Kopi Spesialti, Mandailing, dan Perempuan Legendaris
Oleh
Sarie Febriane
·5 menit baca
Merebaknya gaya hidup kopi di sejumlah kota di Indonesia membuat kita akrab dengan istilah specialty coffee atau kopi spesialti. Namun, belum banyak yang tahu asal mula terminologi yang muncul empat dekade lalu itu, berawal dari kopi mandailing dari Sumatera yang terdampar di Amerika Serikat, lalu sampai di tangan seorang perempuan yang kini menjadi legenda di dunia bisnis kopi.
Selama ini, dunia kopi identik dengan dunia maskulin, dunia laki-laki. Padahal, sejarah kopi spesialti menancapkan posisinya yang prestisius hingga seperti sekarang adalah berkat peran penting seorang perempuan. Dan, peran kopi dari Indonesia.
Istilah specialty coffee serta lingkup bisnis yang menyertainya pertama kali diperkenalkan oleh seorang perempuan imigran asal Norwegia bernama Erna Knutsen (96). Erna memperkenalkan istilah itu pertama kali dalam tulisannya di Tea & Coffee Trade Journal pada 1974. Dia menggunakan istilah itu untuk merujuk biji-biji kopi berkualitas rasa terbaik yang dihasilkan di daerah beriklim mikro yang khusus.
Erna berimigrasi ke New York, Amerika Serikat, bersama keluarganya pada tahun 1926 ketika ia berusia 5 tahun. Keluarganya meninggalkan Norwegia, yang kala itu dilanda resesi ekonomi. Saat masih di New York, ia sempat berprofesi sebagai foto model saat di usia remaja belasan tahun. Erna mengaku harus turut menghidupi keluarganya pada masa-masa sulit itu.
Ketika pindah ke San Francisco tahun 1950, ia bekerja di perusahaan dagang kopi dan rempah di kawasan Bay Area. Di tempat itu, Erna bekerja sebagai sekretaris. Dalam rekaman wawancara dengan www.coffeeawesome.net, Erna bercerita tentang pertemuannya dengan biji-biji kopi istimewa yang membuatnya menciptakan istilah specialty coffee.
Pada suatu hari, seorang pemuda Indonesia, yang menurut Erna seorang mahasiswa Stanford (California), mampir di kantornya dan mengaku punya sekarung biji kopi beras mandailing Sumatera yang akan dibawanya ke New York. Mendengar asal kopi itu, jantung Erna berdegup. Ia pernah mendengar salah satu pelanggannya pernah meminta diberi tahu jika suatu saat ia punya kopi mandailing Sumatera. Erna lalu membujuk si pemuda Indonesia yang tak diketahui namanya itu untuk sudi menyangrai sampel kopi mandailing itu di kantornya.
Saya mencicipinya. Dan, oh Tuhan. Itu adalah kopi terbaik yang pernah saya cicipi sepanjang hidup.
Erna lalu meminta orang bagian pemasaran untuk menyangrainya. Ketika itu, areal pemasaran dan penyangraian bukan wilayahnya perempuan. Para pegawai lelaki tidak membiarkan Erna meninggalkan bilik kerjanya (cubicle) untuk turut serta di ruang penyangraian. Pegawai laki-laki yang menyangrai, menggiling, dan menyeduh kopi mandailing itu kemudian memberikan secangkir hasilnya kepada Erna.
”Saya mencicipinya. Dan, oh Tuhan. Itu adalah kopi terbaik yang pernah saya cicipi sepanjang hidup,” kenang Erna.
Erna lalu berbicara dengan bosnya. Sang bos mengatakan, pihaknya bersedia membeli asalkan kopi itu bisa dijual. Erna meyakinkan bosnya bahwa ia sanggup menjualnya. Akhirnya mereka membeli 300 karung kopi mandailing itu dan terjual dalam waktu hanya satu bulan. Menurut Erna momen pertemuannya dengan kopi mandailing itulah yang membuat dirinya sebagai perempuan pioner yang masuk ke dunia bisnis kopi, yang sebelumnya hanya didominasi laki-laki.
Sejak momen itu, Erna menjadi pebisnis kopi yang serius, tak lagi sekadar sekretaris. Erna kemudian akhirnya pada 1985 mendirikan perusahaannya sendiri, Knutsen Coffee Ltd, sebuah perusahaan impor kopi spesialti. Erna bahkan baru pensiun dari perusahaannya pada usia 93 tahun yang lalu. Tak heran, ia dijuluki sebagai ”Godmother” dalam bisnis specialty coffee.
Erna merupakan anggota dan pengurus di Specialty Coffee Association of America (SCAA) di masa awal organisasi itu berdiri. Ia dianugerahi penghargaan ”Lifetime Achievement” oleh SCAA atas dedikasinya di industri kopi dunia.
Dalam ajang pameran kopi spesialti ke-26 di AS yang digelar SCAA, April 2014, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Perdagangan RI April 2014, Erna sempat menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan. Dalam kesempatan itu ia kembali bercerita tentang awal kariernya di dunia bisnis kopi gara-gara perkenalannya dengan kopi mandailing dari Sumatera yang hingga kini adalah favoritnya.
”Well, it was the beginning with my love affair with Mandheling, Sumatra,oh God. It’s still my favorite coffee. I know most of you have tasted it, haven’t you? Mandheling, Sumatra, oh, God, it’s creamy!” seru Erna dalam sambutannya itu.
Protokol kopi spesialti
Penikmat kopi seperti di Jakarta baru menikmati kopi spesialti kurang lebih satu dekade terakhir. Dalam rentang waktu itu pula, kedai-kedai kopi lokal bertumbuhan secara nyata. Jakarta telah menjadi coffee scene, disusul beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung dan Yogyakarta.
Kini ke mana pun kita bergeser di Jakarta misalnya, sudah jauh lebih mudah menemukan kedai kopi yang menawarkan kopi secara cukup serius. Ukuran keseriusan itu utamanya adalah ketersediaan kopi berkasta tertinggi di dunia, yakni specialty coffee.
Predikat kopi spesialti sebenarnya tidak sembarangan bisa didapat. Ia melekat pada jenis kopi arabika dari berbagai varietas yang hidup ideal di ketinggian lebih dari 1.000 dpl. Untuk bisa mendapat predikat spesialti tersebut, perlu melalui proses yang cukup rumit dan melibatkan harmonisasi yang konsisten dan erat sejak di level petani. Pemahaman kopi spesialti di dunia saat ini mengacu pada protokol yang disusun oleh Specialty Coffee Association of America (SCAA) yang diakui kredibilitasnya oleh dunia perkopian.
Merujuk dari situs SCAA, berdasarkan protokol itu, kopi yang tergolong spesialti tidak bisa disamakan dengan level premium atau ”gourmet”. Dalam tahap grading atau pemilahan biji kopi beras (green beans), grade tertinggi atau pertama adalah specialty coffee beans, grade kedua premium coffee beans, grade ketiga exchange grade coffee beans, grade keempat standart coffee beans, dan grade kelima adalah off grade coffee beans. Setiap grade tersebut punya tolok ukur tersendiri.
Untuk dapat digolongkan sebagai biji kopi grade spesialti, protokol green beans grading dari SCAA menetapkan tolok ukur, di antaranya, dalam 350 gram sampel biji kopi tidak boleh ada cacat primer sama sekali, cacat sekunder hanya diizinkan antara 0-3 poin, tidak boleh ada biji quaker (biji belum masak), kelembaban biji antara 9-13 persen, ukuran biji yang rata, serta mengeluarkan karakter khas dari aspek keasaman, ketebalan (body), atau aroma.