Waspadai Kelelahan Fisik Saat Kembali Mendaki Gunung
Pendaki awam harus melakukan persiapan fisik setidaknya satu bulan sebelum pendakian. Latihan yang paling mudah adalah berlari karena dapat melatih kekuatan kaki dan napas.
JAKARTA, KOMPAS — Para pendaki patut mewaspadai kelelahan fisik di gunung selama pandemi Covid-19. Hal ini bisa dipicu karena minimnya aktivitas fisik selama pandemi.
Sejumlah jalur pendakian gunung kini sudah kembali dibuka untuk umum. Salah satunya Gunung Semeru di Jawa Timur pada Kamis (1/4/2021) ini. Selain kuota dibatasi hanya 30 persen, pendaki juga wajib membawa surat kesehatan. Usia pendaki juga dibatasi 10-60 tahun (Kompas, 31 Maret 2021).
Tanggal 4 Maret 2021 lalu, jalur pendakian Gunung Prau di Wonosobo, Jawa Tengah, juga sudah kembali dibuka dengan kapasitas maksimal 50 persen. Kapasitas yang sama juga berlaku di dalam tenda. Namun, beberapa gunung masih ditutup, seperti Gunung Merbabu di Jawa Tengah.
Penutupan Gunung Merbabu tidak lantas membuat Arjuna, pemandu pendakian di basecamp Selo, Gunung Merbabu, berdiam diri. Dia tetap mengantar para pendaki ke gunung lain di Jawa Tengah, seperti Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Lawu.
”Walaupun banyak yang enggak bisa ke Merbabu, pada minta diantar ke gunung-gunung lain. Paling jauh Gunung Pangrango, Jawa Barat,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Arjuna mengatakan memiliki syarat khusus bagi para pendaki yang ingin menggunakan jasanya. Pemesanan harus dilakukan setidaknya 15 hari sebelum hari H. Selama rentang waktu tersebut, pendaki diwajibkan melakukan latihan fisik yang rutin dan terukur.
Syarat ini wajib dipenuhi oleh para pendaki karena dia khawatir pandemi Covid-19 membuat kondisi fisik para pendaki menurun. Arjuna juga akan memastikan semua pendaki tidak memiliki riwayat penyakit dalam.
”Pekan lalu saya mengantar rombongan pendaki ke Gunung Sumbing. Alhamdulilah semua sampai puncak. Enggak ada yang kewalahan,” ujarnya.
Saat mengantarkan rombongan pendaki ke Sumbing, Arjuna membaginya menjadi tiga tim. Saat itu pendaki berjumlah sembilan orang.
”Kalau ada yang mau berangkat dua orang langsung saya layani. Tapi kalau yang mau berangkat 10 orang saya bagi jadi 2-3 tim,” katanya.
Ade Afrizal (27), warga Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, terhitung sudah tiga kali mendaki gunung selama pandemi Covid-19. Ketiganya dilakukan pada Agustus 2020 di gunung yang sama, yakni Gunung Dempo di Sumatera Selatan.
Saat itu, protokol kesehatan masih bisa diterapkan di Gunung Dempo mengingat suasana gunung masih relatif sepi. Intensitas berpapasan dengan rombongan pendaki lain saat naik dan turun gunung pun menjadi berkurang.
”Agustus lalu paling cuma ketemu sama tiga kelompok pendaki di puncak. Jadi tendanya bisa jauh-jauhan. Padahal, kalau sebelum pandemi bisa sampai 20-an tenda,” katanya yang melintasi jalur Kampung 4, jalur pendakian utama Gunung Dempo.
Hal yang sulit dilakukan adalah disiplin memakai masker selama di perjalanan. Mengingat oksigen yang dihirup terus menipis. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menjaga jarak semaksimal mungkin.
”Susah, ya, kalau pakai masker terus. Enggak pakai masker saja sudah sulit bernapas. Tapi kalau jaga jarak masih bisa. Apalagi, rombongan hanya 3-4 orang,” tambahnya.
Baca juga: Pendakian Semeru Dibuka Kembali dengan Pembatasan dan Protokol Kesehatan
Menurut Ade, protokol kesehatan menjadi tanggung jawab pribadi dari para pendaki. Mengingat, tidak ada petugas yang akan mengawasi protokol tersebut selepas melewati basecamp terakhir.
Siapkan fisik
Ketua Sekolah Jelajah Alam Perhimpunan Pendaki Gunung dan Jelajah Alam (Pataga) Indonesia Hendro Priyono menyarankan pendaki awam untuk melakukan persiapan fisik setidaknya satu bulan sebelum pendakian. Latihan yang paling mudah adalah berlari karena dapat melatih kekuatan kaki dan napas.
Namun, jika hal itu tidak bisa dilakukan selama pandemi, latihan bisa dilakukan di dalam ruang. ”Sekarang, kan, banyak panduan untuk melatih kebugaran tubuh. Cukup efektif karena tidak hanya melatih kaki, tapi juga seluruh badan,” katanya.
Hendro juga menganjurkan para pendaki untuk menggunakan hammock sebagai sarana tidur ketimbang tenda. Hal ini untuk menghindari kontak dekat di dalam tenda saat pandemi. Selain itu, para pendaki perlu menyiapkan peralatan kemah masing-masing.
”Hindari juga waktu pendakian saat libur panjang dan akhir pekan karena gunung pasti ramai,” ujarnya.
Spesialis Kedokteran Olahraga Michael Triangto meminta masyarakat untuk berpikir ulang sebelum mendaki gunung di masa pandemi Covid-19. Mengingat, aktivitas ini dapat berpotensi menularkan dan tertular Covid-19.
”Untuk saat ini aktivitas di luar rumah belum dianjurkan. Apalagi, tujuan mendaki gunung biasanya adalah rekreasi,” katanya.
Meski demikian, jika pendakian terpaksa dilakukan demi tujuan prestasi atau persiapan ekspedisi, protokol kesehatan harus ditaati secara disiplin. Salah satunya dengan melakukan tes usap antigen sebelum dan sesudah pendakian.
”Setidaknya kita punya perlindungan karena kita tetap akan pulang ke rumah. Bahkan, yang sudah divaksin tetap harus menaati protokol kesehatan karena beberapa orang yang saya kenal tetap bisa terpapar Covid-19 dan menulari keluarganya setelah vaksinasi,” katanya.
Baca juga: Tahun Baru di Bromo Wisatawan Wajib Tunjukkan Hasil Rapid Antigen
Jumlah rombongan dalam pendakian sebisa mungkin juga harus dibatasi. Menurut Michael, idealnya kelompok pendakian berjumlah 3-4 orang. Dengan demikian, pendaki bisa menjaga jarak aman saat mendaki. Dengan jumlah tersebut, jarak pendaki terdepan dan paling belakang juga tidak terlalu jauh.
”Jika berangkat sendiri juga rawan karena tidak ada yang membantu. Potensi kecelakaan tetap bisa terjadi karena suhu rendah atau cuaca buruk. Apalagi, kalau alat komunikasi tidak berfungsi,” tambahnya.
Selain itu, pendaki juga perlu memastikan kesehatan dan kebugarannya sebelum berangkat. Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat untuk mengurangi aktivitas fisiknya.
Michael juga kembali mengingatkan agar masyarakat tetap berolahraga dengan intensitas ringan hingga sedang. ”Masalahnya, (di gunung) kalau kita belum sampai ke pos yang dituju, akan diteruskan meskipun sudah lelah. Apalagi, kalau ada target waktu,” katanya.
Hal ini bisa diatasi dengan persiapan fisik yang matang sebelum mendaki. Bisa juga dengan mengalokasikan waktu pendakian yang lebih lama di gunung agar memiliki banyak waktu istirahat.