Laju inflasi pada awal tahun ini melambat karena imbas pandemi Covid-19. Tahu dan tempe turut menyebabkan inflasi pada Januari 2021.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang Januari 2021, indeks harga konsumen atau inflasi yang disurvei di 90 kota sebesar 0,26 persen. Laju ini lebih lambat dibandingkan Desember 2020 ataupun Januari 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bulanan pada Januari dan Desember 2020 masing-masing sebesar 0,39 persen dan 0,45 persen. Secara tahunan, inflasi pada Januari 2021 sebesar 1,55 persen, sedangkan pada Januari dan Desember 2020 masing-masing 2,68 persen dan 1,68 persen.
Kepala BPS Suhariyanto, Senin (1/2/2021), mengatakan, laju inflasi pada Januari 2021 melambat. Hal ini karena dampak pandemi Covid-19 masih membayangi saat memasuki awal 2021.
”Mobilitas yang terbatas membuat roda ekonomi bergerak lambat,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Laju inflasi pada Januari 2021 melambat. Hal ini karena dampak pandemi Covid-19 masih membayangi saat memasuki awal 2021.
Berdasarkan pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menyumbang inflasi tertinggi dengan andil 0,21 persen. Inflasi kelompok ini sebesar 0,81 persen.
Komoditas yang berkontribusi terhadap inflasi di antaranya ikan segar dan cabai rawit. Ada pula komoditas yang menyumbang deflasi, yakni telur ayam ras dan bawang merah.
Menurut Suhariyanto, transportasi menjadi kelompok satu-satunya yang mengalami deflasi, yakni 0,3 persen. Andil deflasinya sebesar 0,04 persen. Deflasi tersebut dipengaruhi oleh usainya libur akhir 2020.
Dalam kelompok transportasi itu, tarif angkutan udara berkontribusi terhadap deflasi sebesar 0,06 persen. Di sisi lain, tarif jalan tol menyumbang inflasi dengan andil 0,02 persen.
Berdasarkan komponen, inflasi harga bergejolak mencapai 1,15 persen dan andilnya 0,19 persen. Inflasi inti sebesar 0,14 persen dengan andil 0,1 persen. Sebaliknya, harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi senilai 0,19 persen dan andil deflasi sebesar 0,03 persen.
Tempe dan tahu
Komoditas lain dalam kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang turut menyumbang inflasi ialah tempe dan tahu mentah. Andil setiap komoditas tersebut sebesar 0,03 persen dan 0,02 persen.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra mengatakan, Indonesia tidak dapat menghindari penyesuaian harga tahu dan tempe di pasar. Hal ini terjadi karena mayoritas kebutuhan kedelai nasional masih dipenuhi melalui impor dan dipengaruhi pergerakan harga kedelai dunia.
”Ini berdampak pada harga kedelai di dalam negeri yang merupakan bahan baku tahu dan tempe,” ujarnya melalui siaran pers.
Komoditas lain dalam kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang turut menyumbang inflasi ialah tempe dan tahu mentah. Andil setiap komoditas tersebut sebesar 0,03 persen dan 0,02 persen.
Mengutip Chicago Board of Trade, harga kedelai dunia pada Desember 2020 senilai 13,12 dollar AS per gantang yang setara dengan 27,2 kilogram untuk penyediaan Januari 2021. Saat ini, harganya telah naik 4,42 persen menjadi 13,7 dollar AS per gantang untuk pengadaan Februari.
Akibatnya, harga kedelai impor di tingkat perajin tahu dan tempe yang semula berkisar Rp 9.100-Rp 9.200 per kilogram dapat naik hingga Rp 9.500 per kilogram pada bulan ini. Harga tahu yang sebelumnya Rp 600 per potong meningkat menjadi Rp 650 per potong. Harga tempe ikut naik dari yang sebelumnya Rp 15.000 per kilogram menjadi sekitar Rp 16.000 per kilogram.
Meskipun demikian, Syailendra menyatakan, stok kedelai saat ini tergolong cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Kementerian Perdagangan terus memantau dan mengevaluasi pergerakan harga kedelai dunia dalam rangka memastikan harga di tingkat perajin tahu dan tempe serta di pasar masih dalam batas wajar.
”Kami berharap, produksi tahu dan tempe tetap berjalan sehingga masyarakat masih tetap mendapatkan tahu dan tempe dengan harga terjangkau,” ujarnya.