AS Batasi Visa Pejabat China Terkait UU Keamanan Nasional di Hong Kong
AS memberikan respons konkret atas sikap China yang ingin menerapkan UU Keamanan Nasional di Hong Kong. Sejumlah pejabat China menjadi target pembatasan visa oleh AS meski pengamat menyebut itu hanya langkah simbolik.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Amerika Serikat membatasi penerbitan visa bagi para pejabat China yang dinilai bertanggung jawab dalam upaya membatasi kebebasan di Hong Kong. Namun, tidak disebutkan siapa pejabat yang dimaksud.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington DC, AS, Jumat (26/6/2020) waktu setempat, menjelang pertemuan tiga hari parlemen China yang dimulai pada hari Minggu besok dan kemungkinan bakal memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.
Pompeo mengatakan, pembatasan visa ini berlaku untuk beberapa ”mantan dan pejabat” Partai Komunis China (PKC) yang diyakini bertanggung jawab terhadap, atau terlibat dalam, pembatasan kebebasan di Hong Kong. Akan tetapi, Pompeo tidak menyebutkan siapa saja pejabat dan mantan pejabat PKC yang dimaksud.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menambahkan, keluarga dari pejabat dan mantan pejabat terkait juga bisa terdampak kebijakan pembatasan ini. Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump merespons rencana pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional oleh China di Hong Kong dengan mengancam akan mencabut status khusus Hong Kong—sebagai pusat keuangan global sejak diserahkan Inggris tahun 1997—dalam undang-undang di AS.
”AS menyerukan China untuk menghormati komitmen dan kewajibannya dalam Deklarasi Bersama China-Inggris,” ujar Pompeo. Ia menyerukan China untuk melindungi ”kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai”.
Pengumuman Pompeo ini merupakan langkah konkret pertama AS dalam merespons langkah terbaru China soal Hong Kong. Akan tetapi, Bonnie Glaser, pakar Asia di Center for Strategic and International Studies di Washington, mengatakan bahwa pembatasan visa umumnya bersifat simbolis. Fakta bahwa Pompeo tidak menyebutkan nama yang disasar, lanjut Glaser, semakin memperkecil dampak dari langkah AS tersebut.
Kolumnis Bloomberg, mengutip seorang pejabat di Departemen Luar Negeri AS, mengatakan jumlah pejabat China yang dimaksud dalam keputusan Washington itu ”tidak sampai dua digit”.
Juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, Fang Hong, menuturkan, China ”menentang keputusan AS yang salah itu”. Ia juga menambahkan, Undang-Undang Keamanan Nasional hanya menargetkan ”tindakan yang bisa membahayakan keamanan nasional secara serius”.
”Kami mendesak AS segera memperbaiki kesalahannya, menarik kembali keputusan ini, dan berhenti ikut campur urusan dalam negeri China,” kata Fang.
Pada hari yang sama, indeks utama Wall Street anjlok menyusul terbitnya artikel harian Wall Street Journal yang melaporkan bahwa ”turut campurnya” AS dalam isu-isu seperti Hong Kong dan Taiwan dapat membahayakan pembelian China terhadap produk-produk AS berdasarkan kesepakatan dagang fase pertama yang disepakati Trump dan China, Januari lalu.
Pengumuman Pompeo ini juga muncul ketika AS melancarkan retorika yang intensif dan keras terhadap Beijing serta di tengah kampanye Trump menjelang pemilu presiden, November nanti. Hasil jajak pendapat menunjukkan para pemilih semakin tidak suka terhadap China, terutama dalam isu Covid-19.
”Presiden Trump berjanji untuk menghukum para pejabat Partai Komunis China yang bertanggung jawab menghilangkan kebebasan Hong Kong. Hari ini, kita melakukan hal yang sama,” kata Pompeo.
Pompeo menuduh China menekan otoritas di Hong Kong untuk menangkap para aktivis prodemokrasi dan mendiskualifikasi kandidat pemilu. Pemilu Hong Kong, September mendatang, akan semakin memperlihatkan keinginan China terkait Hong Kong.
Minggu lalu, Pompeo juga menyampaikan bahwa Washington akan memperlakukan Hong Kong sebagai salah satu kota di China, bukan lagi sebagai wilayah otonom, seperti juga China memperlakukan Hong Kong. Sementara Senat AS, Kamis lalu, menyetujui undang-undang yang menjatuhkan sanksi kepada orang atau perusahaan yang mendukung upaya membatasi otonomi Hong Kong. Aturan ini termasuk sanksi terhadap bank yang menjalin hubungan bisnis dengan siapa pun yang mendukung pembatasan otonomi Hong Kong.
Kantor berita resmi China, Xinhua, melaporkan bahwa juru bicara pemerintah Hong Kong menyebut undang-undang AS tersebut tidak bisa diterima. (REUTERS/AFP)