Politisi AS Bujuk Pengunjuk Rasa Gunakan Hak Pilih
Dalam berbagai pemilu, pemilih muda paling sedikit menggunakan hak suaranya. Padahal, mereka berpeluang mengubah hasil pemilu AS 2020.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Para politisi Amerika Serikat dan pendukungnya tengah berusaha membujuk para pengunjuk rasa muda agar mau menggunakan hak pilih pada pemilu nanti. Meskipun aktif berpolitik lewat unjuk rasa, pemilih muda jarang menggunakan hak pilih.
Dalam dua pekan sejak kematian George Floyd, para pemuda AS memadati jalan pada skala yang tidak pernah terlihat dalam 60 tahun terakhir. Mereka memprotes diskriminasi rasial setelah Floyd tewas di tangan polisi Minneapolis.
Sayangnya, sejumlah pihak khawatir mereka tetap tidak akan menyalurkan aspirasi politik lewat pemilu. ”Dalam situasi normal, meningkatkan jumlah pemilih muda sangat menantang,” kata Carolyn DeWitt, Direktur Eksekutif Rock The Vote, lembaga yang fokus membangun kekuatan politik pemuda, sebagaimana dikutip kantor berita Associated Press, Rabu (10/6/2020) waktu Washington.
Dalam berbagai pemilu, pemilih muda paling sedikit menggunakan hak suaranya. Padahal, mereka berpeluang mengubah hasil pemilu AS 2020. DeWitt berusaha mengubah itu antara lain dengan menyediakan sarana pendaftaran pemilih secara daring. Dalam sepekan terakhir, 50.000 pendaftar memanfaatkan platform itu. ”Sangat penting bagi kami memastikan kita protes sekarang dan memilih nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, mantan Presiden AS Barak Obama juga mengajak pengunjuk rasa menyalurkan kemarahan mereka pada diskriminasi rasial lewat pemilu nanti. Berbagai pihak juga menyerukan ajakan serupa di tengah unjuk rasa.
Masalahnya, pemilih muda tidak akrab dengan isu-isu yang diusung politisi senior, seperti Presiden AS Donald Trump ataupun bakal calon presiden AS, Joe Biden. ”Tidak bisa hanya menyatakan: apakah kamu lebih baik dari Trump. Warga yang marah, yang turun ke jalan, yang di rumah dan tidak terlibat, lalu Anda cuma mengatakan lebih baik dari yang gila ini. Tidak cukup,” kata Cliff Albright, salah satu pendiri Black Voters Matter yang mendorong pendaftaran pemilih kulit hitam.
Trump dan Biden sama-sama kurang dikenal para pemilih muda. Banyak pengunjuk rasa yang terlibat dalam isu kematian Floyd tidak tahu pendapat Biden tentang masalah-masalah yang dipersoalkan dalam unjuk rasa selama beberapa pekan terakhir. Karena itu, salah satu kelompok Biden yang bernama NextGen America berusaha menjangkau mereka. Juru bicara kelompok itu, Heather Greven, menyebut NextGen America menyiapkan 45 juta dollar AS untuk mengampanyekan Biden di negara bagian yang tidak didominasi Demokrat ataupun Republikan.
Upaya mengajak pemuda memilih juga dilakukan Tom Bergan (22) yang bekerja di HeadCount. Pada hari biasa, HeadCount fokus mendaftarkan pemuda ke konser musik. Kini, kelompok itu menggunakan kemampuannya membantu pemuda mendaftar menjadi pemilih.
Bergan menyebut, massa antusias dengan langkahnya dan banyak yang mendaftar. Aksinya beberapa pekan ini membuat dia ingat kegiatan serupa dalam unjuk rasa pada 2018.
Kecewa
Sebagian pemuda, seperti Ja’Mal Green asal Chicago, mengaku kecewa kepada Biden. Sebab, Biden menolak ide memangkas anggaran kepolisian yang dituntut pengunjuk rasa. Biden memilih mengatakan AS memang perlu perubahan besar pada kebijakan soal polisi. Hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan syarat seperti di APBN AS. Di AS, kepolisian negara bagian dan kota didanai APBD. Sebab, kepolisian negara bagian dan kota terpisah dari pemerintah federal.
Bagi Green, sikap Biden mungkin menarik untuk pemilih senior dan moderat yang membantu Biden memenangi konvensi Demokrat. Walakin, sikap itu tidak menarik bagi pemilih muda yang ingin perubahan lebih besar. ”Kalau tidak (ada perubahan lebih besar), mereka (pemilih muda) tinggal mengatakan tidak peduli dengan pemilu,” ujar Green.
Biden bukan satu-satunya politisi yang menolak pemangkasan anggaran polisi. Anggota DPR AS dari Partai Republik, Jim Jordan, warga AS paham bahwa pemangkasan adalah kegilaan. Politisi Republikan lainnya, Angela Underwood Jacobs, juga berpendapat bahwa pemangkasan anggaran kepolisian adalah ide konyol. Saudara Angela, Dave Patrick Underwood, adalah petugas satpam pengadilan federal di California yang tewas di tengah kerusuhan selama unjuk rasa untuk memprotes kematian Floyd. (AP)