Australia Anggap China sebagai Tersangka Utama Aktor Serangan Siber ke Negaranya
PM Australia Scott Morrison menyebut Australia tengah menjadi target serangan siber dari aktor negara yang memiliki kemampuan canggih. Sasarannya adalah sektor kesehatan, infrastruktur, dan layanan penting lainnya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
CANBERRA, JUMAT — Australia menganggap China sebagai tersangka utama pelaku serangan siber pada lembaga-lembaga pemerintah dan kelompok bisnis negara itu dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini diungkapkan tiga sumber yang mengetahui betul cara pandang Pemerintah Australia kepada kantor berita Reuters, Jumat (19/6/2020).
Peretasan sistem informasi pada berbagai sektor di Australia belakangan ini dicurigai dilakukan oleh aktor negara, atau setidaknya oleh para peretas disponsori orang atau lembaga yang terafiliasi oleh negara tertentu. Meski nama aktor itu tidak disebutkan, sejumlah pihak mencurigai peretasan itu dilakukan atas sponsor Pemerintah China yang saat ini dalam hubungan tegang dengan Australia.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Jumat, menyatakan bahwa negaranya tengah menjadi target serangan siber dari aktor negara yang memiliki kemampuan canggih. Sektor kesehatan, infrastruktur, dan layanan penting lainnya menjadi sasaran serangan.
”Ini merupakan tindakan aktor berlatar belakang negara dengan kemampuan yang sangat baik. Tidak banyak aktor berlatar belakang negara yang memiliki kemampuan itu,” kata Morrison. Beberapa hal yang diincar adalah rahasia negara, kekayaan intelektual, dan data pribadi warga.
Morrison menyatakan, dia mengumumkan hal itu kepada publik agar mereka sadar apa yang tengah terjadi dengan negaranya dan juga ikut membantu mengamankan data milik pribadi yang disimpan di gawai-gawai atau bahkan komputasi awan milik mereka. Pada saat sama, dia juga menyatakan bahwa ia tidak bisa mengontrol apa yang dipikirkan oleh warga Australia terkait siapa atau negara mana yang bertanggung jawab atas serangan siber tersebut.
Sulit dihindari bahwa sebagian besar warga Australia menuding China berada di balik serangan tersebut. Ketegangan hubungan diplomatik kedua negara meninggi setelah Pemerintah Australia bergabung bersama Amerika Serikat meminta Beijing untuk memberikan izin pada tim penyelidik independen untuk menyelidiki asal muasal virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Respons China atas tindakan Australia adalah menunda impor daging, jelai, dan beberapa barang lainnya dari ”Negeri Kanguru” ini. Morrison mencoba ”melunak” dengan menyatakan politik tidak seharusnya mengganggu hubungan dagang kedua negara mengingat China adalah pasar terbesar produk-produk Australia. Namun, hal itu tidak mendapat tanggapan dari Beijing.
Salah satu yang meyakini bahwa China berada di balik serangan siber ke Australia adalah Greg Barton, ahli keamanan internasional Monash University. ”Tidak ada keraguan bahwa itu adalah China,” kata Barton. Dia mengingatkan bahwa kondisi ini membuktikan bahwa keamanan data di Australia sangat rentan dan biaya untuk memperbaikinya sangatlah besar.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China di Beijing, Jumat, menepis tuduhan bahwa Beijing terlibat dalam serangan siber tersebut. ”(China) dengan tegas menolak segala bentuk serangan siber,” katanya.
Tim investigasi Pemerintah Australia yang terdiri dari Pusat Keamanan Siber Australia dan Departemen Dalam Negeri, menurut Morrison, telah menggagalkan sejumlah upaya peretasan. Namun, sejauh ini belum ada yang terkait dengan peretasan data pribadi.
Dua perusahaan Australia telah merasakan akibat dari serangan siber tersebut. Harian Sydney Morning Herald melaporkan, perusahaan minuman Lion mendapatkan ancaman dari peretas yang mengancam akan membocorkan data rahasia perusahaan ke dunia maya apabila tidak membayar tebusan senilai 1 juta dollar Australia.
Selain Lion, satu perusahaan yang terdampak peretasan ini adalah perusahaan pengolahan baja Blue Scope, yang terpaksa menghentikan produksinya, Kamis (18/6/2020). Manajer Keuangan Blue Scope, Tania Archibald, dikutip dari laman ABC News, mereka terpaksa beralih mengoperasikan pabrik secara manual. Namun, hal itu tidak membuat produksi berjalan normal.
Beberapa bulan sebelumnya, Pusat Keamanan Siber Australia pernah mengeluarkan peringatan tentang adanya kemungkinan serangan siber terhadap para pekerja utama di pemerintahan yang bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19. Dua sektor yang menjadi perhatian badan siber itu adalah sektor transportasi umum dan komunikasi serta listrik dan air.
”Sangat patut dicela bahwa penjahat dunia maya akan berusaha untuk mengganggu atau melakukan serangan ransomware terhadap layanan penting kami selama krisis kesehatan besar,” kata Abigail Bradshaw, Kepala Pusat Keamanan Siber Australia. (AP/REUTERS)