ASEAN-Australia Sepakat Kerja Sama Tangani Pandemi
ASEAN dan Australia sepakat untuk mendorong kerja sama ekonomi dan kesehatan pascapandemi Covid-19.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, SELASA – Negara-negara anggota ASEAN dan Australia memiliki pandangan yang sama tentang perbaikan kondisi ekonomi pascapandemi Covid-19. Kedua pihak juga sepakat untuk mendorong penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik, terutama dalam hal kemudahan akses vaksin yang tengah dikembangkan.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Jakarta, Selasa (30/6/2020), seusai bertemu secara daring dengan rekannya sesama para menteri luar negeri ASEAN dan Menlu Australia Marise Payne. Mereka membahas beberapa hal, khususnya penanganan pandemi Covid-19 dan kebijakan ekonomi pascapandemi.
Retno mengatakan, ada tiga hal yang menjadi perhatian di dalam pertemuan khusus antara kedua pihak, yaitu soal kerja sama vaksin, penguatan kerja sama kawasan, dan penanganan kejahatan lintas negara (transnational crime). “Ketahanan kesehatan publik dan pemulihan kondisi ekonomi menjadi perhatian utama dan sesuai dengan prioritas negara ASEAN,” kata Retno dalam konferensi video dengan wartawan.
Soal vaksin, Retno mengatakan, negara-negara ASEAN dan Australia sepakat untuk mendukung resolusi yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sidang WHO, pertengahan Mei lalu.
Saat itu, salah satu substansi resolusi tersebut adalah akses universal, tepat waktu, merata, sekaligus distribusi yang adil atas teknologi dan produk kesehatan untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Termasuk di dalamnya adalah soal vaksin Covid-19 yang kini tengah dikembangkan oleh berbagai perusahaan farmasi dan soal fleksibilitas hak patennya.
Di bidang ekonomi, khususnya untuk mendorong perbaikan kondisi ekonomi di ASEAN dan Australia, kedua pihak sepakat untuk mendorong kerja sama yang lebih baik dan pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN-Australia dan Selandia Baru (AANZ-FTA). Tidak hanya itu, menurut Retno, kedua pihak juga sepakat untuk mendorong pelaksanaan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) secara nyata. Kerja sama itu akan dimulai pada kuartal keempat tahun ini.
Kerja sama ini dinilai menjadi penting tidak hanya bagi negara-negara ASEAN untuk memastikan ekonomi berjalan, tetapi juga bagi Australia. Selain pasar yang menggiurkan karena melibatkan sekitar 25 persen penduduk dunia dalam kerja sama itu, Australia juga membutuhkan pasar ASEAN untuk menampung produk-produk mereka yang “terhalang” akibat panasnya hubungan politik negara tersebut dengan China.
Mengalihkan pasar dari China ke ASEAN pernah disarankan pengajar senior pada Program Sosial Politik Universitas Teknologi Sydney, Lai-Ha Chan. Dalam kolomnya pada laman The Diplomat, Chan menyarankan pemerintahan Scott Morrison menggeser kebijakan perekonomiannya ke negara atau kawasan lain agar keter- gantungan terhadap China berkurang. Australia bisa melirik negara-negara di kawasan ASEAN atau bahkan Taiwan yang mengalami hal serupa dalam hubungannya dengan China.
Isu Rohingya
Pada kesempatan yang sama, Retno menjelaskan, saat ini pemerintah Indonesia tengah mendalami kemungkinan para pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh Utara, 24 Juni lalu, sebagai korban kejaharan transnasional. “Indonesia akan mendalami lebih jauh kemungkinan mereka adalah korban penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Retno.
Melakukan penyelidikan kejahatan transnasional tidak bisa dilakukan Indonesia sendirian. Indonesia dan negara-negara ASEAN berharap Australia bisa ikut serta menangani hal ini. “Tanpa kerja sama , akan sulit menangani kejahatan lintas negara yang terorganisir,” kata dia.
Menurut rencana, 99 pengungsi Rohingya yang saat ini ditampung di gedung bekas kantor imigrasi Lhokseumawe, akan dipindahkan ke gedung Balai Latihan Kerja Meunasah Kandang, Lhokseumawe, mulai 1 Juli. Tim kemenlu dan beberapa lembaga terkait direncanakan akan berangkat ke Lhokseumawe untuk melihat secara langsung penanganan mereka di sana.