Penangkapan yang diikuti penahanan para aktivis ini bisa memicu gejolak baru di Hong Kong, yang tahun lalu pernah diguncang unjuk rasa massa berbulan-bulan dan diwarnai kekerasan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
HONG KONG, SABTU – Penahanan 14 aktivis dan beberapa tokoh prodemokrasi oleh kepolisian Hong Kong, Sabtu (18/4/2020), bisa memicu gejolak baru. Operasi penangkapan besar-besaran terhadap aktivis oleh aparat kepolisian terjadi tiga hari setelah Beijing menekan Hong Kong agar segera menerapkan undang-undang keamanan nasional, yang telah ditolak oleh warga Hong Kong melalui unjuk rasa selama berbulan-bulan tahun lalu.
Para aktivis yang ditahan adalah Jimmy Lai Chee-ying (pendiri Next Media Grup), mantan legislator Martin Lee Chu-ming, Albert Ho Chun-yan, Lee Chuek-yan, Leung Kwok-hung dan Au Nok-hin. Hampir bersamaan, polisi juga menangkap mantan anggota parlemen Yeung Sum dan Cyd Ho Sau-lan, ketua Liga Sosial Demokrat Avery Ng Man-yuen, wakil ketua Liga Sosial Demokrat Raphael Wong Ho-ming, Wakil ketua Hak Asasi Manusia Sipil Figo Chan Ho-wun serta aktivis Sin Chung Kai. Seorang mantan legislator lain, Margaret Ng Ngoi-yee ditangkap saat muncul di kantor polisian.
Para aktivis prodemokrasi lainnya mengecam kepolisian Hong Kong. Mereka berorasi di depan markas Kepolisian Cheung Sha Wan sejak pukul 14.00 waktu setempat untuk memberikan semangat kepada rekan-rekannya dan menuntut pembebasan rekan-rekannya. Penangkapan berpotensi memicu gejolak baru di Hong Kong yang tahun lalu diguncang unjuk rasa massa berbulan-bulan dan kekerasan.
Aparat kepolisian yang berjaga di sekitar lokasi demo mengingatkan para aktivis agar tidak melanggar kebijakan otoritas Hong Kong di tengah pandemi Covid-19 yang melarang lebih dari empat orang berkumpul di satu lokasi, namun tidak digubris.
Pengawas Kantor Polisi Distrik Tengah di Kepolisian Hong Kong, Inspektur Lam Wing-ho, dalam konferensi pers mengonfirmasi bahwa petugas telah menangkap 12 pria dan dua perempuan berusia antara 24-81 tahun pada hari itu dengan tuduhan kejahatan terorganisasi. Mereka telah mengorganisasi massa dan berpartisipasi dalam aksi demonstrasi menolak UU ekstradisi atau UU keamanan nasional di Hong Kong.
Menurut Lam, aksi yang telah dilakukan sebanyak tiga kali pada 2019, yakni pada 18 Agustus, 1 Oktober, dan 20 Oktober, itu tidak sah. “Tindakan itu melanggar peraturan ketertiban umum. Kami juga takkan menghilangkan kemungkinan untuk melakukan lebih banyak penangkapan di masa depan," kata dia.
Menurut The Standard, Lam mengatakan, polisi akan terus menggali dan melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Para pihak yang diduga melanggar undang-undang, akan ditangkap dan dituntut berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki pihak kepolisian.
Aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong sepanjang tahun lalu dipicu oleh rencana penerapan UU ekstradisi atau UU keamanan nasional, yang memungkinkan warga Hong Kong yang diduga melakukan kejahatan diekstradisi dan diadili di China daratan. Sistem peradilan China yang buram dan otoriter membuat penolakan itu meluas sebelum akhirnya rencana itu dicabut oleh otoritas Hong Kong.
Tuntut kebebasan
Demonstrasi di kota semi-otonom berubah menjadi gerakan yang lebih luas, mendesakkan kebebasan yang lebih luas seperti yang pernah dirasakan warga Hong Kong sebelum kembali tergabung dengan China pada tahun 1997. Namun, desakan itu ditolak Pemerintah China.
Setelah rancangan undang-undang tentang ekstradisi itu dicabut, Pemerintah China, melalui Kepala Kantor Penghubung China yang baru, Luo Huining, mencoba mendesak pemberlakuan UU keamanan yang kontroversial ke dalam sistem hukum Hong Kong.
Menurut The Guardian, Hong Kong perlu menerapkan UU Keamanan yang disusun tahun 2003 itu karena gerakan pro-demokrasi Hong Kong merupakan pukulan besar terhadap supremasi hukum, mengancam satu negara dengan dua prinsip dan dipengaruhi oleh kekuatan yang mendorong pro-kemerdekaan.
Anggota parlemen pro-demokrasi, Claudia Mo, menilai, pemerintahan Hong Kong dibawah kendali China tampak berusaha keras untuk memperkenalkan teror ke warga kawasan itu.
"Mereka melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk mencoba membungkam, untuk mengalahkan oposisi lokal,” kata dia.
Pemimpin Partai Demokrat Wu Chi-wai mengecam penangkapan itu dan menilai bahwa polisi, dibawah kendali Pemerintah China, tengah berupaya untuk menciptakan efek kengerian kepada warga Hong Kong. Hal itu terjadi setelah pimpinan baru kantor penghubung menekankan perlunya penerapan UU Keamanan.
"Mereka menyasar semua orang di Hong Kong untuk memastikan bahwa Hong Kong berada di bawah kendali mereka, khususnya mereka berbicara tentang berlakunya Pasal 23 (UU Keamanan Nasional)," kata Wu. Wu menyatakan, para aktivis pro-demokrasi akan melawan dan terus melawan terhadap upaya pembungkaman itu.
Sebaliknya, Regina Ip Lau Suk-yee, anggota parlemen dari Partai Rakyat Baru yang pro-Beijing menolak tuduhan bahwa penangkapan itu bersifat politis. Semua sama di depan hukum "Tidak ada hak istimewa atau kekebalan meskipun Anda seorang selebritas, bos media, anggota parlemen, atau mantan anggota parlemen," kata Ip. (AP/AFP)