Hong Kong kembali ke Beijing pada 1997 di bawah formula ”satu negara, dua sistem” di daratan China. Padahal, otonomi tingkat tinggi dipandang sebagai kunci kemakmuran Hong Kong.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, RABU — Pemerintah China menekan Hong Kong agar segera memberlakukan Undang-Undang Keamanan, yang sebelumnya telah berulang kali ditolak dan memicu gelombang kerusuhan dan kekerasan selama berbulan-bulan. Luo Huining, pejabat paling senior China di Hong Kong, Rabu (15/4/2020), mengatakan, UU itu harus segera diberlakukan karena aksi protes 2019 merusak hukum, kemakmuran, dan stabilitas Hong Kong.
Luo Huining adalah Kepala Kantor Penghubung China di Hong Kong. Dalam pidato peringatan Hari Pendidikan Keamanan Nasional China, ia pun mengkritik apa yang disebutnya kekuatan asing yang ikut campur dalam urusan Hong Kong.
Dalam beberapa komentar terkuatnya sejak menjabat pada Januari, Luo mengatakan, keamanan nasional jelas merupakan kekurangan di daerah bekas koloni Inggris itu.
”Jika ’semut-bukit’ yang mengikis aturan hukum tidak dibersihkan, bendungan keamanan nasional akan dihancurkan dan kesejahteraan semua warga Hong Kong akan rusak,” kata Luo. ”Ada kebutuhan untuk berupaya menjaga sistem hukum keamanan nasional dan pemberlakuan sistem penegakan sesegera mungkin."
Upaya sebelumnya untuk merancang undang-undang keamanan nasional baru untuk Hong Kong, yang dikenal sebagai Pasal 23, disambut dengan protes massal pada tahun 2003 dan kemudian tidak dilanjutkan.
Beberapa jam setelah Luo berpidato, Dewan Negara China mengatakan telah menurunkan Yang Jian dari jabatannya sebagai wakil direktur Kantor Penghubung Hong Kong. Langkah itu dinilai sebagai upaya Beijing mengubah manajemen pengelolaan wilayah itu dari sisi personel.
Hong Kong kembali ke Beijing pada tahun 1997 di bawah formula ”satu negara, dua sistem” yang menjamin kebebasan luas yang tidak terlihat di daratan China. Otonomi tingkat tinggi secara luas dipandang sebagai kunci kemakmuran Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional.
Asosiasi Pengacara Hong Kong pada Selasa meminta Beijing untuk menahan diri dalam komentarnya tentang urusan di Hong Kong. Diperingatkan bahwa pandangan Beijing dapat dianggap sebagai gangguan.
Tekanan peradilan
Informasi menyebutkan peradilan independen yang menjadi landasan kebebasan secara luas di Hong Kong juga mendapat tekanan dari pimpinan Partai Komunis China. Tiga hakim paling senior Hong Kong mengatakan kepada Reuters bahwa peradilan independen, landasan kebebasan luas di Hong Kong, sedang berjuang untuk bertahan hidup.
Pers yang dikontrol negara di China telah memperingatkan para hakim Hong Kong untuk tidak membebaskan pengunjuk rasa yang ditangkap selama demonstrasi tahun lalu. Para hakim dan pengacara mengatakan ada tanda-tanda Beijing berusaha membatasi wewenang pengadilan Hong Kong untuk memutuskan masalah-masalah inti secara konstitusional.
Orang-orang yang dekat dengan hakim utama kota itu, Geoffrey Ma, mengatakan dia harus bersaing dengan pejabat Partai Komunis China (PKC) yang mendorong pandangan Beijing bahwa aturan hukum pada akhirnya harus menjadi alat untuk mempertahankan aturan satu partai.
Ketegangan itu berkobar pada September tahun lalu ketika Ma berbicara di konferensi Asosiasi Pengacara Internasional di Seoul tentang aturan hukum, termasuk perlindungan hak asasi manusia yang luas yang dibangun dalam sistem hukum Hong Kong. Para hakim tidak boleh dipengaruhi oleh ”faktor-faktor asing seperti politik,” kata kepala pengadilan Hong Kong.
Ketika Ma selesai, kata tiga saksi, seorang perwakilan dari AllBright Law Office, sebuah firma hukum China daratan utama yang ikut mensponsori acara makan siang itu, bergegas ke podium. Perwakilan itu menolak pidato politik itu. Hal itu sontak mendapat cemoohan dan protes dari khalayak di tempat itu. Tidak ada komentar dari pihak AllBright.
Beberapa badan hukum di Hong Kong saat ini bersiap-siap atas kemungkinan China ikut campur dalam penunjukan hakim baru. Hal itu menyusul keberatan oleh beberapa anggota parlemen pro-Beijing di Hong Kong terhadap dua penunjukan hakim baru-baru ini di pengadilan tinggi. Hal itu sontak menimbulkan kekhawatiran di kalangan penegak hukum di Hong Kong.
Setiap intervensi dalam proses seleksi, kata salah satu hakim, kemungkinan akan memicu pengunduran diri. ”Kami khawatir mereka kehilangan kesabaran, dan akan menemukan cara bersikap,” kata salah satu hakim, merujuk pada kepemimpinan Beijing. ”Kami tahu dari interaksi kami dengan hakim senior China bahwa mereka sama sekali tidak mendapatkan dukungan di Hong Kong.”
Seorang juru bicara pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan, pemerintah pusat di Beijing telah berkali-kali menegaskan sikap bahwa mereka akan terus sepenuhnya menerapkan prinsip ”satu negara, dua sistem” dalam hubungan Hong Kong-China.
Beijing ditegaskan hanya berkomitmen pada Hukum Dasar sebagai dasar konstitusi bagi Hong Kong untuk melindungi hak-hak dan kebebasan di wilayah itu. (AFP/REUTERS)