Kesehatan Mental Generasi Milenial Rentan akibat Medsos
JAKARTA, KOMPAS — Era digital memberikan ruang terbuka untuk berekspresi di media sosial yang mayoritas penggunanya adalah generasi milenial. Akan tetapi, keterbukaan itu dapat berdampak pada rentannya kesehatan mental mereka, seperti gangguan emosional dan perilaku.
Secara umum, generasi milenial merupakan sekelompok orang yang lahir pada tahun 1980-1999. Profesor Antropologi Medis Universitas Harvard, Amerika Serikat, Byron J Good, mengatakan, karakteristik setiap generasi ditentukan oleh pengalaman yang dirasakan secara masif di negara tempat tinggalnya.
”Misalnya, generasi X di Indonesia terbentuk akibat zaman Orde Baru yang menuntut perjuangan dalam kebebasan berpendapat,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (24/2).
Sementara, berdasarkan riset Hakuhodo Network Indonesia, mayoritas generasi milenial menyatakan, kehadiran media sosial (medsos) merupakan pengalaman yang berpengaruh dalam hidup mereka.
Dalam medsos itu, setiap orang dapat mengekspresikan dirinya dengan bebas melalui tulisan status, pesan yang disebarluaskan, atau penampilan foto.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2017 menyatakan, 49,52 persen sekaligus mayoritas pengguna internet di Indonesia berusia 19-34 tahun.
Kelompok usia ini dapat dikategorikan sebagai generasi milenial. Lebih dari 80 persen pengguna memanfaatkan internet untuk chatting atau berkirim pesan teks.
Citra diri mereka bergantung penilaian di medsos. Interaksi dengan orang di sekitarnya menjadi berkurang.
Kebebasan berekspresi lewat medsos ini membuat sebagian besar generasi milenial merasa ”nyaman” di dunia maya.
Akibatnya, citra diri mereka bergantung dari penilaian di medsos. Interaksi mereka dengan orang di sekitarnya secara nyata menjadi berkurang.
Keduanya berpotensi menimbulkan dampak pada kesehatan mental berupa gangguan emosional dan perilaku. Apabila tidak dapat mencitrakan diri sesuai dengan ”tuntutan” medsos, stres dapat timbul.
Ditambah lagi, berkurangnya interaksi dengan realitas juga dapat menimbulkan stres karena lebih terbiasa menghadapi dunia maya dibandingkan kenyataan yang ada.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Jakarta Nova Riyanti Yusuf memaparkan, contoh gangguan emosional adalah depresi dan cemas. Contoh gangguan perilaku meliputi tindakan agresif dan antisosial.
Jika dibiarkan berkepanjangan, potensi memilih bunuh diri sebagai jalan keluar semakin besar. Berdasarkan risetnya, potensi tersebut berkisar 80-90 persen.
Jika dibiarkan berkepanjangan, potensi memilih bunuh diri sebagai jalan keluar semakin besar.
Selain adanya kebebasan dari medsos, Profesor Psikiatri Universitas Indonesia Sasanto Wibisono menilai, penerapan kedisiplinan dari keluarga terhadap generasi milenial longgar. Ini berpengaruh pada mudahnya gangguan kesehatan mental mengancam generasi milenial.
Terkait interaksi dengan sekitar, khususnya keluarga, Co-founder Ibunda.id Arif Saputra menyatakan, sebagian besar generasi milenial lebih berinteraksi dengan medsos dibandingkan keluarganya jika ada masalah.
”Karena itu, generasi milenial sulit memiliki pegangan dalam mencari solusi untuk masalahnya,” ujarnya.
Ibunda.id merupakan laman web yang berfungsi sebagai wadah cerita masalah-masalah kehidupan yang dialami pengguna. Cerita dapat dikirimkan secara anonim. Nantinya, cerita itu akan ditanggapi oleh 13 psikolog.
Hingga saat ini, jumlah pengguna Ibunda.id mencapai lebih dari 107.000 orang. Mayoritas berada pada kelompok usia 18-30 tahun. Dari segi daerah asal pengguna, tiga besarnya meliputi Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Penilaian medsos
Adanya medsos memunculkan sejumlah tren yang dijadikan standar oleh generasi milenial. Contohnya tagar relationship goals atau hubungan pacaran idaman yang ditunjukkan oleh sejumlah artis ataupun selebritas medsos.
Tagar ini berkaitan dengan foto-foto atau video pernikahan yang mewah atau gaya pacaran yang seolah tidak ada pertengkaran disertai dengan hadiah-hadiah kejutan dari pasangan.
Generasi milenial sulit memiliki pegangan dalam mencari solusi untuk masalahnya.
Pendiri Ibunda.id Chitta Noor Lady memaparkan, jumlah cerita masalah yang disampaikan oleh pengguna Ibunda.id pada kelompok usia 18-35 tahun terbanyak bertema percintaan.
”Akar masalahnya berasal dari diri mereka yang berusaha mengejar tren relationship goals tersebut dan tidak bisa mencapainya,” ujarnya, Sabtu.
Di posisi kedua, cerita tentang masalah terhadap diri sendiri mendominasi. Berdasarkan penelusurannya, Chitta mengatakan, karena generasi milenial menilai dirinya berdasarkan evaluasi dari medsos, mereka cenderung tidak siap menghadapi kritik sehingga muncul rasa tidak percaya diri, depresi, dan cemas.
Bentuk kritik media sosial dapat berupa kritik di kolom komentar terhadap suatu tulisan yang mengekspresikan gagasan pribadi atau foto yang diunggah. Sementara bentuk pujian dapat berupa jumlah orang yang menyukainya.
Dehumanisasi
Dari segi interaksi, Nova mengatakan, paparan medsos berpengaruh pada perkembangan syaraf manusia. Oleh sebab itu, pola bahasa dan komunikasi mayoritas generasi milenial berbeda dengan generasi sebelumnya.
Jika generasi sebelumnya lebih lisan dalam mengutarakan ide dan kondisi dirinya, generasi milenial lebih mudah menyampaikan gagasan dan perasaannya pada medsos.
”Hal ini menyebabkan, ada gejala dehumanisasi sebagai makhluk sosial. Contoh sikapnya berupa tidak terbiasa menyampaikan gagasan secara langsung,” tutur Nova.
Gejala dehumanisasi melunturkan nilai-nilai sosial, seperti toleransi dan gotong royong secara nyata.
Gejala dehumanisasi melunturkan nilai-nilai sosial, seperti toleransi dan gotong royong secara nyata.
Di sisi lain, individualisme semakin meningkat. Misalnya, lebih peduli dengan debat di medsos dibandingkan bersosialisasi aktif dengan sekitar.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah diet medsos dan menikmati realitas yang ada sehari-hari. Menurut Nova, keberhasilan diet medsos ditandai dengan sehat secara digital atau seimbang antara realitas dan dunia maya.
Keseimbangan itu dapat ditunjukkan dengan fokus dan memperhatikan saat sedang mendengarkan atau berbicara dengan orang lain.
”Pikiran kita tidak ke mana-mana, apalagi ke dunia maya. Jangan sampai media sosial menimbulkan gangguan sosial, pikiran, dan emosi kita,” kata Nova.
Selain itu, generasi yang terpapar era digital ini disarankan untuk membiasakan berdialog dengan lingkungan sekitarnya secara langsung. Nova mencontohkan, berbincang saat makan malam bersama keluarga dan tidak bermain ponsel sama sekali. (DD09)