WHO menyatakan terlalu dini untuk menanggapi hasil uji coba remdesivir.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Amerika Serikat berharap remdesivir bisa dipakai sebagai salah satu obat untuk menangani Covid-19. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tetap meminta semua pihak berhati-hati sembari menunggu lebih banyak hasil pengujian terkumpul.
Harapan pada Remdesivir diungkap oleh Presiden AS Donald Trump dan Kepala Pusat Infeksi dan Alergi (NIAID) AS Anthony Fauci, Rabu (29/4/2020) sore waktu Washington atau Kamis dini hari WIB. Fauci mengungkap, hasil uji penggunaan remdesivir memberikan harapan. ” Data menunjukkan remdesivir berdampak positif dan jelas dalam memangkas waktu pemulihan,” ujarnya.
Ia tidak menampik, data hasil pengujian masih harus diperiksa lebih lanjut. Sampai sekarang, belum ada vaksin dan obat untuk mengatasi Covid-19. Meskipun demikian, sejumlah vaksin dan obat sedang dikembangkan untuk mengobati penyakit yang telah menginfeksi 3,2 juta orang dan menewaskan 228.251 jiwa di ratusan negara itu.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS atau dikenal dengan Food and Drug Administration (FDA) telah berbicara dengan produsen remdesivir, Gilead, tentang percepatan penyediaan obat itu. Walakin, lembaga tersebut menolak membahas soal pengesahan obat itu. ” Saya ingin mereka bekerja secepat mungkin. Kami ingin semua selamat, tetapi kami ingin mengharapkan pengesahan yang cepat, khususnya pada hal yang teruji,” kata Trump.
Sementara WHO menyatakan terlalu dini untuk menanggapi hasil uji coba remdesivir. WHO biasanya mengumpulkan data dari beberapa pengujian sebelum menilai. ” Ada beberapa pengujian di AS dan Inggris. Remdesivir adalah salah satu obat dalam pengujian itu. Ada lebih banyak data akan datang. Kami berharap obat ini dan lainnnya bisa teruji membantu mengobati Covid-19,” kata Direktur Program Darurat WHO Mike Ryan.
Hal itu didasarkan pada fakta kini ada 180 lokasi pengujian remdesivir. Dalam uji coba oleh para peneliti di AS ditemukan bahwa pasien yang diberikan remdesivir bisa sembuh hingga empat hari lebih cepat dibandingkan yang tidak. Tingkat kematian kelompok pasien yang menerima obat itu lebih rendah dibandingkan yang tidak, yakni 8 persen berbanding 11,6 persen. ” Obat ini bisa menghalangi virus,” kata Fauci.
Sebaliknya, pengujian di Wuhan, China, menunjukkan pasien yang meminum remdesivir tidak sembuh lebih dibandingkan pasien yang tidak meminum obat itu. Obat itu juga tidak mengurangi virus di tubuh ataupun mengurangi risiko kematian akibat Covid-19.
Gilead kini punya cadangan 1,5 juta dosis remdesivir dan siap menyumbangkannya ke berbagai rumah sakit. Cadangan itu cukup untuk diberikan kepada hingga 140.000 pasien. Jumlah pasien yang bisa menerima obat itu akan meningkat jika waktu penyembuhan lebih cepat sehingga persediaan obat masih banyak. ”Kami sedang mengupayakan kerja sama global untuk mempercepat produksi,” kata pimpinan Gilead, Daniel O’Day.
Dampak ekonomi
Penemuan obat dan vaksin sangat ditunggu. Hingga 55 persen warga AS tidak mau keluar rumah jika vaksin belum ditemukan. Mereka akan tetap di rumah meski pembatasan mobilitas diakhiri.
Pembatasan mobilitas membuat perekonomian terhenti dan, menurut Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell, dampaknya amat buruk. ”Kita akan menyaksikan data ekonomi kuartal kedua lebih buruk dibandingkan data apa pun. Ada dampak langsung dari penyakit dan Langkah yang diambil untuk melindungi diri dari penyakit ini,” ujarnya.
Pemulihan akan butuh waktu dan dimulai saat dunia usaha kembali beroperasi pada kuartal tiga 2020. ”Kita akan masuk tahap baru dan baru mulai untuk melakukan itu, di mana akan dibutuhkan jaga jarak dan pembukaan bertahap dengan kecepatan berbeda di setiap daerah,” ujarnya.
Ia menyebut, kelompok minoritas paling rentan dan butuh waktu lebih lama untuk pulih dari dampak ekonomi akibat virus. Sampai akhir April 2020, tercatat 26 juta pengangguran di AS. Lebih dari 20 juta orang jadi pengangguran mulai pertengahan Maret 2020. Kelompok pekerja kulit hitam dan Latin paling terdampak.
Hingga 61 persen pekerja dari kelompok latin menjadi pengangguran atau setidaknya mengalami pemangkasan gaji. Sementara 44 persen pekerja kulit hitam dan 38 persen pekerja kulit putih mengalami hal serupa. Sedihnya, hanya 29 persen kelompok latin dan 27 persen kelompok kulit hitam punya cadangan dana darurat. Sebaliknya, 53 persen pekerja kulit putih punya tabungan untuk keperluan itu.
Dari Italia dilaporkan, 4,7 juta orang mengajukan permohonan tunjangan bantuan sosial. Sementara 7,73 juta orang meminta tunjangan pengganti gaji. Pemohon kedua tunjangan itu sama-sama menjadi pengangguran atau terpangkas penghasilannya karena wabah ini. (AP/REUTERS)