Teknologi masa kini turut mendorong keterlibatan anak-anak muda dalam dunia politik dengan cara unik. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan tim kampanyenya menjadi sasaran keisengan anak-anak muda itu.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Tim kampanye Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya kecele. Pengguna aplikasi TikTok dan para pencinta musik pop Korea atau K-Pop rupanya ikut andil melambungkan harapan tentang jumlah kehadiran orang di kampanye politik pertama Presiden Amerika Serikat Donald Trump di BOK Center, Tusla, Oklahama, Sabtu lalu. Para pengguna media sosial, termasuk aplikasi berbagi video yang populer itu, mengaku mengisi formulir pendaftaran gratis secara online tetapi tidak berniat ikut hadir kampanye.
Menjelang hari-H, manajer kampanye Trump, Brad Parscale, menerima lebih dari 1 juta permohonan permintaan untuk hadir. Namun, BOK Center yang berkapasitas 19.000 kursi itu ternyata tak terisi penuh. Hanya terisi 6.200 kursi. Karena banyak kursi kosong sehingga akhirnya Trump dan Wakil Presiden AS Mike Pence membatalkan pidatonya.
Tim kampanye Trump menganggap kampanye sebagai cara memulihkan dukungan rakyat setelah dari sejumlah jajak pendapat ia kalah populer dari mantan Wakil Presiden AS Joe Biden yang menjadi pesaingnya dalam pemilihan presiden AS.
Wilayah Oklahama baru-baru ini melaporkan kenaikan kasus baru Covid-19 dan pemerintah setempat mengingatkan agar berhati-hati kepada siapa saja yang akan hadir dalam kampanye itu. Tim kampanye Trump menjelaskan, pendaftaran dibuka untuk umum dan siapa cepat dia dapat. Hanya saja, juru bicara tim kampanye Trump Tim Murtaugh menjelaskan panitia memang tidak memberikan tiket sebagai bukti.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat, Alexandria Ocasio-Cortez, mengatakan, kubu Trump terkecoh oleh remaja di TikTok yang beramai-ramai datang ke kampanye Trump dengan memalsukan reservasi. Kubu Trump percaya saja akan ada 1 juta warga yang akan hadir di kampanye di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Stasiun televisi CNN, Selasa, melaporkan, video TikTok yang diunggah Mary Jo Laupp (51) dengan tagar #TikTokGrandma mendorong banyaknya calon peserta bohongan. Video itu sudah ditonton lebih dari 700.000 orang. Dua fans K-Pop yang dikontak melalui Skype dan telepon mengaku mendaftarkan diri untuk 2 kursi. Mereka tidak memakai nama ataupun nomor kontak yang sebenarnya.
”Anak saya dan teman-temannya di Park City Utah punya ratusan ’tiket’. Kalian terkecoh anak-anak remaja AS,” kata Steve Schmidt yang pernah menjadi ahli strategi kampanye Partai Republik itu.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah Parscale menulis di Twitter bahwa lebih dari 1 juta orang mendaftar ikut kumpul-kumpul di luar arena melalui situs kampanye Trump. Juru bicara Joe Biden, Andrew Bates, menilai tak banyak orang yang datang ke acara kampanye menunjukkan Republik mulai kehilangan dukungan.
Gerakan anak muda
Pihak Trump menyalahkan media palsu yang memperingatkan orang agar tidak datang ke kampanye Trump karena risiko Covid-19. Para pengguna media sosial yang mengikuti isu ini tidak heran dengan cara anak muda memobilisasi publik untuk mengerjai dan memancing reaksi Trump. Mereka melakukannya tidak hanya melalui TikTok, tetapi juga Twitter, Instagram, bahkan Facebook. Fans K-Pop yang memiliki kekuatan komunitas daring yang besar dan terkoordinasi juga tidak terduga ikut mendukung demonstran Black Lives Matter AS beberapa waktu lalu.
Beberapa pekan terakhir, fans K-Pop mengalihkan sebentar platform dan tagar mereka yang biasanya dipakai untuk mendukung bintang favorit mereka untuk mendukung gerakan Black Lives Matter.
Mereka membanjiri tagar-tagar milik kelompok sayap kanan seperti ”hidup kulit putih penting” dan aplikasi-aplikasi polisi dengan potongan video klip dan meme bintang-bintang K-Pop.
Schmidt juga tidak heran dengan perilaku anak muda dalam kasus itu. Anak muda zaman sekarang toh tumbuh dan berkembang bersama serta menguasai teknologi informasi canggih. Mereka juga generasi pertama yang belajar melalui aplikasi semacam Zoom. ”Mereka punya selera humor yang subversif. Mereka hidup di dunia yang penuh meme dan lelucon sinis online. Mereka berpartisipasi dalam politik melalui metode yang mereka kenal dan peranti yang mereka miliki,” ujarnya.
Video yang dibuat Laupp pun menjadi fenomena baru karena mendorong orang ”membeli tiket” untuk memastikan tidak ada yang datang ke kampanye Trump. Video itu juga mengajari cara menghentikan menerima pesan dari kampanye Trump.
Ajang iklan
Para pengamat menilai pihak yang paling diuntungkan dari fenomena baru ini adalah media sosial, seperti Facebook. Pihak Trump mengaku tetap bisa untung karena apa yang dilakukan anak-anak muda itu justru mendorong mesin iklan media sosial yang ikut dinikmati kubu Trump. Facebook membutuhkan data orang dan mereka tidak peduli apakah anak-anak muda yang mendaftarkan diri ke acara kampanye Trump itu memakai identitas asli atau tidak.
”Tidak penting apakah mereka hanya daftar atau betul datang ke kampanye. Yang jelas, tim Trump mendapat data yang bisa dimanfaatkan Facebook untuk kepentingan lain. Tidak ada yang tahu,” kata Guru Besar Komunikasi di Georgia Tech, Ian Bogost. (REUTERS/AP)