Tanpa Nama Kampus Merdeka, Universitas Sudah Jalankan Magang Lintas Jurusan
Perguruan tinggi dan badan usaha berpeluang besar bergandengan tangan pasca-diluncurkannya program Kampus Merdeka. Langkah ini diharapkan mempertemukan kebutuhan dunia usaha dengan institusi pendidikan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN dan INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Kampus Merdeka rupanya bukan hal yang sama sekali baru bagi dunia pendidikan. Institusi pendidikan telah mengenal dan memakai model ini meskipun belum secara keseluruhan.
Dalam peluncuran ”Kampus Merdeka” pada awal tahun ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyebutkan, program ini bertujuan memperkaya kompetensi mahasiswa sebelum menghadapi dunia kerja. Terlebih, mayoritas dari angkatan kerja saat ini bekerja tidak sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro, Senin (10/2/2020), menjelaskan, sebagian dari kebijakan ini sebetulnya sudah dilakukan UI sejak beberapa tahun terakhir. Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, misalnya, ada 24 satuan kredit semester (SKS) yang boleh diambil di fakultas lain. Selain itu, ada pula program gelar ganda yang memungkinkan mahasiswa menjalani separuh waktu kuliah di UI dan separuhnya lagi di perguruan tinggi luar negeri.
Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan teranyar ini, menurut dia, juga membuka kerja sama di antara 11 perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH) terbesar di Indonesia. Misalnya, ada anak UI yang ingin belajar beberapa semester di Universitas Gadjah Mada (UGM) ataupun sebaliknya.
”Sejauh ini sudah ada pembicaraan terkait itu, tetapi aturannya belum fleksibel. Agak ironis memang. Kita sudah bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri, tetapi sesama perguran tinggi dalam negeri malah belum,” katanya.
Ari melanjutkan, kebijakan yang memberi keleluasaan mahasiswa untuk mengembangkan diri merupakan tuntutan dari dunia kerja yang membutuhkan tenaga kerja multidisipliner. Untuk lulusan S-1, misalnya, kompetensi jurusan sendiri yang dibutuhkan di dunia kerja hanya berkisar 20 persen. Sisanya membutuhkan kompetensi dari bidang lain.
Menurut dia, universitas akan melakukan penyetaraan bagi mahasiswa yang memilih magang di luar bidang ilmunya. Lamanya magang di industri atau tempat tertentu yang diminati mahasiswa tersebut akan dikonversi ke dalam SKS.
Selain itu, universitas juga akan bekerja sama dengan lembaga luar untuk menempatkan mahasiswa ini. ”Misalnya, ada mahasiswa ekonomi yang ingin jadi jurnalis. Nanti kami akan bekerja sama dengan Kompas. Bisa saja mahasiswa ini membantu peliputan di desk ekonomi,” katanya.
Adapun Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan, kampusnya terus menjajaki kerja sama magang bersertifikat dengan perusahaan. Saat ini setidaknya sudah ada satu perusahaan yang menandatangani kerja sama dengan kampus ini, yakni Grup Triputra.
”Kami sepakati dengan perusahaan tentang sistem magang dan mahasiswa akan mendapatkan sertifikat setelah itu,” katanya.
Selain itu, Agustinus juga akan mendorong para mahasiswa untuk melakukan kegiatan pengabdian masyarakat selama tiga semester yang dicanangkan dalam Kampus Merdeka. Unika Atma Jaya juga memiliki program-program unggulan di bidang pemberdayaan masyarakat. Misalnya, teknik pemanfaatan air hujan untuk kehidupan sehari-hari atau desa binaan.
”Selama ini banyak yang terlibat, tetapi di luar perkuliahan. Dengan program ini, keterlibatan mereka akan dihitung dalam beberapa satuan kredit semester (SKS),” ujarnya.