Terobosan untuk Pendidikan dari Para Capres Dinanti
Masalah biaya pendidikan mahal, gaji pendidik rendah, dan angka putus sekolah harus dijawab ketiga capres saat debat.
JAKARTA, KOMPAS — Visi dan misi ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 dinilai belum menjanjikan terobosan menuju masa depan dunia pendidikan yang lebih cerah. Penjelasan dari ketiganya akan dinanti dalam debat capres pada Minggu (4/2/2024).
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan, ada tiga masalah klasik yang perlu diselesaikan presiden terpilih. Tiga persoalan itu ialah tingginya biaya sekolah, angka putus sekolah tinggi, serta masalah gaji guru yang belum layak menurunkan mutu pendidikan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Tidak ada satu pun dari visi misi semua pasangan ini yang secara mendasar menjawab atas tantangan pendidikan pada hari ini,” kata Ubaid dalam diskusi bertema ”Bedah Gagasan Capres atas Persoalan Pendidikan” yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Dalam lima tahun terakhir, ICW mencatat ada sebanyak 164 kasus korupsi di sektor pendidikan. Nilai kerugiannya diperkirakan Rp 655,2 miliar.
Dia mencontohkan kasus Institut Teknologi Bandung yang menawarkan pinjaman daring kepada mahasiswanya untuk membayar biaya kuliah. Menurut Ubaid, kasus ini menandakan pemerintah belum menjamin hak masyarakat mendapat pendidikan yang tertuang dalam Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Mahalnya biaya pendidikan ini menjadi salah satu penyebab angka putus sekolah. Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023.
Angka putus sekolah (APS) di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.
”Dari 2012 sampai 2023 itu, rata-rata anak sekolah itu masih di tingkat 8. Jadi, rata-rata nasional anak Indonesia itu SMP tidak lulus. Padahal, kita sepakat wajib belajar 12 tahun,” ucapnya.
Baca juga: Guru Dijejali Beragam Aplikasi Pendidikan
Ketua Bidang Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Walin Hartati menambahkan, masih banyak pekerjaan rumah dalam menerapkan pendidikan inklusi.
Fasilitas sekolah inklusi, tetapi belum inklusi, guru yang tidak berkompetensi mengajar inklusi, serta penghapusan stigma pada disabilitas di sekolah masih menjadi permasalahan.
Dia menilai, ketiga paslon saat ini belum menunjukkan komitmen yang kuat dalam isu pendidikan bagi disabilitas. Semua yang tertulis dalam dokumen visi dan misi dianggap hanya normatif sehingga dia menanti jawaban dalam debat calon presiden nanti.
”Kebanyakan judulnya sekolah inklusi, tetapi disana belum ada fasilitas bagi disabilitas, ini masih jauh sekali. Sejak Indonesia menandatangani Konvensi hak-hak penyandang disabilitas (Convention on the Rights of People with Disabilities–CRPD) memang ada kemajuan, tetapi masih perlu dikawal,” kata Walin.
Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW Almas Ghaliya Putri Sjafrina menilai, ketiga paslon belum menunjukkan arah perbaikan yang menjanjikan. Tidak ada gagasan baru yang ditawarkan dengan solusi yang konkret.
Selain itu, gagasan yang ditawarkan belum menunjukkan komitmen mencegah dan memberantas korupsi yang mumpuni, khususnya terkait dengan pengelolaan anggaran dan belanja pendidikan. Padahal, catatan ICW menunjukkan, sektor pendidikan termasuk lima besar rentetan kasus korupsi di Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir, ICW mencatat ada 164 kasus korupsi di sektor pendidikan. Nilai kerugiannya diperkirakan Rp 655,2 miliar. Dan 41 persen kasus korupsi pendidikan berkaitan dengan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan biaya operasional pendidikan (BOP).
”Tidak ada tawaran perbaikan sistem untuk menjadikan anggaran pendidikan lebih transparan, akuntabel, efektif, dan efisien. Misi antikorupsinya minim gagasan, mereka lebih banyak menawarkan program yang populis saja,” kata Almas.
Baca juga: Pesan dari Guru 3T kepada Capres Sebelum Debat Pamungkas
Sementara itu, dalam dokumen visi dan misi, ketiga pasang calon sepakat bahwa guru adalah fondasi dalam membangun bangsa sehingga kesejahteraannya harus lebih ditingkatkan. Ketiganya menjanjikan solusi dengan pengangkatan guru honorer secara berkala.
Gagasan mereka akan diadu pada debat kelima di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat pamungkas itu akan mengusung tema teknologi informasi, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.