Antusiasme untuk Gunakan Hak Pilih Meningkat, Warga AS Rela Antre Panjang
Berbeda dari pemilu 2016 saat Donald Trump menang, antusiasme warga AS menggunakan hak pilih dalam pemilu 2020 meningkat. Hampir 60 juta warga AS telah memberi suara pada pemungutan suara dini di beberapa negara bagian.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Suhu hingga minus 18 derajat celsius dan antre lebih dari sejam tidak mampu memadamkan gairah warga Amerika Serikat untuk memilih pada pemilu 2020. Hingga Senin (26/10/2020), sebanyak 59,1 juta pemilih telah menggunakan hak pilihnya. Di antara mereka ada Donald Trump, Presiden AS yang maju lagi untuk periode kedua jabatannya.
Trump memilih di Florida sesuai dengan alamat KTP pada 2020. Ia menjadi salah satu dari hampir 60 juta warga yang menggunakan hak pilih pada pemungutan suara dini. Pemungutan suara dini dilakukan di tempat pemungutan suara atau lewat pos. Dari 59,1 juta suara yang sudah diterima panitia pemungutan suara (PPS) negara bagian hingga Senin sore WIB, lebih dari 30 juta suara diberikan melalui pos.
Belum ada laporan apakah Trump mengalami hal yang harus dilakoni para pemilih lain, yakni mengantre panjang atau tidak. Dari berbagai penjuru AS terus berdatangan laporan bahwa pemilih harus mengantre lebih dari sejam. Pemilih berdiri dalam antrean kala suhu di sebagian wilayah AS mencapai minus 18 derajat celsius, seperti yang tercatat di Colorado dan Wyoming. Pemilih di wilayah selatan, seperti Trump, sedikit lebih beruntung karena suhu wilayah itu berada pada rentang 16 sampai 26 derajat celsius.
Antrean panjang pada pemilu AS 2020 ini mengherankan warga di banyak negara. AS, negara tempat asal berbagai perusahaan teknologi modern dan mempunyai kekayaan paling besar dibandingkan ratusan negara lain di bumi, tidak bisa membuat pemilih mengantre dalam waktu singkat.
Keheranan warga negara lain diungkap dalam laporan media dari banyak negara. Warga Kanada, yang bersebelahan dengan AS, hanya menghabiskan waktu paling lama 30 menit untuk mengantre sebelum memilih.
Pemilih pertama
Antusiasme pemilih diduga menjadi salah satu penyebab antrean panjang di tempat-tempat pemungutan suara (TPS). Dari 59,1 juta pemilih yang telah memberi suara, hampir 15 juta baru pertama kali menggunakan hak pilih. Sebagian sebenarnya sudah lama terdaftar sebagai pemilih. Walakin, baru pertama kali ini mereka memberi suara.
Di beberapa negara bagian, persentase pemilih yang baru pertama menggunakan hak pilih dalam pemilu 2020 lebih tinggi dari persentase secara nasional. Di Texas, misalnya, tercatat 30,5 persen, sedangkan di Georgia 26,3 persen.
”Ada banyak pemilih yang tidak memberi suara pada tahun 2016. Sekarang mereka memilih,” kata analis data Demokrat, Tom Bonier.
Di New York, sebanyak 3,3 juta dari 4,7 juta pemilih yang aktif memberi suara telah menggunakan hak pilih lewat pemungutan suara dini. Sebagian dari mereka memberi suara di TPS. Berbeda dengan negara bagian lain, pemilih di pemungutan suara dini di New York hanya boleh memberi suara di TPS-TPS yang sudah ditentukan.
Bagi Demokrat, jumlah pemilih dalam pemungutan suara dini memberi harapan. Hingga 25 Oktober 2020, sebanyak 51 persen dari keseluruhan surat suara yang masuk berasal dari para pemilih Demokrat. Sementara Republikan hanya 31 persen, dan sisanya pemilih yang tidak terafiliasi dengan partai lain. Mayoritas Republikan diperkirakan memberi suara pada hari utama, pekan depan, 3 November.
Di Florida, sebanyak 596.000 pendukung Demokrat memberi suara lewat pos. Sementara hanya 230.000 pemilih Republikan memberi suara di TPS. Di Nevada sudah 97.500 pemilih Demokrat memberi suara dan hanya 42.600 pemilih Republikan memakai haknya dalam pemilu pendahuluan.
Dengan angka-angka tersebut dan kebiasaan pemilih, Republikan harus bekerja keras untuk mendorong pemilihnya memberi suara. Fakta antrean berjam-jam bisa menjadi salah satu kendala utama untuk mendorong pemilih memberi suara.
Republikan sulit didorong memberi suara lewat pos. Itu karena Trump sendiri bolak-balik menuding pemilu lewat pos rawan kecurangan. Dengan demikian, pemilih didorong datang ke TPS, dan hal itu bisa berarti harus mengantre panjang.
”Anda tidak bisa mengharapkan semua orang ke TPS pada hari pemungutan suara. Apakah Anda mengharapkan Republikan mau mengantre delapan jam?” kata Michael McDonald, Direktur ElectProject dan pakar politik dari Universitas Florida.
Kini, di sisa sepekan sebelum pemungutan suara puncak masih ada puluhan juta pemilih perlu dibujuk. ElectProject menaksir ada 257 juta layak memberi suara. Walakin, ditaksir hanya 150 juta orang menggunakan hak pilihnya pada pemilu saat ini. Dengan demikian, masih tersisa sedikitnya 90 juta pemilih harus diyakinkan Joe Biden dan Trump.
Karena itu, Trump memaksimalkan sisa waktu dengan aneka rangkaian kampanye. Senin kemarin, ia kembali ke Pennsylvania dan berkampanye di tiga kota di sana. Selain Pennsylvania, ia juga menyambangi Michigan, Wisconsin, Nebraska, Arizona, dan Nevada. Semua negara bagian itu masih berstatus mengambang.
Dalam 48 jam sebelum pemungutan suara, ia bahkan masih menjadwalkan hadir pada 11 lokasi kampanye. Wakil Presiden Mike Pence juga tetap ligat berkampanye dan menolak mengisolasi diri meski sejumlah stafnya positif Covid-19. Ia antara lain menyambangi Minnesota dan Carolina Utara.
Adapun Biden dijadwalkan bertandang ke Georgia dan Atlanta pada Selasa ini. Dalam 25 tahun terakhir, belum ada capres AS dari Demokrat yang menang di Georgia. Ia akan mengandalkan isu Covid-19, masalah yang dianggap mayoritas pemilih sebagai persoalan utama dan pemerintahan Trump dianggap kurang memadai menanganinya. (AP/REUTERS)