Italia menerima aneka sumbangan dari banyak negara. Italia mengelola semua bantuan itu secara transparan kepada warga dan para sekutu Roma.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
ROMA, SELASA — Italia menjamin haluan politik luar negerinya tetap meski telah menerima sumbangan penanggulangan Covid-19 dari banyak negara. Roma akan tetap mengutamakan Uni Eropa dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengatakan, tidak ada yang berubah dari politik luar negeri negaranya. ”Saya bisa mengonfirmasi bahwa kebijakan luar negeri kami sama persis dengan kemarin,” ujarnya, Selasa (5/5/2020), di Roma.
Bersama Spanyol, Italia menjadi pusat wabah Covid-19 di Eropa. Selama penanggulangan dampak pandemi selama beberapa bulan terakhir, Italia menerima aneka sumbangan dari banyak negara.
Italia mengelola semua bantuan itu secara transparan kepada warga dan para sekutu Roma. ”Kami berhubungan dengan semua, walakin soko guru keamanan kami tetap Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa. Tetap seperti itu,” kata Menteri Pertahanan Italia Lorenzo Guerini.
Italia, kata Guerini, menerima bantuan dari Eropa, AS, China, dan Rusia. ”Hal itu tidak mengubah acuan tradisional pada kerangka internasional kami,” ujarnya.
Conte dan Guerini menyatakan itu selepas Menteri Pertahanan AS Mark Esper menuding China dan Rusia berusaha mengembangkan pengaruh lewat bantuan yang disalurkan selama pandemi. ”Sadar ada beberapa negara menggunakan pandemi untuk menanamkan modal di industri dan infrastruktur penting yang berdampak pada keamanan jangka panjang,” katanya.
Ia menuding, bantuan dan proyek China bisa dipakai jadi perangkat mata-mata. Esper mendesak sekutu-sekutu AS jangan menggantungkan pasokan pada China dengan alasan keamanan. ”Ketergantungan pada pasokan dari China membuat sistem penting rawan penyadapan, manipulasi, dan mata-mata. Hal ini merisikokan kemampuan kita berkomunikasi dan berbagai intelijen,” ujarnya.
Ia menyatakan itu di tengah peningkatan ketegangan AS-China soal muasal virus SARS-CoV-2. Selain Esper, pejabat AS yang gencar menuding China soal Covid-19 adalah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan tentu saja Presiden AS Donald Trump. Dalam beberapa kesempatan, Pompeo mengaku ada bukti bahwa virus SARS-CoV-2 berasal dari Wuhan. Sampai sekarang, ia tidak mengungkap bukti itu.
Tudingan AS
Hal yang terjadi justru ada laporan intelijen yang bocor soal tudingan pejabat AS bahwa China menutupi pandemi di tahap awal. Laporan itu diakses kantor Associated Press pada Senin (4/5/2020). Laporan dari Kementerian Keamanan Dalam Negeri (DHS) itu menuding Beijing sengaja menutupi informasi pandemi tahap awal agar punya kesempatan menumpuk peralatan kesehatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan wabah tersebut.
DHS menuding Beijing meningkatkan impor obat dan alat kesehatan sembari terus menyatakan tidak ada pandemi. Pada saat bersamaan, Beijing juga dituding mulai membatasi ekspor obat dan peralatan kesehatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan pandemi. Menurut laporan itu, ada perubahan hingga 95 persen dalam pola ekspor-impor alat kesehatan dan obat di China. Beijing terutama mengimpor sarung tangan, masker, dan baju pelindung.
DHS juga menuduh Beijing sengaja menunda laporan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tenaga kesehatan yang menangani pandemi tahap awal pun dibungkam. WHO menerima informasi soal Covid-19 dari China pada 31 Desember 2019. Sementara Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular AS menerima informasi dari China pada 8 Januari 2020. Adapun contoh virus dari China diterima AS pada 11 Januari 2020. Berdasarkan contoh virus itu, sejumlah perusahaan AS mulai mengembangkan vaksin sejak 13 Januari 2020 atau 10 hari sebelum Wuhan diisolasi total.
Dari Beijing dilaporkan, Institut China untuk Hubungan Internasional Kiwari (CICIR) menerbitkan laporan bahwa China kini menghadapi tekanan internasional seperti selepas insiden Tiananmen. CICIR, lembaga kajian yang terafiliasi dengan Kementerian Keamanan Negara China, memperingatkan bahwa permusuhan karena Covid-19 ini bisa berujung pada konfrontasi dengan AS.
Laporan itu disampaikan pada 1 Mei 2020 kepada sejumlah pejabat penting, termasuk Presiden China Xi Jinping. Permusuhan akibat Covid-19 ini bisa mengganggu proyek infrastruktur dalam kerangka Inisiatif Sabuk dan Jalan yang didorong Beijing. AS juga bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan pengaruh di kawasan sehingga membahayakan keamanan Asia. (AP/REUTERS)