Inggris Hanya Keluar dari Uni Eropa, Tidak dari Eropa
Meninggalkan UE adalah kesempatan Inggris untuk menunjukkan Inggris secara global, atau yang kerap diistilahkan dengan "Global Britania". Yakni Inggris sebagai negara yang mempraktikkan perdagangan bebas dan liberal.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumat (31/1/2020) pukul 11 malam waktu Inggris atau tengah malam waktu Brussels, Belgia, menjadi waktu bersejarah bagi Inggris di Uni Eropa (UE). Inggris akan meninggalkan blok bangsa-bangsa Eropa itu.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, pada Jumat (31/1/2010) di Jakarta menyatakan, Inggris memang akan keluar dari UE, namun tidak akan meninggalkan Eropa dan peradabannya.
"Seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Inggris (Boris Johnson) dan banyak menteri, saya ingin sekali lagi menegaskan bahwa Inggris akan keluar dari UE, tetapi kami tidak akan meninggalkan Eropa. Kami siap menjalin kemitraan baru di Eropa. Kami akan terus menjadi teman dan mitra (bagi Eropa),” kata Jenkins.
Jenkins secara khusus mengundang media ke kantornya. Dalam sesi konferensi pers dan menjawab pertanyaan-pertanyaan insan pers, Jenkins menjelaskan makna, proses, sekaligus harapan Inggris setelah negara itu tidak ada di barisan UE. Beberapa kali dia menyatakan optimismenya atas Inggris pasca-Brexit, termasuk dalam proses negosiasi lanjutan Inggris dan UE selama masa peralihan 11 bulan mendatang.
Jenkins menyatakan, meski tidak lagi bergabung dengan UE, Inggris akan terus menghormati dan menghargai budaya dan peradaban Eropa. Inggris akan berdiri bersama sebagai negara dengan kedaulatan setara untuk mempertahankan nilai-nilai bersama yang telah dihidupi selama ini. Hal itu mencakup pembelaan hak asasi manusia dan kebebasan, memastikan toleransi dan rasa hormat kepada orang lain, serta melindungi lingkungan hidup.
Jenkins juga menyatakan harapannya dalam hubungan Inggris-Republik Indonesia. Harapan utamanya adalah kerja sama dengan Indonesia akan berlangsung lebih erat lagi.
Ini bisa menjadi babak baru dalam hubungan Indonesia-Inggris: yang dapat menjadi lebih kuat, bahkan lebih ambisius.
“Dengan bantuan Anda, ini bisa menjadi babak baru dalam hubungan Indonesia-Inggris: yang dapat menjadi lebih kuat, bahkan lebih ambisius dan lebih menjadi fokus upaya kami pada tahun-tahun mendatang,” kata dia.
Meninggalkan UE adalah kesempatan bagi Inggris untuk menunjukkan Inggris secara global. Hal itu disebutkan Jenkins dalam istilah "Global Britania". "Global Britania" berarti hubungan baru dengan UE, hubungan yang bahkan lebih kuat dengan negara-negara, seperti Indonesia.
"Global Britania" berarti semangat ambisius untuk memperluas perdagangan global dengan para pihak. Hal itu terutama dengan mencari pasar baru dalam masa yang menjadi abad Asia. "Global Britania" berarti juga menjadi negara yang mempraktikkan perdagangan bebas dan liberal, dalam tindakan dengan jangkar moral yang kuat demi kebaikan di dunia.
“Hal-hal itu kami lakukan dengan keyakinan Inggris untuk menjangkau dunia. Kami adalah negara yang ambisius dengan ide-ide besar, disemangati oleh ambisi baru dan bertekad untuk menangkap aneka peluang baru,” kata Jenkins.
Jenkins menyatakan kepercayaan diri menjadi modal bagi Inggris selanjutnya. Disebutkan, antara lain, sebanyak 1,75 miliar orang atau seperempat dari populasi dunia berbicara dalam bahasa Inggris. Di bidang pendidikan, empat dari 10 universitas terbaik di dunia ada di negeri itu. Inggris juga adalah salah satu tempat terbaik untuk berbisnis dan merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-6 di dunia.
“Inggris adalah negara tujuan nomor satu untuk investasi di Eropa. Tingkat investasi ke sektor teknologi kami saat ini lebih baik daripada negara adidaya teknologi, seperti AS dan Cina. London memiliki lebih banyak perusahaan rintisan di bidang teknologi dibandingkan kota lain,” imbuh Jenkins.
“Jadi kita bisa yakin tentang kemampuan kita untuk mengambil tempat baru dan mandiri di dunia.”
Disebutkan pula bahwa pasca-Brexit merupakan peluang besar bagi Indonesia. Hubungan Inggris-Indonesia diklaim Jenkins belum pernah lebih kuat dibanding saat ini. Jumlah staf Kedutaan Inggris, misalnya, bertambah sekitar 40 persen sejak referendum pada Juni 2016. Jika sebelumnya kantor kedutaan hanya memiliki 110 pegawai, kini jumlahnya bertambah menjadi 152 pegawai.
Inggris juga membuka kantor perwakilannya di luar Jakarta. Inggris juga telah memiliki kantor kedutaan baru untuk ASEAN dengan menempatkan dubesnya.
“Brexit akan menjadi jalan Inggris dalam usahanya memperkuat kemitraan kami, membangun fondasi kuat kami di seluruh dunia. Hal itu harapannya menjadi hal yang baik pula untuk Indonesia,” kata Jenkins.