Yahudi di Israel Pro-Trump, Yahudi di AS Kontra-Trump
Kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir ini berpijak pada dua kepentingan strategis, yaitu keamanan Israel dan keamanan pasokan minyak.
Menjelang pemilu Amerika Serikat pada 3 November 2020, sorotan tentu kini tertuju pada sikap dan aspirasi warga Yahudi dan negara Israel. Isu Yahudi dikenal memiliki pengaruh kuat dalam menentukan arah kebijakan luar negeri AS, terutama terkait isu Timur Tengah.
Sudah ada pemeo klasik terkenal bahwa kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir ini berpijak pada dua kepentingan strategis, yaitu keamanan Israel dan keamanan pasokan minyak.
Setiap menjelang pemilu AS, faktor suara Yahudi dan isu Israel senantiasa menjadi perhatian utama para kandidat presiden AS. Apalagi pengaruh lobi Yahudi di AS (AIPAC) dikenal sangat kuat. Oleh karena itu, para kandidat presiden AS selalu berusaha semaksimal mungkin mendapat simpati dari pemilih Yahudi dan sekaligus kesan memiliki hubungan baik dengan Israel.
Kesepakatan pembukaan hubungan resmi Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan terakhir ini yang dikenal dengan Abraham Accord, dilihat oleh banyak pengamat sebagai upaya Presiden AS Donald Trump mendapat simpati dari pemilih Yahudi dan sekaligus mendongkrak popularitasnya dalam pemilu AS pada 3 November nanti. Apalagi setelah berhasil menggiring UEA, Bahrain, dan Sudan masuk dalam forum Abraham Accord, pemerintahan Presiden Trump diberitakan masih coba mendekati Irak agar bersedia membuka hubungan resmi dengan Israel.
Trump juga pekan lalu diberitakan mengirim pengusaha Yahudi, Haim Saban, menemui Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman (MBS), di Riyadh meminta kepastian kesedian Arab Saudi membuka hubungan resmi dengan Israel.
Haim Saban adalah pengusaha Yahudi yang menjadi mediator antara UEA dan Israel sehingga tercapai kesepakatan pembukaan hubungan resmi kedua negara pada Agustus lalu. MBS masih menolak membuka hubungan resmi dengan Arab Saudi saat ini.
Baca juga: Pascanormalisasi Hubungan UEA-Israel, Negara-negara Arab Gamang
Trump tampak sangat memandang penting faktor pemilih Yahudi itu. Sisa beberapa hari dari hari pencoblosan pemilu AS itu benar-benar dimanfaatkan Trump untuk dapat sebanyak mungkin negara Arab bersedia membuka hubungan resmi dengan Israel.
Trump dalam sebuah forum kampanye, Selasa (27/10/2020), mengklaim, ada 9 atau 10 negara Arab yang akan membuka hubungan resmi dengan Israel. Trump mengungkapkan, akan mengumumkan transaksi hubungan resmi Israel dengan beberapa negara Arab lain pascapemilu AS.
Manuver politik Trump dalam upaya sebanyak mungkin negara Arab membuka hubungan resmi dengan Israel itu tentu sangat menguntungkan negara Israel saat ini, khususnya posisi politik PM Israel Benjamin Netanyahu.
Oleh karena itu, sangat wajar jika Israel dan warga Yahudi di negara itu sangat menaruh simpati kepada Trump. Hubungan AS-Israel pun saat ini disebut hubungan bulan madu. Hubungan Trump dan PM Israel Benjamin Netanyahu sangat mesra pula.
Baca juga: Peluang Interaksi Bisnis Iran-Israel di Uni Emirat Arab
Bahkan, banyak pengamat Israel menyebut, Presiden Trump dalam sepanjang sejarah presiden AS adalah presiden AS yang paling memihak terhadap Israel dan sekaligus paling menguntungkan negara Israel.
Selain berhasil mewujudkan Abraham Accord, pada era Trump, AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017 dan memindah kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem pada Mei 2018.
Trump juga meluncurkan proposal damai AS di Timur Tengah yang sangat menguntungkan Israel dan dikenal dengan ”Transaksi Abad Ini” pada Januari 2020. Palestina dan masyarakat internasional, khususnya Eropa, menolak keras Transaksi Abad Ini tersebut.
Pada gilirannya, dalam berbagai jajak pendapat di Israel menunjukkan warga Yahudi di negara itu mendukung Trump dan sangat berharap terpilih kembali dalam pemilu AS pada 3 November nanti.
Baca juga : Pemimpin Israel-Sudan Bertemu di Uganda
Jajak pendapat yang dilakukan stasiun televisi saluran 24 Israel menunjukkan, 63,3 persen warga Israel mendukung Trump, berbanding 18,8 persen mendukung Joe Biden.
Sebanyak 50,9 persen responden di Israel cemas hubungan Israel-AS memburuk jika kandidat dari partai Demokrat, Joe Biden, memenangkan pemilu AS, berbanding 43,5 persen yang menyebut kemenangan Joe Biden tidak berpengaruh pada hubungan AS-Israel.
Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan, 50 persen responden dari warga Yahudi di Israel memberi perhatian dan mengikuti perkembangan pemilu AS, serta 48,1 persen menganggap penting hasil pemilu AS.
Akan tetapi bertolak belakang dengan sikap warga Yahudi di Israel, sikap warga Yahudi di AS justru mendukung kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden. Jajak pendapat yang dilakukan Jewish Institute di New York pada September lalu menunjukkan, 67 persen warga Yahudi di AS akan memberi suaranya kepada Joe Biden, berbanding hanya 30 persen suara mereka yang akan diberikan kepada Trump.
Baca juga : Dilema Palestina Hadapi Proposal Trump
Pengamat hubungan internasional pada harian Maariv Israel, Ietan Goldberg, mengatakan, Trump adalah Presiden AS yang paling disukai Israel, tetapi tidak mendapat dukungan warga Yahudi di AS. Menurut Goldberg, sebagian besar warga Yahudi di AS akan memberi suara kepada kandidat Joe Biden.
Kolumnis pada harian Israel, Maariv, itu mengatakan, sebagian besar warga Yahudi di AS adalah liberal, yang secara tradisional mendukung Partai Demokrat yang menganut ideologi liberal. Adapun Yahudi ortodoks atau konservatif hanya sekitar 20 persen dari warga Yahudi di AS dan mereka pendukung Partai Republik.
Menurut Goldberg, dukungan para kandidat presiden AS terhadap negara Israel tidak berpengaruh besar terhadap suara warga Yahudi di AS. Ia menyebut, warga Yahudi di AS adalah warga AS yang aspirasi suara mereka dalam setiap pemilu sangat dipengaruhi oleh kepentingan domestik mereka di AS bukan faktor negara Israel.
Seperti diketahui, warga Yahudi di AS berjumlah 5,5 juta jiwa hingga 6 juta jiwa atau sekitar 1,9 persen dari keseluruhan penduduk AS. Pada pemilu AS tahun 2016, sebanyak 128 juta penduduk AS memberi suaranya dan warga Yahudi hanya 4 persen dari jumlah tersebut. Pada pemilu 2016, kandidat Partai Demokrat, Hillary Clinton, berhasil meraih 71 persen suara warga Yahudi berbanding hanya 24 persen suara warga Yahudi yang diraih Trump.
Sebagian besar warga Yahudi atau sekitar 69 persen hingga 79 persen memberi suaranya kepada Partai Demokrat, baik dalam pemilu presiden maupun kongres. Warga Yahudi di AS dikenal sangat komitmen memberi suaranya, sehingga mencapai 85 persen, dan warga Yahudi juga dikenal penyandang dana cukup signifikan dalam setiap pemilu AS.
Sebanyak 50 persen penyandang dana untuk Partai Demokrat dan 25 persen penyandang dana untuk Partai Republik berasal dari warga Yahudi kaya. Komunitas warga Yahudi di AS yang cukup berandil menentukan suara dalam setiap pemilu AS adalah berada di wilayah Florida, Pennsylvania, Michigan, dan Ohio.