Mengenakan helm di dalam sedan warna abu-abu perak, Rana Almimoni meluncur di sebuah taman di kota Riyadh. Mesin menderu, ban mobil menderit, dan debu beterbangan di belakang mobil.
Bagi para perempuan Saudi, memacu adrenalin seperti itu merupakan sesuatu yang tak terbayangkan dalam beberapa pekan sebelumnya. Almimoni (30) sudah lama memendam gelora untuk bisa ikut balap mobil.
"Saya suka ngebut... Mobil impian saya adalah yang berkekuatan lebih dari 500 tenaga kuda," kata perempuan ini sambil mengganti kopling mobilnya.
Almimoni mengungkapkan harapannya agar pemerintah memberi izin bagi perempuan untuk memiliki "izin membalap" sehingga dia bisa memenuhi hasrat ikut kompetisi balap mobil. Ia sudah tak sabar ingin bisa "melayang", menyalip, atau memutar dalam kecepatan tertentu, serta memacu kendaraan sekencang-kencangnya.
Di Arab Saudi, semua itu merupakan pelanggaran hukum jika dilakukan di tempat umum. Namun, di sekitar taman Dirab tempat Almimoni beraksi, hal ini ditoleransi karena tempat itu merupakan milik pribadi.
Berbagai perasaan menggelayuti para perempuan Arab Saudi setelah larangan mengemudi dicabut Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. "Saya tidak merasa berada di Arab Saudi lagi," kata Nagwa Mousa (57), seorang profesor di salah satu universitas di Riyadh.
Simbol pemberontakan
Reformasi aturan mengemudi disebut sebagai perubahan bagi perempuan Saudi. Mereka tak lagi bergantung pada sopir atau kerabat pria untuk berkendara. "Saya mengucapkan selamat, akhirnya bisa melihat perempuan mengemudi!" tulis komedian Yaser Bakr dalam Twitter-nya setelah larangan mengemudi bagi perempuan dicabut di Arab Saudi.
Pascal Menoret, penulis buku Joyriding in Riyadh menggambarkan obsesi untuk mengebut dengan kendaraan yang sudah lama dirindukan merupakan simbol pemberontakan di kalangan anak-anak muda yang ingin menjadi "pria sejati". Dan kini dambaan itu diterima perempuan Arab Saudi.
"Kebanyakan permintaan yang kami terima adalah bagaimana bisa belajar melesat, mobil apa yang bisa dipakai latihan, berapa lama (latihannya)," kata instruktur Falah al-Jarba ketika dia melihat Almimoni mengebut.
Ruang-ruang pamer mobil dipenuhi klien perempuan yang mengantre melihat kendaraan merah Mini Coopers. Banyak juga perempuan tergiur padamobil-mobil untuk ngebut, seperti Camaro atau Mustang.
Banyak perempuan di Arab Saudi mendapat inspirasi dari Aseel Al-Hamad, perempuan pertama anggota federasi motor nasional Saudi yang mengemudikan mobil Formula One di Perancis, Juni lalu, untuk menandai berakhirnya larangan mengemudi bagi para perempuan Arab Saudi.
Eforia perempuan di Arab Saudi tampaknya melebihi perkiraan awal. Berbalut celana jeans ketat dan kaus Harley Davidson, sejumlah perempuan mengikuti pelatihan mengendarai sepeda motor di sekolah mengemudi di Riyadh. Pemandangan ini seperti anomali di negara yang dikenal konservatif itu. Otoritas transportasi menyediakan simulator balapan guna membantu perempuan yang baru bisa mengemudi.
Namun, ada satu catatan yang harus diangkat. Di luar soal mengemudi, Arab Saudi masih membatasi aktivitas perempuan, terutama di bidang politik. Sedikitnya 12 aktivis hak asasi manusia, delapan di antaranya perempuan, ditangkap sejak Mei lalu.
Tindakan ini mengundang protes, antara lain, dari Kanada yang berbuntut panjang, memicu kekisruhan diplomatik. "Perempuan pengemudi bisa merasakan kecepatan, tetapi tidak bebas bicara," kata Kristin Diwan dari Institut Negara-negara Teluk di Washington. (AFP)