Masa Depan Industri Film di Tengah Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah industri film di seluruh dunia. Pandemi tidak hanya akan mengubah tata laksana produksi film, tetapi juga akan menambah variasi tema konten di masa depan.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 ternyata bisa menjadi sumber inspirasi untuk membuat karya seni, seperti film. Dalam kondisi ini, pekerja seni diuji agar bisa menggabungkan kreativitas dan keselamatan berkarya.
Sutradara berdarah Kanada-Persia, Mostafa Keshvari, beberapa waktu lalu baru saja merampungkan film berjudul Corona(2020). Video pratayang atau trailer film tersebut dirilis pada minggu pertama Maret 2020, tepat sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global.
Film feature ini berkisah tentang tujuh orang di lift penumpang. Salah satu perempuan berwajah oriental (Traei Tsai) diduga sebagai penderita Covid-19. Keadaan di dalam lift memanas ketika ia ”dituding” sebagai pembawa virus yang kini menyebar ke banyak negara.
Keadaan semakin mencekam ketika lift tiba-tiba berhenti beroperasi. Perempuan oriental yang dikucilkan di dalam lift yang sempit pun mendadak batuk-batuk. Semua orang panik. Kini, mereka menghadapi dua virus sekaligus, yakni virus korona baru dan virus ketakutan.
Keshvari membuat film ini setelah membaca artikel tentang diskriminasi yang diterima warga China atau keturunan China di sejumlah negara. Mereka dianggap sebagai asal mula wabah. Padahal, menurut Keshvari, virus tersebut tidak mendiskriminasi dan dapat menginfeksi siapa saja.
Mengutip The New York Times, Keshvari berpendapat bahwa semua orang menghadapi diskriminasi di dunia nyata. Menggabungkan orang-orang tersebut dalam film dan ”memerangkap” mereka akan mengungkap sifat asli setiap individu.
”Film ini bercerita tentang ketakutan dan studi terhadap masyarakat, orang-orang, dan pilihan moral,” katanya.
Adapun sutradara India, Dushyant Kapoor, turut membuat film pendek bertema Covid-19. Film itu diberi judul Corona Virus-Covid-19|Short Film|End of the World? dan diunggah ke Youtube melalui kanal DK Films. Hingga Rabu (27/5/2020) petang, film ini telah ditonton lebih dari 8 juta kali.
Keshvari membuat film ini setelah membaca artikel tentang diskriminasi yang diterima warga China atau keturunan China di sejumlah negara.
Film tersebut menggambarkan kondisi dunia setelah pandemi. Dialog dalam film mengacu pada renungan atas perbuatan manusia yang mengeksploitasi bumi selama ini.
Kanal CGTN di Youtube juga mengunggah video dokumenter tentang penutupan (lockdown) di Wuhan, China. Video berjudul The Lockdown: One Month in Wuhan itu diunggah pada 28 Februari 2020 dan telah ditonton lebih dari 17 juta kali.
Memengaruhi konten
Saat dihubungi, Rabu (27/5/2020) petang, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, pandemi Covid-19 akan berpengaruh terhadap produksi konten. Pandemi ini merupakan pengalaman unprecedented atau belum pernah terjadi sebelumnya. Itu sebabnya, pengalaman tersebut akan menjadi sumber inspirasi berkarya di berbagai level.
Meski tidak langsung merujuk ke Covid-19, masyarakat dapat memperoleh inspirasi baru dari pengalaman isolasi atau karantina mandiri, terbatasnya sentuhan fisik, dan lain-lain. Hilmar memprediksi bahwa pengalaman hidup dalam pandemi akan mewarnai konten dan produksi film di masa depan.
”Secara kultural, perubahan yang dibawa oleh situasi pandemi sangat besar. Saya meyakini, akan ada respons artistik dari para pembuat film akan situasi ini,” kata Hilmar.
Prediksi sedikit banyak tampak di platform digital, seperti layanan over the top dan Youtube. Selain film pendek, feature, dan film dokumenter, sejumlah pihak juga membuat tayangan edukasi seputar virus korona baru. Netflix, misalnya, menyajikan tayangan bertajuk Coronavirus, Explained.
Secara kultural, perubahan yang dibawa oleh situasi pandemi sangat besar. Saya meyakini, akan ada respons artistik dari para pembuat film akan situasi ini.
Ada pula Coronavirus Pandemic yang diunggah di kanal Frontline PBS di Youtube. Tayangan ini menjelaskan seluk-beluk penyebaran Covid-19 di Amerika Serikat hingga akhirnya menjadi episentrum korona terbesar di dunia. Video ini dibuat secara naratif dengan pendekatan jurnalisme.
Contoh lain adalah The Coronavirus Explained & What You Should Do oleh kanal Kurzgesagt-In a Nutshell dan What is a Coronavirus? oleh kanal TED-Ed.
Normal baru
Kondisi normal baru bagi industri film Tanah Air masih samar untuk dibayangkan. Hilmar mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan protokol kesehatan bagi industri film saat masyarakat boleh kembali beraktivitas.
”Kami sedang berdiskusi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Kami upayakan dan mendukung agar kita bisa kembali beraktivitas, tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, dalam konteks produksi film, protokolnya tidak mudah. Itu karena produksi film melibatkan jumlah kru yang besar dan pasti ada interaksi fisik,” kata Hilmar. Protokol serupa juga sedang dibahas bersama Badan Perfilman Indonesia (BPI).
Salah satu hal yang dibahas adalah protokol kesehatan ketika bioskop kembali beroperasi. Setiap orang akan diminta untuk menjaga jarak di bioskop. Selain itu, Kemendikbud juga sedang membahas kemungkinan dibuatnya bioskop drive-in. Lokasi bioskop drive-in yang dinilai memadai antara lain Bekasi, Bogor, dan Tangerang yang masih memiliki lapangan.
Sutradara Nia Dinata menilai pembatasan sosial akibat pandemi dapat menjadi waktu berefleksi. Semua orang harus memikirkan kembali gaya hidup yang hendak dijalani agar wabah tidak terulang. Hal ini berlaku juga untuk para pelaku industri film. Kesadaran terhadap kesehatan dan kebersihan patut dipertahankan pada produksi film di masa depan (Kompas, 30/3/2020).
”Menyediakan cairan pembersih tangan, wastafel, sabun di lokasi shooting, serta menjaga jarak di bioskop merupakan alternatif yang saya asuh akan diterapkan. Saya sudah memikirkan skemanya dari sekarang,” kata Nia yang juga Ketua Komite Penjurian Festival Film Indonesia (FFI) 2018-2020 ini.