Rakyat Singapura Memilih di Tengah Pandemi Covid-19
Kelompok oposisi, dengan menggunakan isu kegagalan pemerintah dalam menangani Covid-19, yang menyebabkan ambruknya perekonomian, optimistis dapat mendongkrak perolehan suara.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Pemilu Singapura yang digelar di tengah pandemi Covid-19 dipastikan tetap diungguli partai berkuasa. Namun, potensi dukungan publik terhadap oposisi jangan diremehkan.
SINGAPURA, KOMPAS — Pemilu parlemen Singapura digelar pada Jumat (10/7/2020) di tengah masih tingginya kasus harian Covid-19. Sekitar 2,6 juta warganya yang terdaftar sebagai pemilih akan menggunakan hak pilihnya di 1.100 tempat pemungutan suara, yang dibuka sejak pukul 08.00 hingga tutup pukul 20.00 waktu setempat.
Kontributor Kompas.com di Singapura, Ericssen, melaporkan, dengan masih tingginya kasus infeksi harian Covid-19, pemilih datang ke TPS sesuai dengan alokasi waktu yang tercantum dalam surat undangan. Mengingat setiap TPS diperkirakan melayani 2.400 pemilih, alokasi waktu diatur untuk menghindari terjadinya penumpukan orang di TPS.
Bagi yang menerima surat undangan, tetapi masih menjalani isolasi mandiri atau pemberitahuan khusus untuk tetap berdiam di rumah (stay home notice), mereka akan memilih antara pukul 19.00 dan 20.00 di TPS.
Semua yang datang ke TPS harus mematuhi protokol kesehatan, seperti pengecekan suhu badan, menggunakan masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer), mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan menjaga jaga fisik.
Sementara orang dalam pantauan yang sedang menjalani isolasi di hotel, yakni di Marina Bay Sands dan Marriott South Beach, akan dilayani petugas yang membawa kotak suara ke kamar-kamar mereka.
Semua petugas wajib memakai alat pelindung diri (APD) sesuai dengan standar protokol kesehatan. Adapun penderita Covid-19 yang masih dikarantina, yakni 350 orang, dilarang untuk memilih.
Dalam sepekan terakhir, kasus baru Covid-19 masih di atas 100 kasus infeksi per hari. Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) melaporkan, Kamis (9/7/2020), ada penambahan 125 kasus infeksi baru. Pada Juli ini, kurva kasus harian yang tidak pernah berkurang dari 100 kasus per hari itu sudah terjadi sejak 1 Juli, saat itu bahkan tercatat 215 kasus baru.
Secara total, menurut data MOH, jumlah infeksi di Singapura telah mencapai di atas 45.400 kasus. Meski jumlah kasus infeksi harian meningkat, nol kasus kematian. Pandemi Covid-19 menjadi isu paling dominan selama sembilan hari kampanye yang berakhir pada Rabu (8/7/2020) tengah malam.
Di atas angin
Pada pemilu legislatif hari ini, 2,6 juta pemilih akan memberikan suaranya untuk memilih 93 anggota parlemen. Partai Aksi Rakyat (PAP), partai berkuasa Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong, diyakini akan menang lagi mempertahankan kekuasaan yang tak pernah putus sejak Singapura merdeka. Sementara 10 partai oposisi yang telah mengusung isu kegagalan pemerintahan Lee dalam mengendalikan Covid-19 juga optimistis bisa menggerus perolehan kursi PAP kali ini.
Oposisi memiliki harapan kepada Lee Hsien Yang, adik kandung Lee Hsien Loong. Hsien Yang bergabung dengan partai oposisi bulan lalu, Partai Kemajuan Singapura (PSP), tetapi tidak ikut mencalonkan diri karena, menurut dia, Singapura ”tidak membutuhkan pemimpin dari keluarga Lee lagi”.
Ayah mereka, Lee Kuan Yew, adalah PM Singapura pertama yang selama 31 tahun berkuasa dan berhasil mengubah Singapura menjadi modern dan kaya. Lee Hsien Loong adalah PM ketiga dan telah berkuasa sejak 2004.
Hsien Yang menuding PAP berubah menjadi partai elitis dan menyerukan perlunya pemerintahan yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Namun, meski mendapat dukungan kuat, oposisi tetap saja akan kesulitan; apalagi saat kondisi ekonomi sedang resesi.
”Susah bagi oposisi untuk bergerak, apalagi saat krisis seperti sekarang,” kata peneliti di University of Nottingham, Malaysia, Bridget Welsh.
Namun, bergabungnya Hsien Yang ke oposisi bisa memperkuat oposisi dan mempertanyakan beberapa aspek dalam pemerintahan PAP, khususnya kepemimpinan kakaknya. Pemilu Singapura berlangsung setelah pemilu Korea Selatan, April 2020, disusul di Mongolia bulan lalu. Partai berkuasa menang telak di dua negara tersebut.
Walau kubu oposisi merasa takkan menang, mereka memiliki optimisme untuk menggerus suara perolehan PAP, yang pada 2015 meraih 69,9 persen suara (popular vote) dengan menyapu 83 dari 89 kursi parlemen.
Berbahaya
Sekretaris Jenderal Partai Pekerja (WP) Pritam Singh kepada The Straits Times berharap rakyat Singapura memilih mereka. Ia mengatakan, amatlah berbahaya jika Parlemen Singapura disapu bersih PAP, tidak akan ada checks and balances, suara alternatif, serta kontrol. Perlu representasi oposisi yang lebih besar, setidaknya kursi PAP di parlemen dapat digerus hingga dua pertiga dari total 93 kursi.
Kelompok oposisi, dengan menggunakan isu kegagalan pemerintah dalam menangani Covid-19, yang menyebabkan ambruknya perekonomian, optimistis dapat mendongkrak perolehan suara. WP yang saat ini memiliki 6 kursi di parlemen tetap yakin dapat menambah perolehan kursi, yang saat ini mengajukan 21 caleg.
Selain WP dan pendatang baru PSP yang didirikan pada 2019, Partai Demokratik Singapura (SDP), yang pernah mendapat 4 kursi parlemen dua dekade lalu, berpotensi menggerus raihan kursi PAP. ”Akhiri kekuasaan tak terbatas PAP. Jangan ada lagi kekuasaan mutlak,” tulis Hsien Yang di akun Facebook.
Pemilu kali ini tetap berisiko tinggi bagi Lee yang berencana pensiun dua tahun lagi saat usianya mencapai 70 tahun pada 2022. Wakil PM dan Menteri Keuangan Heng Swee Keat digadang-gadang menjadi penerus Lee. Dia menjadi caleg PAP yang akan bertarung di daerah pemilihan East Coast.
Setidaknya 9 dari 31 dapil jadi medan pertempuran perebutan kursi parlemen, yakni Sengkang, Punggol West, Aljunied, Marine Parade, East Coast, Marymount, West Coast, Bukit Batok, dan Bukit Panjang. (AP/AFP/CAL)