Konflik di Libya belum menunjukkan tanda-tanda bakal mereda. Bahkan, di tengah upaya memerangi penyebaran Covid-19, banyak rumah sakit di negara itu rusak atau hancur dihantam roket.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TRIPOLI, RABU — Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam serangan roket yang ditujukan ke Rumah Sakit Al Khadra, salah satu rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Libya, Selasa (7/4/2020). Sebanyak enam orang terluka akibat serangan itu.
Roket yang menghujani ibu kota Libya itu ditembakkan oleh pasukan berbasis timur. Roket itu dikabarkan menghantam rumah sakit yang saat ini tengah merawat lebih dari 300 pasien, termasuk dua pasien yang dirawat karena terpapar Covid-19.
Jens Laerke, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA), Rabu (8/4/2020), mengatakan, saat masyarakat Libya membutuhkan rumah untuk tempat perlindungan dan rumah sakit yang berfungsi dengan baik untuk melayani mereka, serangan terhadap fasilitas kesehatan adalah hal yang tak terbayangkan. ”Ini jelas tindakan pelanggaran hukum internasional,” kata Laerke.
Sehari sebelumnya, serangan roket yang sama juga menghantam rumah sakit tersebut dan melukai satu pekerja medis asal Bangladesh. Menurut salah satu pejabat di Kementerian Kesehatan, Amin Al-Hashemi, serangan roket itu menghantam ruangan pada unit bersalin dan sistem kelistrikan rumah sakit. Sejumlah pasien terpaksa dievakuasi dari lokasi kejadian.
Upaya untuk membersihkan lorong-lorong dan ruangan yang rusak, menurut Al Hashemi, membutuhkan dukungan logistik yang besar. Upaya ini, menurut dia, memberikan risiko yang besar juga bagi para pasien yang tengah dirawat di rumah sakit. Hashemi juga menginformasikan bahwa dua pasien dalam pengawasan karena terpapar Covid-19 masih dalam isolasi dan telah dipindahkan ke ruangan dan fasilitas yang lebih aman.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasukan Khalifa Hafter yang berbasis di wilayah timur Libya terus berupaya meningkatkan serangan dan tekanan terhadap posisi pasukan pemerintah dan ibu kota Tripoli yang telah mereka kepung selama setahun terakhir. Meskipun telah ada permintaan dan upaya gencatan senjata dari beberapa pihak, termasuk PBB dan komunitas internasional agar otoritas kesehatan bisa menangani pandemi Covid-19 yang sudah mulai masuk ke negara tersebut, upaya tersebut gagal. Serangan mereka terhadap Al-Khadra adalah serangan ketiga terhadap fasilitas medis di Tripoli selama sebulan terakhir.
Koordinator Misi Kemanusiaan PBB untuk Libya Yacoub El Hillo, dalam pernyataan tertulisnya, mengatakan, sejak Maret 2020, sebanyak 27 fasilitas kesehatan hancur setelah bentrokan terjadi antara Pemerintah Libya dan kelompok Haftar.
”Eskalasi serangan yang tidak masuk akal ini harus dihentikan. Apalagi menyasar fasilitas medis dan para petugas kesehatan yang sangat penting dalam perjuangan melawan pandemi global. Hal ini tidak dapat dibenarkan,” kata El Hillo.
Kondisi di Libya barat pun memburuk. Perusahaan Great Man-Made River, perusahaan pengelola jaringan pipa pemasok air tanah dari Sahara, mengatakan bahwa kelompok bersenjata telah menyerbu stasiun pompa dan memutus pasokan air ke sebagian besar wilayah. Para dokter di Abu Salim, wilayah yang terkepung oleh kelompok bersenjata itu, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut. Mereka khawatir persediaan air rumah sakit akan habis. Pada saat yang sama, pasokan listrik berkurang dan akan membuat kota-kota di bagian barat Libya menjadi gelap gulita.
Pemerintah Libya telah mengonfirmasi adanya 20 kasus positif Covid-19 di negara tersebut. Sebagian besar warga yang terpapar tinggal di Libya bagian barat. Satu pasien lainnya tinggal di Benghazi. (AP/REUTERS)