Harga Telur di Padang Melambung Jelang Natal dan Tahun Baru
Harga telur ayam di Kota Padang, Sumatera Barat, melambung menjelang momen Natal dan Tahun Baru 2021. Masyarakat mengeluhkan harga telur yang mahal di tengah kesulitan perekonomian akibat pandemi Covid-19.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Harga telur ayam di Kota Padang, Sumatera Barat, melambung menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2021. Kenaikan harga dipicu meningkatnya permintaan telur dari luar provinsi. Masyarakat mengeluhkan tingginya harga telur di tengah kesulitan perekonomian di masa pandemi Covid-19.
Pantauan Kompas di Pasar Raya Padang, pasar terbesar di Padang, Rabu (16/12/2020), harga telur ayam berkisar Rp 48.000-Rp 50.000 per lapik (1 lapik = 30 butir). Harga telur ayam naik signifikan sekitar sepekan terakhir dari harga Rp 42.000-Rp 44.000 per lapik.
Edi (42), pedagang telur di Blok I Pasar Raya Padang, mengatakan, kenaikan harga telur terjadi sejak di tingkat peternak. Kenaikan harga ini dipicu meningkatnya permintaan telur dari luar Sumbar, seperti Jakarta, untuk kebutuhan Natal dan Tahun Baru 2021.
”Harga telur sekarang (Rp 50.000 per lapik) adalah yang paling tinggi selama saya berdagang telur. Biasanya, harga telur memang naik pada momen akhir tahun, tetapi tidak setinggi ini,” kata Edi, Rabu siang.
Edi menjelaskan, pada periode yang sama tahun lalu, harga telur ayam paling tinggi Rp 46.000 per lapik. Menurut Edi, harga telur yang jauh lebih mahal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dipicu oleh naiknya pakan ayam dan sulitnya bibit ayam akibat pandemi Covid-19 sehingga ketersediaan telur kurang.
Kenaikan harga telur berdampak pada berkurangnya daya beli masyarakat. Omzet Edi pun merosot 30-40 persen. ”Saat harga mahal, margin keuntungannya sedikit. Bagi pedagang, lebih baik harga murah,” ujar Edi.
Kondisi serupa dialami Eri (60), pedagang telur di Blok III Pasar Raya Padang. Kenaikan telur ayam, menurut Eri, sudah mulai terjadi secara bertahap sejak 20 hari lalu dari harga Rp 42.000 per lapik hingga saat ini Rp 50.000 per lapik. Kenaikan harga telur semakin signifikan sepekan terakhir.
Di tengah tingginya harga telur, ia mengaku tidak kesulitan mendapatkan pasokan karena sudah ada pemasok tetap. Namun, harga telur yang mahal membuat omzet penjualannya berkurang sekitar 25 persen. Banyak pembeli yang mengeluh karena harga telur sangat mahal dan mengurangi pembelian.
”Saya berharap harga telur cepat turun. Masyarakat kesulitan membeli telur. Pedagang juga sulit menjual dan margin keuntungan makin tipis. Perputaran barang menjadi lambat. Biasanya saya memasok telur sekali tiga hari. Sekarang sekali empat hari,” tutur Eri.
Ria (58), ibu rumah tangga di Kecamatan Kuranji, Padang, mengeluhkan kenaikan harga telur yang lebih tinggi dibandingkan biasanya. Ria semakin kesulitan mengatur belanja dapur, apalagi saat ini masyarakat dalam keadaan kesulitan perekonomian akibat pandemi Covid-19.
”Ekonomi sedang sulit akibat pandemi Covid-19, orang banyak diberhentikan dari pekerjaan. Harga kebutuhan pokok malah naik. Kondisinya benar-benar sulit,” kata Ria seusai berbelanja di Pasar Raya Padang, Rabu sore.
Harga kebutuhan pokok malah naik. Kondisinya benar-benar sulit. (Ria)
Ria pun berharap pemerintah dapat mengendalikan harga kebutuhan pokok. Sebab, setiap momen hari raya, seperti Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, harga kebutuhan pokok, termasuk telur, selalu naik. Tidak stabilnya harga membuat masyarakat, terutama kalangan miskin, semakin susah.
Sementara itu, Aie (29), pedagang nasi goreng di Kecamatan Padang Barat, terpaksa mengurangi porsi nasi yang dijualnya untuk mengimbangi harga telur ayam yang mahal. ”Saya tidak mungkin menaikkan harga nasi goreng. Jadi, nasinya yang saya kurangi. Bagaimana lagi, harga telur naik,” kata Aie.
Kepala Dinas Perdagangan Sumbar Asben Hendri mengatakan, dari segi produksi telur ayam, Sumbar kelebihan kapasitas dibandingkan kebutuhan masyarakat dalam provinsi. Namun, Sumbar tidak hanya menyuplai kebutuhan dalam provinsi, tetapi juga provinsi lain di Sumatera dan Jawa.
Terkait kenaikan harga yang signifikan, menurut Asben, pihaknya akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, seperti dinas peternakan. Saat permintaan meningkat ketika momen Natal dan Tahun Baru, memang terkadang ada kelompok tertentu yang mengambil keuntungan sesaat dengan memainkan harga atau menahan barang.
”Saya dalami dulu informasinya. Apa penyebabnya. Kami berkoordinasi dengan OPD terkait, apakah ada yang memainkan harga atau menahan barang. Kalau ditemukan, kami koordinasikan dengan satgas pangan,” kata Asben.
Kepala Dinas Pangan Sumbar Efendi mengatakan, kenaikan harga telur menjelang akhir tahun ini dipicu tingginya permintaan dari luar Sumbar. Di Sumatera, Sumbar menyuplai kebutuhan telur provinsi lain, seperti Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Bengkulu. Sementara di Jawa, Sumbar menyuplai telur ke DKI Jakarta dan Jawa Barat.
”Tidak ada masalah pada populasi ternak ayam dan pakan. Permintaan sangat tinggi sehingga terjadilah persaingan harga. Kenaikan ini memang memicu inflasi di daerah. Tidak hanya di Sumbar, hampir seluruh daerah terjadi kenaikan harga telur berkisar Rp 4.000-Rp 6.000. Semua orang ambil telur dari Sumbar,” katanya.
Menurut Efendi, tingginya permintaan telur tidak hanya dipicu oleh Natal dan Tahun Baru, tetapi juga adanya program pemerintah yang banyak diadakan pada akhir tahun (November-Desember). Berdasarkan konferensi video yang diikuti Efendi dengan Bank Indonesia Riau, pemerintah daerah di Riau melakukan pengadaan telur untuk bantuan program APBD dan Program Keluarga Harapan dari Kementerian Sosial pada akhir tahun.
”Beberapa program kementerian dan daerah, khususnya Riau, jalan di akhir tahun, yaitu November-Desember 2020. Telur menjadi primadona. Bagi peternak, sebenarnya ini menguntungkan dengan catatan margin yang mereka terima tinggi,” ujar Efendi. Walaupun harga telur tinggi dan permintaan dari luar provinsi banyak, Efendi memastikan kebutuhan telur di Sumbar tetap tercukupi.