KNKT Lanjutkan Investigasi Kecelakaan Pesawat SJ-182
KNKT melanjutkan investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Perekam suara di kokpit yang penting untuk membantu pengungkapan penyebab kecelakaan hingga sekarang masih terus dicari.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi masih menginvestigasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pesawat Sriwijaya Air SJ-182 registrasi PK-CLC jatuh, 9 Januari 2021. Saat ini semua pihak diminta tidak menduga-duga atau berasumsi perihal penyebab kecelakaan pesawat yang diawaki 2 pilot dan 4 awak kabin serta membawa 56 penumpang itu.
Saat ini, data yang tersedia masih kurang untuk mengetahui penyebab pesawat jatuh.
”KNKT tidak akan berani membuat pernyataan atau analisis tanpa suatu dasar atau bukti yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” kata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono dalam keterangan pers secara daring, Rabu (10/2/2021).
Tim SAR gabungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan pada 12 Januari 2021 pukul 14.00 menemukan satu perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR). Adapun alat perekam suara di kokpit (cockpit voice recorder/CVR) masih dicari.
KNKT tidak akan berani membuat pernyataan atau analisis tanpa suatu dasar atau bukti yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Tangkapan layar saat KNKT menggelar rilis media terkait laporan pendahuluan kecelakaan pesawat udara Boeing 747-500 registrasi PK-CLC (SJ-182) secara virtual, Rabu (10/2/2021). KNKT juga akan mengirimkan temuan beberapa komponen di dalam laut yang sedang diusahakan untuk diangkat. ”Di dalam komponen-komponen itu ada beberapa memori, kami sebut non-volatile memory, yang akan dicoba untuk diunduh di pabrik pembuat komponen,” ujar Soerjanto.
Menurut Soerjanto, langkah ini diperlukan agar KNKT dapat mengetahui hal-hal yang terjadi di komponen-komponen tersebut. Proses ini masih membutuhkan waktu untuk mengungkap hal-hal yang belum dapat dijawab dengan data yang ada sekarang.
Ketua Subkomite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, KNKT akan meneliti beberapa komponen terkait sistem-sistem yang terlihat mengalami gangguan.
”Pertama, ground proximity warning system yang ditemukan dari lokasi kecelakaan. Selain itu juga komponen-komponen terkait autothrottle yang terpasang di pesawat dan proses perawatannya selama ini,autothrottle kata Nurcahyo.
Throttle adalah tuas pengatur mesin pesawat.
KNKT akan meneliti beberapa komponen terkait sistem-sistem yang terlihat mengalami gangguan.
SJ-182 berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, pada pukul 14.36 WIB dengan tujuan Bandar Udara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah tinggal landas, pesawat terbang mengikuti jalur keberangkatan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Data FDR merekam sistem autopilot aktif di ketinggian 1.980 kaki. Pada saat melewati ketinggian 8.150 kaki, tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur atau tenaga berkurang, sedangkan yang kanan tetap.
Pukul 14.38.51 WIB, karena kondisi cuaca, pilot meminta kepada pengatur lalu lintas (ATC) udara untuk berbelok ke arah 075 derajat dan diizinkan. ATC memperkirakan perubahan arah tersebut akan membuat SJ-182 berpapasan dengan pesawat lain yang berangkat dari landas pacu 25L bertujuan sama. Oleh karena itu, ATC meminta pilot untuk berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki.
Pada pukul 14.39.47 WIB, ketika melewati 10.600 kaki dengan arah pesawat berada di 046 derajat, pesawat mulai berbelok ke kiri. Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur, sedangkan yang kanan tetap. ATC memberi instruksi untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab pilot pukul 14.39.59 WIB. ”Ini adalah komunikasi terakhir dari SJ-182,” kata Nurcahyo.
Pukul 14.40.05 WIB FDR merekam ketinggian tertinggi, yakni 10.900 kaki. Selanjutnya, pesawat mulai turun, autopilot tidak aktif ketika arah pesawat di 016 derajat, sikap pesawat pada posisi naik, dan pesawat miring ke kiri. ”Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali berkurang, sedangkan yang kanan tetap,” ujar Nurcahyo.
Selanjutnya, pada pukul 14.40.10 WIB, FDR mencatat autothrottle tidak aktif dan sikap pesawat menunduk. Sekitar 20 detik kemudian FDR berhenti merekam data.