Pada 14 Januari 2020, WHO menyatakan belum ada bukti Covid-19 bisa menular antarmanusia. Taiwan, seperti terungkap pada awal April 2020, sudah menanyakan masalah itu kepada WHO.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Amerika Serikat kembali menunda pembayaran sumbangan dan kewajiban ke badan yang dinaungi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kali ini Washington menyasar Organisasi Kesehatan Dunia yang disalahkannya di tengah pandemi Covid-19.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemotongan sumbangan untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebab, WHO dinilai gagal mencegah Covid-19 menyebar. ”WHO gagal menjalankan kewajibannya dan harus bertanggung jawab,” ujarnya, Selasa (14/4/2020) sore waktu Washington atau Rabu dini hari WIB.
AS sedang menelaah langkah-langkah WHO sebelum membuat keputusan soal pembayaran sumbangan dan kewajiban pada lembaga itu. Telaah akan dilakukan hingga tiga bulan ke depan. ”Ini periode evaluasi dan sementara itu, kami menunda semua dana ke WHO,” seraya menekankan AS akan terus berhubungan dengan WHO.
Sejak beberapa waktu terakhir, Trump menyalahkan WHO di tengah peningkatan pengidap dan korban tewas akibat Covid-19 di AS. Ia menuding WHO menyebarkan informasi palsu dan terlalu mengandalkan informasi dari China. Akibatnya, kasus Covid-19 melonjak. Sejak Maret 2020, Trump secara terbuka marah kepada WHO. Ia menyebut WHO mengkritik langkah AS membatasi penerbangan dari China.
Sementara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, Washington mendorong perubahan mendasar pada WHO. ”WHO telah melakukan hal baik dalam sejarahnya. Sayangnya, kini mereka tidak melakukan itu. Kami perlu memastikan bahwa kami mendorong perubahan mendasar untuk itu,” ujarnya.
Pada 2019, WHO mendapat 452 juta dollar AS dari Washington. Pada pertengahan Februari 2020, Trump sudah menyatakan akan memangkas sumbangan ke WHO menjadi hanya 57,9 juta dollar AS. Selepas itu, ia bolak-balik menyalahkan WHO di tengah pandemi SARS-CoV-2.
Bukan kali ini saja Trump memangkas dana untuk badan yang dinaungi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada 2018, AS memangkas sumbangan ke badan PBB yang mengurus pengungsi Palestina, UNRWA. Pemangkasan dilakukan di tengah upaya Trump mendorong pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Washington juga sama sekali berhenti menyumbang untuk UNESCO, badan PBB yang mengurus pendidikan dan kebudayaan. Bersama Israel, AS keluar dari UNESCO pada 2019.
Reaksi PBB
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, peninjauan atas langkah-langkah dalam situasi tertentu mungkin saja dilakukan. Peninjauan dapat dilakukan setelah pandemi bisa ditangani. Telaah harus dilakukan untuk memahami bagaimana penyakit berkembang dan menyebar secara cepat. Pelajaran dari telaah itu akan membantu menghadapi tantangan sejenis di masa depan.
”Akan tetapi, bukan sekarang,” ujarnya dalam tanggapan tertulis atas keputusan Trump.
Ia menekankan, WHO adalah garda depan dalam menghadapi pandemi. WHO membantu negara-negara dengan panduan, pelatihan, perlengkapan, dan layanan penyelamatan nyawa di tengah perang melawan pandemi.
”Saya yakin WHO harus didukung karena (lembaga) itu penting dalam upaya dunia melawan Covid-19,” demikian pernyataan tertulisnya.
Kritik atas keputusan Trump juga dilontarkan dari AS. ”Selama krisis Kesehatan terburuk, menunda pendanaan ke WHO adalah langkah berbahaya dan salah yang tidak membuat penanggulangan Covid-19 menjadi lebih mudah,” kata Ketua Ikatan Dokter AS Patrice A. Harris
Pendapat senada disampaikan pakar infeksi di Pusat Keamanan Kesehatan pada John Hopkins University, Amesh Adalja. ”Langkah itu salah di tengah pandemi,” ujarnya.
Ia tidak menampik WHO pernah salah seperti dalam penanganan ebola di Afrika pada 2013-2014. Walakin, evaluasi terhadap kesalahan itu dilakukan setelah pandemi selesai.
Kritik pada WHO
Trump bukan satu-satunya orang yang mengkritik langkah WHO menangani Covid-19. ”Jika di awal WHO tidak berkeras bahwa China tidak punya epidemi pneumonia epidemic, semua pasti sudah membuat pencegahan,” kata Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso dalam pidato di parlemen Jepang pada 28 Maret 2020, seperti disiarkan kantor berita Kyodo.
Aso menyebut Sekretaris Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus tidak bertindak cukup untuk menangani wabah ini. Ia juga menyinggung petisi yang meminta Tedros mundur. Ia merujuk pada kabar WHO telah mendapat informasi soal Covid-19 sejak akhir Desember 2019. Walakin, WHO terus menyatakan tidak perlu khawatir dengan fenomena di Wuhan itu.
Pada 14 Januari 2020, WHO menyatakan belum ada bukti Covid-19 bisa menular antarmanusia. Taiwan, seperti terungkap pada awal April 2020, sudah menanyakan masalah itu kepada WHO. Taipei mengaku tidak pernah mendapat jawaban jelas dari WHO. Jawaban yang didapat dari WHO justru pertanyaan tentang bagaimana lembaga itu berkomunikasi dengan Taiwan yang bukan anggota WHO.
Selanjutkan dalam pertemuan pada 22 Januari 2020, WHO menyatakan penyakit yang akhirnya diakui disebabkan virus korona baru itu bukan Perhatian Intenasional Atas Darurat Kesehatan (PHEIC). Dalam protokol WHO, PHEIC merupakan aras tertinggi pada daftar peringatan atas suatu penyakit. Pada 23 Januari 2020, Wuhan mulai diisolasi total dan laporan Covid-19 sudah datang dari beberapa negara.
Sementara pada akhir Januari 2020, Trump mendapat laporan intelijen atas parahnya kasus Covid-19 di China. Pada 30 Januari 2020, WHO memang akhirnya menyatakan Covid-19 sebagai PHEIC.
Namun, Tedros tetap menolak pembatasan penerbangan dan pergerakan. Pembatasan penerbangan dinyatakan tidak membantu menyelesaikan masalah dan malah melumpuhkan sistem. (AP/REUTERS)