Perbaikan Bergantung Daya Saing Produk dan Kebijakan Jelang Pemilu
Pelaku usaha dan industri optimistis kinerja ekspor akan naik lantaran menurunnya ketidakpastian pasar global. Situasi ini dapat meningkatkan permintaan. Namun, realisasinya justru bergantung dari faktor di dalam negeri.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah merosot sepanjang semester I-2023, Indonesia diyakini dapat memperbaiki kinerja neraca perdagangan pada paruh kedua tahun ini asalkan produk ekspornya berdaya saing. Selain itu, kinerja ekspor-impor yang berkaitan dengan produksi bergantung pada kebijakan pemerintah bagi pelaku industri.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (17/7/2023), merilis surplus neraca perdagangan sepanjang semester I-2023 senilai 19,93 miliar dollar AS atau terkontraksi 20,24 persen dari posisi pada periode sama tahun sebelumnya. Nilai total ekspor merosot 8,86 persen menjadi 128,66 miliar dollar AS. Adapun nilai total impor turun 6,42 persen menjadi 108,73 miliar dollar AS.
Berdasarkan sektornya, ekspor industri pengolahan pada semester I-2023 senilai 91,47 miliar dollar AS, merosot 10,19 persen secara tahunan. Menurut penggunaan barang, impor bahan baku/penolong anjlok 11,14 persen menjadi 80,06 miliar dollar AS.
Pengajar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Esther Sri Astuti, berpendapat, angka pada semester I-2023 menunjukkan ”wajah” asli kinerja neraca perdagangan Indonesia. ”Pada semester I tahun lalu, ekspor Indonesia terbantu oleh fenomena commodity windfall yang membuat harga sejumlah komoditas di pasar global tergolong tinggi,” ujarnya saat dihubungi, Rabu.
Adapun kinerja perdagangan pada semester II-2023, lanjutnya, bergantung dari daya saing produk ekspor Tanah Air. Apabila Indonesia dapat memproduksi barang-barang dengan mutu tinggi dan harga bersaing, permintaan pasar global akan naik. Realisasi hilirisasi juga perlu diperkuat agar Indonesia dapat mengekspor produk bernilai tambah, bukan barang mentah.
Upaya mendongkrak ekspor, menurut dia, membutuhkan kerja intelijen pasar di luar negeri. Intelijen pasar perlu mendata dan memetakan komoditas yang dibutuhkan di negara tersebut beserta aturan-aturan yang berpotensi menghambat penetrasi pasar. Substansi tersebut dapat dirundingkan oleh perwakilan Indonesia dengan negara terkait sehingga ekspor bisa direalisasikan.
Pelaku industri pun turut melihat adanya peluang perbaikan kinerja ekspor Tanah Air pada semester II-2023. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia sekaligus Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani menyatakan, pelaku usaha dan industri optimistis kinerja ekspor akan naik lantaran ketidakpastian pasar global tengah menurun sehingga permintaan berpotensi naik.
Dari segi impor, dia memperkirakan ada kenaikan pada semester II-2023 sehingga dapat berkorelasi positif terhadap produktivitas industri manufaktur. Kenaikan tersebut disebabkan berkurangnya tekanan inflasi yang bisa meningkatkan permintaan dari dalam negeri.
Riset JP Morgan berjudul ”Mid-year Market Outlook 2023: Entering Uncharted Territory” yang terbit 11 Juli 2023 menyebutkan, laju inflasi global akan melandai pada semester II-2023 walaupun masih berada di atas 3 persen. Inflasi global pada semester I dan II-2023 secara berturut-turut diproyeksikan senilai 3,3 persen dan 3,2 persen. Proyeksi inflasi inti dunia juga melandai dari 4,6 persen menjadi 3,4 persen.
Meskipun demikian, Shinta berpendapat, kinerja ekspor-impor yang mencerminkan produksi dan produktivitas industri nasional pada semester II-2023 juga bergantung dari kebijakan yang diambil pemerintah menjelang Pemilu 2024.
”Secara historis, semakin dekat dengan masa transisi, pemerintah cenderung hanya mempertahankan status quo serta tidak memberikan dukungan produktivitas yang berarti bagi pelaku industri maupun pasar, di luar belanja untuk persiapan pemilu. Imbasnya, produktivitas usaha dan situasi pasar cenderung stagnan,” tuturnya.
Pemerintah cenderung hanya mempertahankan status quo serta tidak memberikan dukungan produktivitas yang berarti bagi pelaku industri maupun pasar.
Demi menjaga gairah produksi industri dan pasar, dia berharap pemerintah tetap memastikan kelancaran implementasi kebijakan reformasi struktural baik yang tengah berjalan maupun telah diagendakan. Dia juga menggarisbawahi adanya kebijakan ekspor yang belum efisien secara prosedur dan birokrasi.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menyoroti surplus neraca perdagangan pada semester I-2023. ”Meskipun membukukan surplus, penurunan dibandingkan periode sama tahun sebelumnya memerlukan perhatian dan penanganan ekstra dari semua pihak. Kementerian Perdagangan akan fokus pada akselerasi peningkatan ekspor nonmigas, termasuk ke pasar-pasar nontradisional,” katanya melalui siaran pers, Selasa (18/7/2023).
Dia menilai, pasar nontradisional masih berpotensi menjadi sasaran perluasan tujuan sekaligus pengembangan ekspor nonmigas Indonesia di tengah tekanan situasi perekonomian dunia. Contohnya, negara-negara di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Barat, dan Amerika Tengah.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif berpendapat, tekanan perekonomian di negara tujuan dapat menurunkan permintaan terhadap produk ekspor Indonesia. Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif terhadap kinerja sektor industri manufaktur, pihaknya akan terus memantau situasi perekonomian global. ”Dengan demikian, kami dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mendukung sektor industri,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu.