Pengungsi Perlu Pekerjaan dan Akses Pendidikan
Dunia kita saat ini mengalami kekacauan dan ada 25 juta pengungsi yang memerlukan solusi dari kita.
GENEVA, RABU — Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak pemerintah dan dunia bisnis untuk merespons kebutuhan pengungsi yang kini berjumlah 25 juta orang, yang tersebar di seluruh dunia.
Pengungsi memerlukan pekerjaan. Selain itu, anak-anak mereka pun memerlukan akses pendidikan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres menyampaikan hal itu di Forum Pengungsi Global yang berlangsung pada Selasa-Rabu, 17-18 Desember 2019, di Geneva, Swiss. PBB dan Swiss menjadi tuan rumah Forum Pengungsi Global tersebut.
Menurut Guterres, dunia harus berbuat lebih banyak untuk memikul tanggung jawab bersama. Negara-negara berkembang dan berpenghasilan menengah justru banyak yang menampung sebagian besar pengungsi.
”Mereka membutuhkan dukungan yang lebih besar,” kata Guterres.
Baca juga : Dunia Makin Rentan, Jutaan Mengungsi
Guterres juga mengatakan, dunia perlu menegaskan kembali hak asasi manusia pengungsi karena saat ini banyak negara yang menutup pintu perbatasannya, tidak menerima pengungsi, padahal mereka memiliki hak suaka.
Dunia kita saat ini mengalami kekacauan dan ada 25 juta pengungsi yang memerlukan solusi dari kita.
Filippo Grandi, Komisaris Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), mengatakan, Forum Pengungsi Global bertujuan untuk menagih janji bantuan keuangan bagi pengungsi dan membahas hal-hal teknis terkait kehidupan pengungsi serta mendorong perubahan kebijakan agar pengungsi bisa membaur dengan masyarakat lokal tempat mereka ditampung saat ini.
”Dunia kita saat ini mengalami kekacauan dan ada 25 juta pengungsi yang memerlukan solusi dari kita,” kata Grandi.
Grandi mencatat, jumlah pengungsi akan jauh lebih tinggi jika ditambahkan dengan mereka yang mengungsi di negara mereka sendiri.
Baca juga : Beban Hidup Pengungsi Perang
Berjanji
Perusahaan-perusahaan besar di Eropa, seperti Ikea, Lego, dan Vodafone, pada Senin (16/12/2019) berjanji untuk membantu para pengungsi mendapatkan akses ke pendidikan dan pekerjaan.
Perusahaan-perusahaan tersebut secara bersama menjanjikan bantuan 250 juta dollar AS (Rp 3,5 triliun) untuk pendidikan serta pelatihan dunia kerja dan kewirausahaan untuk membantu para pengungsi agar bisa lebih mandiri.
Perusahaan furnitur Swedia, Ikea, mengatakan akan mendukung 2.500 pengungsi melalui pelatihan kerja dan keterampilan bahasa di 30 negara hingga tahun 2022. Ikea berkomitmen selama lima tahun dengan bantuan sebesar 100 juta euro (111,5 juta dollar AS atau Rp 1,5 triliun).
Adapun Vodafone akan memperluas program pendidikan digital. Vodafone akan membawa alat pengajaran secara daring ke kamp-kamp pengungsi di Afrika timur.
Program yang dijalankan oleh Vodafone Foundation ini menyediakan alat sekolah dalam kotak digital yang mencakup laptop untuk guru, tablet untuk siswa dengan mekanisme pengisian daya bawaan, serta pengeras suara dan proyektor, semuanya menggunakan konektivitas 3G.
Baca juga : Tantangan Mengarusutamakan HAM
Hal ini akan dilakukan di delapan kamp pengungsi di Kenya, Tanzania, Republik Demokratik Kongo, dan Sudan Selatan. Program ini sedang diperluas agar bisa mencapai 500.000 pengungsi muda pada tahun 2025.
Produsen mainan Lego menjanjikan bantuan sebesar 100 juta dollar AS (Rp 1,4 triliun) untuk alat pembelajaran berbasis permainan bagi anak-anak telantar akibat krisis di Afrika.
Lego bekerja sama dengan Komite Penyelamatan Internasional, sebuah badan amal yang berbasis di Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan lain juga menjanjikan hal yang sama dua hari sebelum Forum Pengungsi Global dimulai.
Butuh bukti
Sementara itu, Mohammed Badran (25), warga Palestina yang melarikan diri dari Suriah ke Belanda pada 2013, mengatakan, pengungsi memerlukan bukti berupa tindakan nyata, bukan hanya janji atau kata-kata kosong.
Di Belanda, Badran mendirikan jaringan relawan pengungsi untuk membantu masyarakat setempat.
Badran adalah salah satu dari sekitar 60 pengungsi yang ikut ambil bagian dalam Forum Pengungsi Global di Geneva pekan ini. Di forum ini, para kepala negara, menteri-menteri, dan para pemimpin bisnis serta masyarakat sipil berkumpul untuk membahas upaya guna mendukung pengungsi dan masyarakat yang menampung pengungsi.
Baca juga : Lembaga Urusan Pengungsi Diharapkan Lebih Proaktif
Badran yang pada 2016 menjadi satu-satunya pengungsi yang berpidato di KTT Pengungsi dan Migran di PBB New York mengatakan, dirinya senang melihat representasi pengungsi yang lebih luas di Forum Pengungsi Global tersebut. Namun, dia mengkritisi, jumlah pengungsi yang hadir di forum tersebut kurang dari 2 persen dari total jumlah peserta.
Badran menegaskan, para pengungsi sendiri yang memegang kunci untuk menentukan cara terbaik mendukung dan mengintegrasikan para pengungsi tersebut. Untuk menghadapi narasi negatif, penting bagi pengungsi untuk memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan, bekerja, dan berkontribusi pada masyarakat tempat mereka kini tinggal.
Melalui organisasi Badran, sekitar 600 pengungsi di Belanda secara sukarela merawat anak-anak disabilitas, membantu berkebun tetangga mereka yang sudah lanjut usia, atau menyediakan kelas bahasa Arab di antara tugas-tugas lain.
”Sebagai pengungsi, kami tidak punya uang untuk melakukan proyek. Kami hanya memiliki sumber daya manusia,” kata Badran.
Baca juga : Perlu Solusi Alternatif
Badran berhasil membangun kehidupannya dari nol di Belanda serta menciptakan organisasi dan konsultasi. Ia juga berhasil menyelesaikan gelar sarjana dalam bidang antropologi tahun ini. (THOMSON REUTERS FOUNDATION/AP/AFP)