Ilmuwan Kaji Pola Penularan Covid-19 dalam Pertunjukan Resital
Potensi penularan paling besar dalam pertunjukan resital datang dari alat musik tiup serta vokal. Kedua hal itu diduga menjadi sumber yang paling menularkan virus secara aerosol.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Riset tentang penularan Covid-19 terus berkembang di kalangan ilmuwan. Terutama setelah muncul bukti virus menyebar lewat udara, penelitian terhadap pola penularan ini terus didalami hingga kini.
Kajian pola penularan virus belakangan berkembang pada ruangan teater dan resital musik klasik. Fritz Sterz, Associate Professor Internal Medicine dari Medical University of Vienna, Austria, menelaah faktor penularan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan sebuah resital, yakni penggunaan instrumen musik alat tiup.
Fritz bersama Vienna Philharmonic, kelompok orkestra asal Vienna, memvisualisasi proses penularan Covid-19 dengan cara khusus. Setiap musisi ditempatkan dalam sebuah ruangan gelap dengan latar cahaya redup. Mereka memakai perangkat di hidung yang dapat memproduksi uap air ketika bermain alat musik.
Seorang fotografer kemudian memotret para pemain resital saat bermain alat musik. Potret yang tertangkap nantinya dapat menampakkan bagaimana uap air bersirkulasi di sekitar pemain resital.
Dari pemodelan Fritz itu, tampak alat musik tiup adalah yang paling dominan menyebarkan droplet saat di panggung. ”Kita bisa melihat bagaimana arah uap air itu dari foto yang tertangkap, begitulah penularannya bekerja,” ujarnya, seperti dilaporkan Forbes, Senin (31/8/2020) silam.
Studi penularan Covid-19 di dalam teater atau resital sebenarnya telah berkembang sejak Maret silam. Kasus pertama yang tercatat adalah saat kelompok paduan suara di Washington, Amerika Serikat, terpapar Covid-19 dalam jumlah besar.
Mereka tidak bersentuhan, serta saling berjarak sekitar 2 meter saat di dalam ruangan selama dua setengah jam. Mereka juga tidak berbagi makanan. Dengan protokol seperti itu, 53 peserta diketahui positif Covid-19, sedangkan 2 peserta lain meninggal.
Studi berjudul ”High SARS-CoV-2 Attack Rate Following Exposure at a Choir Practice”, yang dipublikasi Pusat Penanganan dan Pencegahan Wabah (CDC) AS, mencatat kasus itu sebagai penularan masif atau superspreader. Apabila fenomena tersebut bisa terjadi pada kelompok paduan suara, tidak tertutup kemungkinan hal serupa terjadi pada pemain alat musik orkestra.
Kondisi penularan di resital membuat kelompok musik orkestra lebih wanti-wanti. Sejumlah kelompok orkestra di beberapa negara belakangan turut membiayai studi pendahuluan terkait dengan penularan Covid-19 dalam panggung resital klasik.
Shelly Miller, ahli di bidang teknik lingkungan dari University of Colorado Boulder, AS, menjadi salah satu pemimpin riset untuk studi Performing Arts Aerosol Study. Shelly masih menelaah dari mana arah datangnya partikel aerosol yang dihasilkan dari setiap alat musik. ”Kami mencari tahu dari mana arah datangnya aliran udara, apakah semua berasal dari lubang sirkulasi untuk alat tiup,” ujarnya.
Dari hasil studi, Shelly menyarankan resital musik harus memperhatikan penggunaan alat musik tiup. Lubang udara alat musik ini harus ditutup dengan semacam masker atau yang lebih familiar mereka sebut sebagai bell cover. Selain itu, tampil di luar ruangan sangat disarankan dengan jaga jarak fisik sekitar 2 meter.
Sementara latihan di dalam ruangan tertutup hanya akan aman apabila tersedia ventilasi udara yang memadai. ”Tim peneliti mencoba memastikan kondisi lingkungan lebih aman. Kami tak bisa benar-benar menghilangkan risiko penularan itu,” ucapnya.
Berjaga-jaga
Merespons hal tersebut, pemimpin kelompok musik Vienna Philharmonic, Daniel Froschauer, masih khawatir untuk mengisi resital kembali pada saat lonjakan kasus Covid-19 secara global belum melandai. ”Perkembangan terakhir sangat mengkhawatirkan. Keputusan yang sangat menantang dan terlalu berisiko untuk mengisi resital sekarang,” katanya.
Secara terpisah, pengaba utama dan penggagas kelompok orkestra Jakarta City Philharmonic (JCP) menuturkan, tim saat ini masih belum menerima permintaan tampil di resital secara langsung. Hingga Juli silam, JCP lebih banyak mengisi pertunjukan secara daring.
”Kami memandang situasi di Jakarta sekarang masih sangat berisiko untuk kembali tampil. Sejauh ini kami manfaatkan fasilitas daring dan segala yang bersifat virtual untuk berbagai pertunjukan,” ucapnya.