PBB, Panggung Diplomasi Korea Utara dengan Dunia di Tengah Keterkucilan
Meski memiliki hubungan diplomatik terbatas dengan negara lain, Korea Utara adalah anggota PBB. Negara itu memetik beberapa keuntungan dengan menjadi anggota PBB. Salah satunya panggung diplomasi ke dunia luar.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Para pemimpin negara di dunia tampil bergantian melalui rekaman video menyampaikan visinya tentang persoalan global dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan ini. Korea Utara, yang kerap dituding melancarkan propaganda oleh komunitas internasional, juga akan tampil di hadapan dunia pekan depan.
Seperti halnya kantor-kantor kedutaan besarnya yang tersebar di dunia, Korea Utara memiliki perutusan tetap atau misi di PBB, New York, Amerika Serikat. Dengan begitu, pemimpin Korut bisa menyampaikan pidatonya dalam Sidang Majelis Umum PBB.
PBB sendiri menyambut semua negara dengan tangan terbuka terlepas dari pandangan politiknya. Namun, dalam banyak hal, memang ada hubungan benci, tetapi rindu antara Korut dan PBB sehingga muncul pertanyaan: apa yang Korut dapatkan dengan menjadi anggota PBB?
Di satu sisi, PBB yang beranggotakan negara-negara di dunia memberikan Korut panggung internasional untuk menanggapi semua kritik yang ditujukan kepadanya. Sebagian besar kritik terhadap Korut itu berasal dari AS dan negara-negara sekutunya.
Namun, PBB juga tak luput dari kritik. Penyebabnya, organisasi multilateral terbesar dunia itu terus memberi kesempatan kepada para diplomat Korea Utara dalam posisi defensif guna menepis laporan-laporan resmi dan hasil investigasi soal pelanggaran HAM di Korea Utara, program pengembangan senjata nuklir, dan tuduhan lainnya.
Satu hal penting yang didapat oleh Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), nama resmi Korea Utara, dari PBB adalah titik kontak langsung dengan 192 negara anggota PBB lain, termasuk negara yang enggan mengirimkan diplomatnya untuk menghormati Pyongyang, salah satunya adalah AS.
AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Utara. Washington mengandalkan Swedia sebagai perwakilan konsulernya di Pyongyang.
”Kanal New York”
Ini berarti misi Korea Utara untuk PBB di New York menjadi pengganti kedutaan besar di Washington. Ketika dibutuhkan respons yang cepat mereka biasanya menggunakan apa yang disebut ”kanal New York” di PBB.
Contoh yang pas dari pentingnya diplomasi ”kanal New York” ini adalah ketika Korea Utara dan AS menyiapkan setiap detail tiga pertemuan bersejarah antara Donald Trump dan Kim Jong Un pada 2018 dan 2019.
Dengan PBB, ”Korea Utara mendapat panggung yang luar biasa untuk menjalin hubungan bilateral dengan setiap negara di dunia tanpa harus mengirimkan diplomatnya ke ibu kota negara (yang memerlukan biaya besar) atau mengirim mereka (pejabat negara lain) ke Pyongyang,” kata John Bolton, mantan Duta Besar AS untuk PBB di masa kepresidenan George W Bush dan mantan Penasihat Keamanan Nasional AS di bawah pemerintahan Donald Trump.
”Kritik terhadap Korea Utara akan terus datang dan memiliki misi di PBB memberikan Korea Utara kedekatan dengan media dan universitas ketika merespons itu semua,” kata Bolton melalui surat elektronik.
Manfaat memiliki misi tetap di PBB bagi Korea Utara sangat terasa ketika ketegangan dengan AS memuncak seperti terjadi tahun 2017. Ketika itu, permusuhan Trump dengan Kim Jong Un memuncak hingga membuat banyak orang khawatir akan pecah perang.
Dalam situasi seperti itu, pejabat Korea Utara berulang kali memanfaatkan media di PBB untuk merespons Trump, mengadakan jumpa pers, dan menyebarkan pernyataan-pernyataan resmi.
Memang benar bahwa banyak hasil sidang PBB yang tidak disukai Korea Utara. Diplomat Korea Utara pasti akan keluar dari forum yang membahas perlindungan HAM di negaranya. Akan tetapi, mereka juga akan memanfaatkan forum PBB untuk menyampaikan kepentingannya.
Menurut analis di Sejong Institute yang berkantor di Korea Selatan, Chung Eunsook, Korea Utara akan memiliki diplomasi yang lebih substansial dengan negara PBB lainnya jika meninggalkan program senjata nuklirnya.
”Ketika Korea Utara menjadi negara tanpa nuklir dan lebih terbuka, mereka akan terlibat lebih erat dalam diplomasi multilateral dengan komunitas internasional,” kata Chung.
Buah pergolakan sejarah
Sebagian pendekatan diplomasi Korea Utara merupakan buah dari sejarahnya yang bergejolak sejak kolonialisme Jepang, terbentuknya dua Korea, hingga Perang Korea tahun 1950. Peran yang dimainkan oleh AS juga PBB juga tidak bisa dikesampingkan.
Kini, selain misi Korea Utara di PBB, sulit untuk mengharapkan jenis diplomasi seperti tahun 2018 di mana Kim Jong Un bertemu dengan pemimpin AS, Rusia, China, Vietnam, dan Korea Selatan.
Kim menghadapi krisis domestik dalam berbagai bidang, mulai dari keterpurukan ekonomi akibat sanksi, hancurnya infrastruktur oleh terpaan beberapa badai, dan pandemi Covid-19 yang membuat Korea Utara menutup perbatasannya dengan China yang merupakan penopang perekonomiannya.
Meski demikian, pidato pemimpin Korea Utara di Sidang Umum PBB secara virtual minggu depan akan menjadi kesempatan bagi negara itu untuk tampil di panggung dunia menyampaikan visinya tentang kebangsaan, alur cerita tentang orang-orang yang terpaksa mengembangkan senjata nuklir untuk bertahan dari permusuhan AS, Korea Selatan, dan sekutunya.
Secara umum, menurut Choi Kang, Wakil Presiden Asan Institute for Policy Studies di Seoul, pidato tersebut akan menjadi ”upaya memenangi opini internasional”. Akses untuk menjangkau dan didengar oleh hati dan pikiran global merupakan manfaat terbesar Korea Utara menjadi anggota PBB. (AP)