pengiriman ikan beku dari Indonesia jika kasus berulang.
”Ini ancaman serius. Perusahaan tidak boleh main-main dengan jaminan mutu. Hanya perusahaan berdaya saing dengan penerapan jaminan mutu yang akan eksis. Pemerintah Indonesia akan bertindak sangat serius,” kata Widodo.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, volume ikan Indonesia terbesar diekspor ke China. Pada Januari-Agustus 2020, sebanyak 663 perusahaan pengolahan ikan mengekspor produk perikanan ke China. Dari 663 perusahaan, sebanyak 94 perusahaan sudah dibekukan izinnya karena tidak menerapkan jaminan mutu dan standar keamanan pangan.
Saat merilis temuan kasus ketiga kontaminasi virus korona tipe baru, otoritas China telah memberi peringatan untuk menghentikan pengiriman ikan beku dari Indonesia jika kasus berulang.
Widodo menambahkan, persyaratan ketat yang ditetapkan otoritas China, di antaranya standar keamanan pangan dan pengendalian perikanan hulu-hilir. Standar itu meliputi proses produksi perikanan tangkap dan budidaya, pengolahan, pengemasan, distribusi, dan logistik. Selain itu, seluruh produk perikanan yang dikirim ke China wajib dievaluasi dengan uji Covid-19. Hanya produk perikanan yang sudah dikendalikan di hulu-hilir yang boleh dikirim ke China.
Ia mengakui, kapasitas Indonesia dalam pengujian Covid-19 terhadap sampel produk perikanan masih belum optimal. Untuk itu, BKIPM-KKP sedang menjajaki kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menguji virus korona tipe baru pada sampel produk perikanan. Selama ini uji Covid-19 terhadap sampel produk perikanan bekerja sama dengan laboratorium IPB University.
Kasus pertama temuan jejak virus korona tipe baru pada September 2020, yakni pada kemasan luar produk ikan layur beku yang dikirim PT PI yang berdomisili di Sumatera Utara. Kasus kedua pada 10 November 2020, GACC mengumumkan temuan kontaminasi virus pada produk ikan bawal beku asal Indonesia yang dikirim PT ALI yang berdomisili di Jawa Timur. Adapun kasus ketiga dirilis pada 26 November 2020, yakni kontaminasi virus pada kemasan produk ikan samge yang dikirim PT AL yang berdomilisi di Tangerang, Banten.
Uji sampel
Widodo menambahkan, pihaknya tengah berupaya menyamakan dengan metode pengujian sampel otoritas China. Sebab, hasil uji sampel terhadap produk perikanan yang akan diekspor ke China tidak mendeteksi jejak virus.
Hingga kini, BKIPM telah menguji 200 sampel. Adapun China menguji 800.000 sampel dengan temuan 18 kasus virus korona tipe baru.
Hasil uji sampel terhadap produk perikanan yang akan diekspor ke China tidak mendeteksi jejak virus.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Dani Setiawan berpendapat, penerapan protokol kesehatan perlu diperhatikan. Sejak awal pandemi, pihaknya mendapat laporan dari jaringan nelayan di sejumlah daerah bahwa anjuran penerapan protokol kesehatan cenderung rendah pada aktivitas penangkapan ikan, pelelangan,pasar, dan kampung nelayan. Penyebabnya, antara lain, informasi terkait dampak penularan Covid-19 belum lengkap.
”Mobilisasi informasi sangat krusial dari pusat dan daerah untuk sosialisasi terkait pencegahan,” katanya.
Anggota Gugus Tugas Covid-19 BKIPM-KKP, Teguh Samudera, menambahkan, kontaminasi virus korona tipe baru dapat terjadi pada semua benda, tidak hanya pada produk perikanan. Oleh karena itu, protokol kesehatan perlu diperketat di seluruh rantai pasok perikanan.
”Protokol kesehatan perlu dibangkitkan lagi. Kita ingatkan kondisi (Covid-19) ini masih rawan. Pelaku usaha jangan jenuh, jangan lelah, dan jangan kendur,” katanya.
Upaya itu, antara lain, pengecekan Covid-19 secara berkala untuk nelayan, sanitasi higienis, serta perilaku konsumen untuk menyeleksi produk perikanan, pencucian, dan memasak dengan sempurna. Pengetatan proses hulu-hilir perikanan juga harus diterapkan untuk produk ikan yang dipasarkan di dalam negeri untuk melindungi konsumen di dalam negeri.