Kasus Covid-19 Melonjak Drastis, Presiden Korsel Ingin Tes Diperluas
Presiden Korsel Mon Jae-in tidak menggantungkan intervensi pada vaksin Covid-19 dalam menghadapi lonjakan kasus baru Covid-19. Ia meminta tes Covid-19 dilakukan lebih masif dan penelusuran kontak kasus lebih gencar.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
SEOUL, SENIN — Menghadapi gelombang infeksi Covid-19 terbesarnya saat ini, Presiden Korea Selatan Mon Jae-in tidak menggantungkan intervensi pada vaksin Covid-19, melainkan meminta tes Covid-19 dilakukan lebih masif dan penelusuran kontak kasus lebih gencar.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan (KCDC) melaporkan 615 kasus Covid-19 baru pada Minggu (6/12/2020) malam. Ini penambahan kasus tertinggi dalam sebulan terakhir. Penambahan kasus baru harian tiga digit selama sebulan terakhir membuat 8.311 pasien positif Covid-19 harus menjalani karantina. Jumlah itu merupakan yang paling banyak selama pandemi berlangsung.
Dalam 10 hari terakhir, Korea Selatan melaporkan lebih dari 5.300 kasus baru Covid-19. Mayoritas kasus baru itu berasal dari area metropolitan Seoul yang padat. Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo menyebut, ”kawasan Ibu Kota kini menjadi zona perang melawan Covid-19”.
Jumlah total kasus Covid-19 di Korea Selatan 38.161 kasus dengan kasus meninggal sebanyak 549 kasus.
Lonjakan kasus baru tersebut menjadi pukulan bagi sistem kesehatan Korea Selatan yang berhasil menjalankan penelusuran yang intensif, tes yang masif, dan karantina untuk menghindari penutupan wilayah (lockdown), sendiri mengendalikan laju infeksi di bawah 50 per hari selama musim panas lalu.
Dalam jumpa pers, juru bicara Gedung Biru, Chung Man-ho, menyampaikan bahwa Presiden Moon telah menginstruksikan jajaran birokrasinya untuk memobilisasi seluruh sumber daya yang ada untuk melacak kasus baru dan memperluas tes dengan menerjunkan militer dan lebih banyak lagi pegawai pemerintah.
Moon mengatakan, lokasi tes harus beroperasi lebih lama untuk memungkinkan penduduk yang bekerja bisa menjalani tes lebih fleksibel. Selain itu, layanan tes drive-tru perlu diperbanyak.
Tingkat positif dari gelombang terbaru tes Covid-19 yang digelar adalah sekitar 4,2 persen atau lebih besar dari rata-rata selama ini yang sebesar 1,2 persen.
Wakil Direktur KCDC Na Seong-woong mengumumkan, mulai minggu depan, fasilitas layanan tes memakai alat tes yang memakai sampel saliva. Alat itu diharapkan dapat memudahkan dan mengurangi tingkat kesulitan ketika mengambil sampel secara usap.
Selain itu, fasilitas layanan tes juga akan mulai memakai tes antigen yang mendeteksi protein tertentu dari virus SARS-CoV-2 untuk menambah cakupan tes.
Terparah
Na memprediksi, penambahan kasus harian pada pekan ini berkisar 550-750 per hari dengan kemungkinan melonjak hingga 900 kasus sehari pekan depan. ”Krisis ini adalah yang terparah,” katanya. Ia memperingatkan, jika tidak berhasil dikendalikan, lonjakan kasus tersebut akan membuat ”kolaps.”
Pada hari Minggu lalu, otoritas Korea Selatan juga menyampaikan rencananya yang akan memperketat kebijakan pembatasan sosialnya di ibu kota Seoul dan sekitarnya yang berlaku hingga minimal akhir bulan.
Aturan pembatasan sosial telah berminggu-minggu diberlakukan di Seoul, seperti menutup klub malam, karaoke, gimnasium, membatasi kelas tatap muka di sekolah, dan hanya mengizinkan layanan pesan antar di restoran setelah pukul 21.00.
Transportasi di atas pukul 21.00 juga dibatasi untuk mengurangi perjalanan warga yang tidak perlu. Namun, kebijakan pengurangan kendaraan transportasi umum ini mendapat kritik juga karena yang terjadi justru moda transportasi publik makin padat.
Sejumlah pakar telah mendorong pembatasan yang lebih ketat, seperti melarang kerumunan di atas 10 orang, menutup sekolah dan rumah ibadah, serta meminta perusahaan-perusahaan untuk menambah karyawannya yang bekerja dari rumah.
Kasus baru Covid-19 yang tetap melonjak meski aturan memakai masker, jam malam untuk restoran dan tempat usaha lain, serta pembatasan transportasi publik membuat pemerintah setempat mendapat kritik tajam.
Di antara tempat yang diwajibkan ditutup total oleh Pemerintah Korea Selatan adalah tempat-tempat belajar swasta atau tempat kursus yang biasa disebut hagwon.
Asosiasi Hagwon Korea Selatan melayangkan protes terbuka atas larangan pembukaan hagwon di Seoul. Mereka menyebut kebijakan ini diskriminatif karena tempat usaha lain, termasuk kafe internet dan bioskop yang sering dikunjungi pelajar, masih diperbolehkan buka sampai pukul 21.00.
Larangan itu juga mengundang kekhawatiran banyak pelajar dan orangtuanya karena tidak lama lagi ujian akhir digelar. Penutupan hagwon hanya akan membuat kesenjangan antarsiswa semakin lebar. Tidak semua orangtua mampu membayar guru les privat untuk datang ke rumah mengajar anaknya.
Moon menyebut gelombang infeksi Covid-19 saat ini adalah yang paling serius. Ia meminta maaf karena gagal mencegahnya dan meminta maaf atas dampak kebijakan pembatasan sosial selama ini. (REUTERS/AP)